Sedang berlangsung pesta demokrasi mahasiswa di UIN Jakarta. Para Paslon berlomba menarik simpati dan suara khalayak. Isu kekerasan seksual dan pemberdayaan perempuan menjadi salah satu agenda prioritas beberapa Paslon Pemilwa.
Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta akan memasuki babak voting pada 18 April nanti. Pelbagai macam visi dan misi pasangan calon (Paslon) ramai tersebar di lini masa. Bagi sebagian kandidat, isu hangat kampus seperti isu kekerasan seksual (KS) menjadi sorotan penting yang harus muncul saat kontestasi Pemilwa.
Beberapa Paslon Pemilwa tingkat jurusan hingga universitas memasukkan isu kekerasan seksual sebagai prioritas dalam program kerja mereka. Isinya mulai dari membangkitkan kepedulian mahasiswa terhadap isu KS, hingga ingin membentuk lembaga advokasi.
Paslon Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) Muhammad Abid Al-Akbar dan Zaini Lubis, memasukkan isu KS sebagai program unggulan dalam kampanyenya. Paslon nomor urut dua itu berpendapat, bahwa KS harus dihapuskan dalam ruang-ruang intelektual. Abid sebagai calon ketua menjabarkan data kasus kekerasan seksual yang telah terjadi di ranah kampus. “Data pada tahun 2021 menurut Kemendikbud, ada sekitar 2.500 kasus kekerasan seksual yang terjadi di universitas,” paparnya, Senin (11/4).
Abid menginisiasi untuk membuat lembaga anti KS di UIN Jakarta. Tujuannya adalah memberantas kasus KS melalui advokasi untuk korban KS. “Isu KS ini diibaratkan seperti gunung es, bisa jadi yang terlihat lebih sedikit daripada yang tidak terlihat,” ujarnya.
Perihal kepercayaan korban KS, Abid akan menjamin payung hukum untuk lembaga yang dibuatnya. “Untuk memberikan rasa aman kepada para pengadu, sehingga korban bisa percaya adalah dengan legalisasi dan sertifikasi lembaga dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan dari Rektor UIN Jakarta, ” katanya.
Abid juga mendukung Standar Operasional Prosedur (SOP) anti kekerasan seksual di UIN Jakarta untuk segera disahkan. “Tentunya, jika Saya terpilih menjadi Dema-U, Saya akan mendesak Rektor untuk segera menerbitkan SOP anti kekerasan seksual tersebut,’’ pungkasnya.
Kandidat nomor satu Dema-U pun memasukan isu KS dan pemberdayaan perempuan dalam agenda prioritasnya. Hal ini disampaikan langsung oleh Paslon Siti Nur Heliza dan Muhammad Syauqi Hazimi dalam debat kandidat Dema-U UIN Jakarta yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) di kanal YouTube mereka sore tadi.
Dalam orasinya, Heliza menegaskan jika dirinya terpilih sebagai presiden mahasiswa, akan ada enam arah baru UIN Jakarta. Salah satu arah tersebut adalah break the bias. “Urgensi isu KS sedang marak di UIN Jakarta. Untuk itu kami akan membuat program posko pengaduan untuk korban KS dan juga pemberdayaan perempuan,’’ kata Heliza, Kamis (14/4).
Di tingkat fakultas, beberapa Paslon juga memasukkan isu KS dalam program kerjanya. Paslon nomor urut satu Dema Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Rizal Taufiqurrahman dan Anis Fazirotul Muhtar, menganggap isu KS penting untuk menjadi perhatian dan tanggung jawab kampus. “Seluruh elemen, baik stakeholder, civitas akademika, dan mahasiswa, harus melek isu KS,” tegas Rizal, Senin (11/4).
“Membangun medium belajar yang egaliter dan ramah gender” juga ditulis Rizal–Anis dalam misi mereka saat kampanye. “Langkah konkrit kami adalah mengadakan kelas gender yang akan berkolaborasi dengan pegiat gender dan juga mengakomodir dosen yang memiliki fokus pada isu gender,” ungkap Rizal.
