Dema-U di bawah kendali Pebri ditimpa pelbagai rumor miring. Tingkat kepercayaan mahasiswa kepada lembaga itu anjlok. Lembaga setara BEM itu dianggap mati suri karena tidak kritis.
Senin pagi, 12 April 2021, sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ramai-ramai menyambangi Auditorium Harun Nasution. Sekumpulan mahasiswa itu adalah pengurus organisasi mahasiswa (ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) se-UIN Jakarta, yang hendak dilantik secara resmi oleh Rektor Amany Burhanuddin Umar Lubis.
Dewan Mahasiswa (Dema) UIN Jakarta, adalah ormawa yang paling disorot. Pelantikan itu menjadi pemandangan yang segar di mata. Untuk pertama kalinya, pucuk pimpinan organisasi setara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) itu dikemudikan oleh seorang perempuan, namanya Pebri Nurhayati, Mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Pebri didapuk menduduki posisi Ketua Dema-U, menggantikan rekannya, Tubagus Agnia Wiramulyana, akrab disapa Tebe. Mereka sempat berpasangan saat mencalonkan diri menjadi Ketua dan Wakil Ketua Dema-U, Desember 2020 lalu, dengan Tebe sebagai ketua, dan Pebri sebagai wakilnya. Namun, setelah dinyatakan unggul perolehan suara, Tebe didiskualifikasi oleh Rektor Amany Lubis karena memiliki catatan buruk: pernah melanggar kode etik. Posisi ketua pun berpindah ke tangan Pebri.
Hampir sepuluh bulan berlalu, Pebri telah memegang kendali Dema-U. Bola rumor ihwal kondisi internal organisasinya perlahan-perlahan menggelinding. Menjelang demisioner, kepemimpinan Pebri dihantui kabar miring. Sumber Institut menyebutkan, beberapa pengurus Dema-U mengeluhkan gaya kelola organisasi Pebri yang sentralistik. Sejumlah masalah pun dikabarkan muncul: aliran program kerja yang tersumbat, hingga manajemen keuangan yang dikelola Pebri seorang diri. Beberapa anggota bahkan disebut telah mengundurkan diri.
Dugaan Sementara
Sumber Institut di Dema-U, Adi, bukan nama sebenarnya, sedikit membenarkan rumor tersebut. Adi dan beberapa koleganya, mengaku tidak menyukai gaya kepemimpinan Pebri. “(Ada yang mengeluhkan gaya kepemimpinan Pebri) memang begitu kenyataannya,” kata Adi kepada Institut, Jumat (12/11) malam, ketika diminta mengklarifikasi rumor tersebut.
Kendati begitu, Adi belum bisa mengonfirmasi sejumlah kabar. Ihwal pengurus yang mengundurkan diri, misal, ia mengaku belum mengetahui rumor itu. Dia menyampaikan bahwa beberapa pengurus Dema-U hanya kurang memberikan sumbangsih, tidak sampai mengundurkan diri. “Kalau cabut secara resmi, sih, tidak. Tapi (kalau) jarang datang (rapat) mungkin, iya,” kata dia.
Angkat Bicara
Sekretaris Jenderal Dema UIN Jakarta, Dili Asrin Ramdoni, menampik segala rumor miring yang dilontarkan ke lembaganya. Saat dimintai tanggapan oleh Institut, Rabu (17/11), lelaki yang akrab disapa Doni ini mengatakan, sejauh ini pengurus di lembaganya masih berjumlah lengkap. Mereka juga masih bekerja dengan baik, sesuai pembagian tugasnya masing-masing.
Pekerjaan kesekretariatan juga masih terbilang lancar, terutama yang bertalian dengan laporan kegiatan: mengelola keluar masuknya proposal, laporan kegiatan mana saja yang sudah terlaksana, serta pengelolaan surat masuk dan keluar. “Jadi saya tegaskan bila rumor yang beredar itu tidak benar adanya,” tampik Doni.
Institut sempat menemui Ketua Dema UIN Jakarta, Pebri Nurhayati, untuk meminta keterangan. Jauh panggang dari api, Pebri berkata bahwa rumor-rumor yang bergulir itu tidak sesuai dengan kenyataan. Meski begitu dia tidak menampik, terkadang ada sedikit perselisihan di antara anggotanya. Tapi menurutnya masalah tersebut lumrah terjadi di sebuah organisasi.
Perihal sejumlah rumor, Pebri enggan banyak berkomentar. Dia membenarkan bila ada segelintir anggota Dema-U yang mengundurkan diri. Namun, itu terjadi sebelum mereka dilantik secara resmi. Komposisi anggota Dema-U saat ini juga masih sama, hanya saja dia tidak membeberkan berapa jumlah persisnya.
