Politik SARA Memecah Persatuan Bangsa

Read Time:1 Minute, 37 Second

Salah satu aktivis Hak Asasi Manusia, Suma Miharja saat menyampaikan materi diskusi  Politik Suku, Agama, Ras, dan Antargolomgan di pelataran Komisi untuk Orang Hilang dan korban Kekerasan, Senin (13/5)

Dulu, konflik Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) tidak terdengar, karena masyarakat Indonesia selalu menyatakan tekad untuk duduk bersama membangun sebuah negara kesatuan. Tapi sekarang, konflik SARA semakin berkembang  terutama di kalangan politikus. Mereka menggunakan politik SARA demi menggapai ambisi politiknya.

Langkah yang diambil para calon pemimpin tersebut dianggap mengingkari prinsip Bhineka Tunggal Ika. Hal ini diungkapkan Pengamat Sosial, Suma Miharja dalam diskusi bertema Politik SARA di pelataran kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KONTRAS) Jakarta, senin (13/5).

Menurut Suma, kehancuran keberagaman bangsa Indonesia ditandai dengan politik SARA yang semakin berkembang di kalangan masyarakat. Politik SARA masih kerapkali digunakan oleh penguasa untuk memecah belah kekuatan rakyat. “Misalnya saja peristiwa Ahmadiyah, konflik Dayak dan Madura, kerusuhan di Ambon, Papua, dan beberapa tempat lainnya,” ucapnya.

Lanjut suma, masyarakat  telah dikonstruk seolah-olah perbedaan konflik di masyarakat  adalah warisan Belanda dan Jepang,  bukan salah lembaga yang memerintah di negara ini. Padahal, konflik SARA sengaja dipelihara pemerintah demi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Suma mengatakan, kegagalan keberagaman bangsa Indonesia tampak dari pembiaran dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.ditambah keluarnya Peraturan  Pemerintah yang melanggar kebebasan beragama. “Tak ada kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan SARA. Kalau kita menentang kebijakan yang telah disepakati pasti dianggap separatis dan tidak berakidah,” tuturnya.

Kegagalan pemerintah dalam menyatukan keragaman juga tampak dari bayaknya permasalahan ras yang tidak diusut. Salah satunya adalah peristiwa di tahun ’65-an, di mana seluruh keturunan Tionghoa dibantai dan perempuannya diperkosa.

Suma mengungkapkan, SARA hanya bisa dilawan dengan menyatukan kelas masyarakat melalui aksi solidaritas dan berangkat dari rasa senasib sepenanggungan. “Kita juga harus punya analisis yang baik terhadap pengguna politik SARA. Kalau tidak,  saya khawatir kita mudah terjerembak kebencian pada satu kelompok yang menguntungkan politk SARA,” pesannya. (Nur Azizah)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Diesnatalis Aksi Reaksi, Pererat Persaudaraan
Next post Perjuangan Melawan Tentara