Paslon nomor urut satu Dema Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Sulthan Raffi Al Fawwaz dan Fadhilatul Aulia–akrab disapa Della, juga memasukkan isu KS ke dalam misi pencalonan Pemilwa. Dalam sesi debat Paslon yang diselenggarakan oleh KPM, dengan lantang Della menyatakan keinginannya untuk membuat lembaga pengaduan bagi korban KS. “Tuntaskan kekerasan seksual di ranah kampus!” ucap Della dalam orasinya, Senin (11/4).
Program yang diusung oleh Paslon tersebut adalah pembuatan lembaga pengaduan dan pendampingan untuk korban KS yang mereka beri nama Ruang Peduli FISIP. “Nantinya, Dema FISIP akan menjadi mediator dari permasalahan KS, namun sebelumnya akan dibentuk terlebih dahulu tim ad hoc untuk mengurusnya,” ungkap Sulthan, Selasa (12/4).
Tak ketinggalan Paslon tingkat jurusan seperti Program Studi Hubungan Internasional (HI) yang juga memasukkan isu KS dalam misi kampanyenya. Paslon nomor urut satu Muhammad Fikri Arrahman dan Muhammad Hanif Abiyyu Handana mengatakan ingin membuat ruang aman, dengan membentuk tim independen sebagai mediator dalam penanganan kasus KS. “Memakai Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 sebagai referensi, pembentukan tim independen akan lebih dipercaya oleh mahasiswa HI nantinya,” ungkap Fikri, Senin (11/4).
Tanggapan Penyintas
Dalam kesempatan lain Institut mencoba meminta tanggapan para penyintas mengenai diangkatnya isu KS dalam visi dan misi beberapa Paslon dalam kontestasi politik kampus. Dua penyintas yang pernah Institut wawancarai pada berita sebelumnya bersedia memberikan pendapat.
Nisa—bukan nama sebenarnya mengatakan, dijadikannya isu KS dalam agenda kampanye beberapa Paslon Pemilwa adalah kabar baik. Dengan begitu, akan lebih banyak orang yang memiliki kesadaran untuk melindungi dan memberikan dukungan kepada korban.
Nisa juga menekankan, jangan sampai isu KS yang diangkat beberapa Paslon hanya bertujuan mendapatkan atensi khalayak untuk memenangkan Pemilwa. ‘’Jangan jadikan isu KS sebagai alat merebut suara, karena akan melukai hati korban. Hanya korban yang tahu derita saat mengalami kekerasan seksual,’’ kata Nisa, Senin (10/4).
Senada dengan Nisa, Mira—bukan nama sebenarnya, juga tegas dalam menanggapi isu KS yang dijadikan visi dan misi beberapa Paslon. Bagi Mira, akan menjadi bahaya jika isu KS dijadikan ajang untuk mencari pamor demi menaikan nama dalam kontestasi pemilwa. “Bahayanya adalah, kita takut banyak orang yang mengaku paham isu KS, tetapi dalam realitas dan praktiknya, mereka sendiri memaklumi adanya KS dan menganggapnya sebagai suatu kelumrahan,’’ ungkap Mira, Senin (10/4).
Mira juga menambahkan, perlu diketahui apa yang melatarbelakangi beberapa paslon memasukan isu KS dalam visi misinya. “Jangan sampai isu KS ini hanya menjadi kepentingan politik sesaat saja dan berujung pada janji-janji manis yang akhirnya melukai korban,’’ pungkas Mira.
Tanggapan Mahasiswa
Aktivis perempuan sekaligus mahasiswa FISIP UIN Jakarta Nur Aisyah Maullidah memberikan komentarnya. Menurutnya, KS merupakan satu dari tiga dosa besar dunia pendidikan (bersama perundungan dan intoleransi) yang masalahnya bersifat struktural. “Ada permainan relasi kuasa disana, ada ketidaksiapan lembaga dan lingkungan kampus dalam meresponnya, yang membuat korban jadi sulit untuk mengakses perlindungan dan pertolongan,’’ katanya, Rabu (13/4).