Pebri juga menampik rumor soal tata kelola keuangan yang diaturnya seorang diri. Ia berujar, di Dema-U terdapat bendahara umum. Sehingga, kata dia, pembagian tugas dibebankan berdasarkan posisinya masing-masing. “Semua yang saya sampaikan ini, tidak ada dilebih-lebihkan, tidak dikurang-kurangkan. Saya bicara apa adanya,” pungkas Pebri, Selasa (9/11).
Bendahara Dema-U, Monica Darmayani, pun sependapat dengan Pebri. Dia menendang rumor tersebut dan membenarkan bahwa urusan keuangan Dema-U tetap dikelola oleh bagiannya. Bahkan, kata Monica, dia tak terlalu merasakan hambatan ketika mengurus keuangan Dema-U. “Tidak benar (rumor tersebut), kondisi keuangan Dema-U berjalan dengan cukup baik dan terkoordinasi,” tegas Monica, Kamis (18/11).
Relasi dengan Aliansi
Setelah dinyatakan menang di Pemilwa, Tebe dan Pebri, kala itu, belum diperkenankan untuk bertugas dan menjalankan fungsi Dema-U. Sempat ada kekosongan kekuasaan di Dema-U pada waktu itu. Untuk mengisi kekosongan, mereka membentuk gerakan alternatif bernama Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta. Sampai sekarang gerakan itu masih aktif dimotori Tebe. “Tapi untuk hari ini kita sudah punya legalitas di Dema-U,” ujar Pebri.
Tebe, yang kini menjadi Koordinator Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta, menuturkan, gerakannya sempat menjadi pijakan bagi para mahasiswa yang resah atas kebijakan rektor sebelum Dema-U resmi dilantik. Tebe juga mengatakan, gerakan yang dimotorinya itu tidak berselisih dengan Pebri.
Tebe mengklaim bahwa aliansinya bersifat independen. “Ketika ada sesuatu yang salah kami teriak salah, begitupun sebaliknya,” tutur Tebe, Selasa (23/11). Ketika diminta mengomentari kondisi Dema-U di bawah kepemimpinan Pebri, Tebe memilih enggan berkomentar lantaran tidak mengikuti perkembangannya.
Menanti Keluar Kandang
“Tak ada gebrakan kritis,” sebut Sadam Alghifari, Mahasiswa Program Studi Jurnalistik UIN Jakarta, mengomentari kiprah Dema-U di tangan Pebri. Bahkan boleh jadi, tutur Sadam, nama Pebri Nurhayati sendiri tidak dikenal oleh sebagian mahasiswa UIN Jakarta. Padahal menurutnya, Dema-U merupakan organisasi yang sentral dan strategis. “Dema-U terkesan seperti mati suri,” ujarnya, Jumat (5/11).
Sadam berharap Dema-U menyegerakan evaluasi secara menyeluruh untuk melakukan perubahan. Dia berkata, Dema-U mestinya menjadi panutan bagi pergerakan mahasiswa di Ciputat. BEM juga seharusnya menjadi mitra kritis mahasiswa kepada pemerintah dan rektorat. “Lakukan yang dapat membuat kami (mahasiswa) bangga, seperti yang pernah dilakukan oleh para ketua Dema-U yang sebelum-sebelumnya,” kata Sadam.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Mahasiswa Ilmu Politik, Raka Akbar. Menurutnya, kinerja Dema UIN Jakarta saat ini, jika dibandingkan dengan masa kepemimpinan Sultan Rivandi–Ketua Dema-U sebelum Pebri, perbedaannya amat jomplang. Bahkan dia menyebut Pebri bukanlah sosok yang karismatik.
Pebri sendiri tidak menampik bila Dema-U, di bawah kendalinya, jarang melakukan kegiatan diskusi ataupun demonstrasi. Dia menyebut pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) selama ini menjadi penghalang. “Karena pandemi,” ujar Pebri.
Tidak Tersohor
Institut menemukan sejumlah mahasiswa UIN Jakarta yang belum mengenal sosok Pebri, seperti dikatakan Sadam. Mila Pertiwi, adalah salah satunya. Dia mengaku hanya mengetahui lembaga Dema-U, namun tidak mengetahui siapa yang menggerakkannya. “Tahu (adanya Dema-U), namun hanya sekadar tahu saja, tidak tahu siapa yang memimpin,” ujar Mila, Minggu (7/11).
Sama halnya dengan Fakhrul Kurniawan. Mahasiswa program studi Fisika ini pun kurang mengerti hal-hal yang berkaitan dengan Dema-U. Alasannya, dia jarang menemukan hal-hal berbau Dema-U di linimasa media sosialnya. “Kalau bisa, sih, dilakukan webinar ‘Lebih Dekat dengan Dema-U’,” ucapnya, Rabu (17/11).
Syifa Nur Layla, Sekar Rahmadiana, Haya Nadhira
Average Rating