Gerakan Moxie Melawan Kesenjangan Gender Di Sekolah

Gerakan Moxie Melawan Kesenjangan Gender Di Sekolah

Read Time:3 Minute, 9 Second

Gerakan Moxie Melawan Kesenjangan Gender Di Sekolah


Judul Film     : Moxie

Sutradara    : Amy Poehler 

Genre        : Coming Of Age 

Rilis        : 3 Maret 2021

Durasi        : 111 Menit

Moxie yang tayang di netflix pada 3 Maret 2021 lalu, merupakan sebuah film bergenre coming-of-age. Diadaptasi dari novel dengan judul sama, yakni “Moxie” yang ditulis oleh Jennifer Mathieu. Bercerita tentang perjuangan seorang remaja perempuan untuk menyulut perubahan sosial yang ada di sekolahnya. 

Kisah bermula ketika salah satu siswi bernama Vivian dari Rockport High School memulai pergerakan sosial secara anonim. Pergerakan sosial ini disebabkan oleh diskriminasi dan seksisme terhadap perempuan yang terjadi di sekolah tersebut. Melihat ketimpangan ini, Vivian merasa tergerak untuk membuat perubahan. 

Di tempatnya bersekolah, Vivian kerap kali melihat perbuatan semena-mena siswa laki-laki terhadap siswa perempuan. Kala itu Mitchell (teman sekelasnya) tampak sedang membully Lucy yang merupakan siswa baru di sekolah tersebut. Menyaksikan langsung perbuatan diskriminasitersebut membuat Vivian merasa geram dan kesal dengan apa yang sudah dilakukan Mitchell kepada Lucy. 

Merasa dirinya ditindas oleh apa yang sudah dilakukan Mitchell, Lucy melaporkannya ke kepala sekolah. Berharap pihak sekolah membela kasusnya, tapi yang diterima justru sebaliknya. Pihak sekolah menuduh Lucy terlalu berlebihan dalam menanggapi perbuatan Mitchell. Vivian yang tahu kejadian ini menyarankan agar Lucy mengabaikan saja apa yang sudah dilakukan Mitchell. Namun bagi Lucy perempuan juga bisa bicara dan memiliki harga diri, untuk itu Lucy bertekad memperjuangkan keadilan. Melihat keberanian Lucy membuat Vivian semakin yakin untuk memulai pergerakan sosial.

Sesampainya di rumah, Vivian mencoba mencari barang-barang milik ibunya saat muda, ia menemukan zine/pamphlet dan beberapa foto aksi yang dilakukan ibunya ketika remaja. Mengetahui ibunya merupakan seorang aktivis perempuan, membuat Vivian terinspirasi untuk melakukan gerakan perlawanan terhadap ketimpangan gender yang ada di sekolahnya. 

Pergerakan dan perjuangan Vivian dimulai dengan membentuk zine atau pamphlet yang kemudian dikenal dengan sebutan ‘’Moxie.’’ Zine-zine yang tersebar di seluruh penjuru sudut sekolah diharapkan dapat meningkatkan kesadaran siswa akan masalah yang ada. Alhasil gerakan moxie ini tersebar dengan cepat dan mendapatkan banyak dukungan dari para siswa. 

Lucy bersama dengan semua siswa yang mendukung moxie, memulai aksinya dengan menghilangkan kata ketimpangan gender di sekolahnya, Lucy juga mengkandidatkan teman perempuannya untuk menjadi kapten football dan menerima beasiswa menggantikan Mitchell. Permasalahan semakin rumit ketika pihak sekolah tidak menanggapi apa yang dituliskan dalam moxie.Tak berhenti disitu saja, Vivian mencari cara untuk memprotes pihak sekolah dengan menyebarkan tulisan “RAPEPORT” yang berarti ada pemerkosaan di Rockport high school. Ia juga mengajak teman-teman moxie untuk keluar kelas ketika bel masuk berbunyi. 

Keesokan harinya para murid keluar dari pintu kelas dan berkumpul di halaman sekolah. Di momen inilah Vivian berani mengaku bahwa ia adalah orang dibalik berdirinya moxie. Kemudian Vivian dan teman-teman moxie nya bangkit untuk membuat moxie lagi karena ada kasus pelecehan seksual yang harus mereka selesaikan.

Meskipun film ini hanya mendapatkan rating 6,7/10 dari para penonton, film ini merupakan film yang cukup mencuri perhatian. Di sepanjang jalan cerita, penulis memperlihatkan berbagai bentuk perlawanan yang dilakukan remaja perempuan atas tindakan diskriminasi terhadap perempuan di sekolah tersebut. Tokoh Vivian sendiri digambarkan sebagai sosok yang tangguh dan berperan penting dalam pergerakan tersebut. 

Di film ini para siswa mempunyai latar belakang yang berbeda, tetapi memiliki masalah yang sama yaitu ketimpangan gender. Hal ini membuat mereka merasa perlu untuk menghentikan segala bentuk ketimpangan dan seksisme yang ada. Tak hanya itu film ini juga mengajarkan bahwa perempuan dapat menjadi pelopor pergerakan, atas diskriminasi yang terjadi. Terlepas dari itu, isu feminisme dalam film ini tidak mewakili sistem pendidikan secara global. Solusi yang diperlihatkannya dalam film ini juga kurang relevan terhadap sekolah-sekolah yang berada di negara lain. Seperti diwilayah Asia, yang tidak terlalu bebas dalam berpakaian dibandingkan Amerika Serikat. 

Ken Devina


About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

UIN Jakarta Gunakan Kartu E-Money untuk Bayar Parkir Previous post UIN Jakarta Gunakan Kartu E-Money untuk Bayar Parkir
Bentrok Pelaksanaan KKN dan Kompetisi Pesona Next post Bentrok Pelaksanaan KKN dan Kompetisi Pesona