Read Time:2 Minute, 14 Second
Mengemban ilmu di daerah orang dalam tenggang waktu yang tidak sebentar, membuat mahasiswa melupakan kearifan lokal yang ada di daerahnya. Padahal, nantinya mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing dan menyesal ketika kearifan lokal yang dimiliki telah hilang.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Bogor (HIMABO), Ilham Mabruri, pada Seminar Budaya bertajuk Peran Pemuda dalam Rekonstruksi Kearifan Lokal Nusantara. Acara ini diselenggarakan oleh HIMABO di Aula Student Center (SC) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Senin (11/5).
Budayawan Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Baso, mengatakan ilmu ke-daerah-an tidak dipelajari di universitas. Padahal, orang terdahulu untuk mendapatkan hal tersebut harus sampai ke orang Arab. Semisal, UIN Jakarta berdiri di tanah Banten. Namun, tak sedikit pun ilmu tentang Banten diajarkan di UIN Jakarta. Padahal dahulu, Oemar Said Tjokroaminoto dan Tan Malaka mempelajari hal tersebut.
Lain Ahmad lain pula Hasbullah. Menurutnya, kini Indonesia sedang memiliki bonus demografi. Artinya, masyarakat Indonesia yang tergolong dalam usia produktif lebih banyak jika dibandingkan dengan yang nonproduktif.
Seperti di Bogor, lanjutnya, terdapat universitas seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Universitas Pakuan (Unpak), dan masih banyak universitas lainnya yang berpotensi menghasilkan pemuda. “Mereka dapat melestarikan kearifan lokal seperti, bangunan bersejarah, makanan khas daerah, dan budaya setempat,” ujar pria yang merupakan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Senin (11/5).
Ia menambahkan, pemuda bukanlah salah satu faktor yang dapat melestarikan kearifan lokal. Melainkan, merekalah faktor utama yang dapat melakukan hal tersebut. Langkah awal untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal adalah dengan trust. “Percaya adalah kunci utama. Maksudnya, percaya diri untuk bisa melakukan hal itu,” tambahnya.
Sedangkan menurut Dosen UIN Jakarta, Tantan Hermansyah, menjaga kearifan lokal bisa dilakukan dengan cara budaya kreatif. Artinya, melakukan tindakan yang menghasilkan nilai tambah atas produk pada suatu entitas.
“Semisal, kulit domba bisa dijadikan jaket dan dompet. Selain itu, angklung bisa diubah menjadi seni pertunjukan, serta batu cincin dapat disulap menjadi batu cincin yang bernilai rupiah. Bahkan, makam pun bisa dimanfaatkan sebagai wisata ziarah,” jelas Tantan, Senin (11/5).
Tak hanya budaya kreatif, tambah Tantan, agen kreatif pun dapat melestarikan kearifan lokal yang ada di daerah. Seperti di Jawa Barat (Jabar), ada Bima Arya (Walikota Bogor), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), dan masih banyak agen kreatif lainnya.
“Agen kreatif tak melulu berprofesi sebagai pejabat daerah. Ia bisa juga sebagai entrepreneur kreatif. Seperti yang dikatakan oleh Bob Sadino semasa hidup, pengusaha adalah mereka yang mandiri dan tidak tergantung oleh orang lain, serta tidak menjadi parasit,” lanjutnya.
Salah satu peserta, Ahmad Khoiri mengatakan, seminar budaya ini menjadi pukulan tersendiri bagi pemuda. Pasalnya, selama ini pemuda seolah terlena dengan efek globalisasi, seperti food, fashion, and film. “Mereka seperti sedang di-ninabobo-kan dan lupa kalau sebenarnya kita sedang dijajah,” tutupnya.
Aci Sutanti
Average Rating