Maba Tuntut Tindaklanjuti Pelecehan Seksual

Read Time:2 Minute, 22 Second

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beberapa waktu lalu sempat tersangkut kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswa baru (Maba). Korban yang merupakan maba sempat melaporkan kasus tersebut ke pihak universitas. Kasus tersebut dinilai melanggar Kode Etik Mahasiswa UIN Jakarta Bab IV Pasal 5 Ayat 42. Namun, prosedur peleraian kasus hingga saat ini masih dialihkan ke pihak fakultas.
Ditemui dalam Sidang Audiensi, Perwakilan Solidaritas Mahasiswa Mahasiswi 2017 Nadzirotus Sarwa mempertanyakan ketegasan pihak universitas terkait mekanisme penyelesaian kasus pelecehan seksual. Pasalnya, sebagai seorang mahasiswa baru (maba) dirinya merasa disepelekan. “Maba seharusnya tidak mendapatkan pelecehan seksual dari kakak tingkat,” cetusnya di Gedung Kemahasiswaan lantai dua, Senin (4/9).
Menurut Sarwa, hingga saat ini tercatat ada tiga maba yang diduga menjadi korban AS. dengan inisial YCA, DD, dan ARA. Namun, salah satu korban lainnya belum berani membuka suara. “Kita memang maba, tapi ketika dilecehkan bukan berarti kita hanya bungkam,” ungkap Sarwa yang juga Maba Perbandingan Madzhab Fakultas Syari’ah dan Hukum, Rabu (30/8).
Sebelumnya, Yusron mengapresiasi sikap pro-aktif mahasiswa terhadap pelanggaran kode etik. Pasalnya, dalam berbagai kasus seringkali tidak ada mahasiswa yang melaporkan.
Menanggapi masalah tersebut, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak mengatakan, kasus tersebut harus terlebih dahulu diselesaikan pada tingkat fakultas. Menurut Yusron, jika yang terjerat kasus hanya satu fakultas, maka akan diselesaikan oleh pihak fakultas saja. “Ada perwakilan dari 5 fakultas yang nanti akan dipanggil hari ini dan segera diproses,” tuturnya, Senin (4/9).
Namun, karena kasusnya lintas fakultas maka akan diselesaikan melalui pihak universitas. Sebelumnya, BAP (berita acara pelaporan) terlebih dahulu diserahkan oleh fakultas kepada Warek III. Setelah BAP diproses baru Warek III membentuk Mahkamah Etik yang terdiri dari perwakilan anggota senat  masing-masing fakultas yang terjerat kasus. Mahkamah Etik meminta keterangan rinci terkait kronologis kasus tersebut. Selanjutnya kasus akan disidangkan. “Apakah perlu atau tidak memanggil mahasiswa yang bersangkutan nanti diproses lagi,” ungkapnya, Senin (4/9).
Mahkamah Etik dalam hal ini bukan pemutus perkara tingkat akhir. Melalui pertimbangan ME nantinya akan diproses lagi oleh pihak universitas dan dibuatkan Surat Keputusan Rektor. Selain itu, lanjut Yusron, jika perseorangan yang memutuskan perkara maka dikhawatirkan menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. “Takutnya nanti ada pihak luar yang menjelek-jelekkan UIN Jakarta dengan berdalih pada keputusan yang diambil secara perseorangan ” ucapnya, Senin (4/9).
Sementara itu, Pendamping Korban Rausyan Fikry mengungkapkan UIN dinilai kurang rapih dalam penyelesaian kasus pelecehan seksual. Selain itu, mekanismenya pun masih berbelit dan sulit untuk diselesaikan. Menurut Rausyan, kasus ini bukan hanya melanggar kode etik mahasiswa, namun juga termasuk kejahatan kemanusiaan. “Pelecehan seksual sama seperti pembunuhan karakter,” tegas Rausyan, Senin (4/9).
Yusron manyarankan agar kasus ini bisa segera diproses. Pasalnya, sebagai penerima ranking pertama Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri, hal tersebut lantas saja mencoreng nama baik UIN Jakarta. Menurutnya, civitas akademika UIN Jakarta sudah sangat tahu terkait kajian keislaman. “Tapi mereka justru melakukan tindakan seperti itu,” katanya, Senin (4/9).
ANF, SHR

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mengungkap Pelecehan Seksual terhadap Maba UIN Jakarta
Next post TTM Bangun Minat Baca Kota Malang