Sementara itu, kata Aisyah, data yang menunjukkan kenaikan laporan KS di lembaga pendidikan terutama kampus, tak lebih dari sekadar statistik yang disajikan, ketika kita perlu menyebutkan untuk keperluan orasi atau konten kampanye. Ia menganggap, menjadikan isu KS di kampus sebagai alat atau narasi keperluan politik golongan-golongan tertentu sangat tidak pantas. “Setiap angkanya ada satu orang yang hak asasinya tertindas, teraniaya, dan butuh pertolongan,’’ ungkapnya.
Ketika ada pihak yang serius terhadap isu KS, kata Aisyah, tentu harus disambut baik. Hal tersebut juga dapat meningkatkan kewaspadaan publik. Menurutnya, penting bagi para Paslon untuk memformulasikan rencana kegiatan terkait dengan isu KS di kampus. “Seperti bagaimana tahapan advokasi mereka? Pihak mana saja yang akan diajak bekerja sama? poin-poin tuntutan apa saja yang akan mereka ajukan? dan sebagainya,’’ tuturnya.
Terakhir, Aisyah berpesan agar para paslon pemilwa menunjukkan keseriusan mereka pada isu KS, seperti seberapa jauh mereka mendalami isu ini, termasuk langkah-langkah progresif yang dapat dilaksanakan untuk penyelesaian masalahnya.
Lainnya, mahasiswa Ilmu Hukum Muhammad Raihan Radyva Said, dengan tegas mengatakan, KS dan kesetaraan gender pada Pemilwa tahun ini jelas hanya untuk cari panggung saja. Namun ia pun tak bisa menyalahkan, “karena isu KS dan kesetaraan gender jadi yang paling hangat buat menarik atensi mahasiswa, ditambah sudah banyak yang melek dan sadar terkait hal itu,’’ ujar Raihan, Kamis (14/4).
Raihan menyetujui bahwa isu KS itu penting. Dirinya pun berharap agenda tersebut bukan hanya sekadar bahan kampanye, tetapi sungguh-sungguh diperjuangkan. “Semoga Paslon yang menang di Pemilwa tahun ini bisa independen dari arahan-arahan tertentu,” pungkasnya.
Kahlil Ahmad Gibran, mahasiswa Fakultas Ushuluddin, turut memberikan tanggapan. Menurutnya dalam kampanye, setiap Paslon boleh saja membawa agenda KS dan Proker apapun dalam visi misinya. Ia menambahkan, mahasiswa yang dinaungi oleh Paslon yang memiliki Proker KS, bisa menagih janji-janji mereka dalam kampanye.“Seandainya pun mereka terpilih, kewajiban Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai pengatur regulasi untuk mengawasi Proker-proker Paslon,’’ kata Gibran, Kamis (14/4).
Mahasiswa lainnya yang ikut berpendapat adalah Muhammad Rayhan Putra Wibisono. Mahasiswa HI semester 8 ini merasa senang dengan adanya gagasan peduli KS dalam pemilwa. Namun bagi Rayhan, sulit untuk mempercayai bahwa calon terpilih akan benar-benar mewujudkan visi untuk melawan KS dan mencapai kesetaraan gender. “Boleh jadi lebih mudah untuk mengundang potensi pemilih dengan membawa isu terkini, toh pemilih juga sudah terbiasa dengan janji-janji kampanye yang tidak terlaksana,” tuturnya, Rabu (13/4).
Rayhan menambahkan, dengan adanya gagasan KS dalam visi misi Paslon akan bersifat lebih substantif dan ada urgensinya. tidak sekedar “mewujudkan mahasiswa yang lebih maju, progresif, kreatif, inklusif, dan lain lain”. Di akhir wawancara ia menegaskan bahwa janji-janji banal seperti ini belum cukup menggerakkannya untuk memilih Paslon tertentu.
Reporter: Anggita Raissa Amini, Firda Putri Amalia
Editor: Sekar Rahmadiana Ihsan
Average Rating