SURAT TEATER SYAHID

Read Time:3 Minute, 28 Second
Surat untuk Syeh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selamat malam (lantaran saya menulis pada pukul 23.45 WIB) bapak rektor terpilih…
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yg sudi mengkaruniai kesempatan umat Muhamad, Nabi akhir zaman ini betutur sapa melalui media layang berikut.
Salam budaya…
Sebelum saya bicara kebudayaan terlalu jauh, saya akan mengucapkan selamat terlebih dahulu atas terpilihnya Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sebagai kholifah kita selama tiga tahun mendatang. Kepercayaan penuh kami teguh tangguhkan kepada Bapak terpilih.
Bapak Rektor yang selalu dinanti syafa’atnya oleh para civitas kampus, perkenalkan, saya budak para pegiat teater kampus yang tidak lama lagi mengestafetkan tongkat jabatan kepercayaan ini kepada pengurus berikutnya. Ibarat manusia yang dekat dengan ajalnya ingin sedikit berbagi kisah kasih para pegiat seni kampus. Pada saat ini, kami berada pada fragmen kemirisan dan memprihatinkan. Fragmen yang sepatutnya bisa dirubah-kembangkan menjadi sebuah senyum bangga para pegiat seni kampus.
Dalam usianya yang terbilang dewasa, teater tidak bisa dianggap childees. Teater juga tengah mendewasakan diri menyesuaikan dewasanya UIN menuju Wordl Class University. Teater Syahid yang sempat dinobatkan sebagai teater senior pada tahun 2009 lantaran prestasinya sebagai juara umum festifal jakarta tiga kali berturut-turut ini hendak menstandarkan nilai pendidikan di dalamnya. Adapun dalam bentuk konkretnya, sudah terealisasi program pendidikan anggota yang dikiblatkan pada kurikulum Teater Kubur, Bengkel Rendra dan Teater Koma. Namun, masih memiliki ketimpangan dalam hal fasilitas. Hal yg mustahil bagi teater senior kampus tidak memiliki gedung pertunjukan yang sesuai standar. Pastinya ini akan menimbulkan dampak negatif dalam pemenuhan nilai estetika pertunjukan.
Bapak Rektor yang selalu dinanti syafa’atnya oleh civitas kampus, coba menganalogikan sebuah kue ubi goreng, mana mungkin disajikan dalam toples yang karat tutupnya ketika dihidangkan kepada tetamu dari mancanegara sementara label kita di depan terpampang gagah WCU (Wordl Class University). Begitu juga dengan pertunjukan yang disuguhkan Teater Syahid kepada para penggemar setianya. Cukup menggelitik kalau pada tahun 2016 nanti Teater masih setara dengan topeng monyet yang dijajakan di pinggir jalan dan hanya dapat respon autis bagi para penikmatnya. Bersyukur saat ini kita saat ini masih memiliki gedung olahraga yang mengharuskan kami lembur siang malam seminggu mendirikan rijing/kerangka panggung sebelum pementasan berlangsung. Ini yang saat ini kami nilai miris dan memprihatinkan.
Bapak Rektor yang selalu dinanti syafa’atnya oleh para civitas kampus, barangkali sejauh ini Teater kaprah disalah-artikan sebagai tontonan an sich dan tidak sedikit pun membawa tuntunan bagi penikmatnya. Namun, setiap langkah kami berusaha  mengajak penonton untuk berkontemplasi pada kondisinya pada waktu itu. Kami tak sekadar memberi ruang hiburan masyarakat kampus, kami menawarkan multi-disipliner yang bebas ditafsirkan penonton demi pemenuhan jiwa dan fikir mereka. Kami coba berlaku fleksibel, membuka ruang aspirasi masyarakat selebar-lebarnya. Maka dari itu, jangan kerdilkan kami dengan membatasi ruang gerak kami.
Bapak Rektor yang lagi-lagi dinanti syafa’atnya oleh para civitas kampus, besar harapan kami atas program-program yang dicanangkan bisa disinergikan dengan program-program Unit Kegiatan Mahasiswa. Perjalanan menuju realisasi tentunya banyak sedikit membutuhkan apa yang dinamakan proses. Proses pemahaman kiranya yang dibutuhkan dalam mempertimbangkan suatu keputusan guna memenuhi aspirasi masyarakat kampus. Mahasiswa sekarang bukanlah robot yang dijerat tugas-tugas kuliah setiap harinya. Mahasiswa juga manusia yang membutuhkan penyegaran dalam dirinya. Melalui Unit Kegiatan Kampus kiranya waktu mahasiswa bisa dijamin out put positifnya. Melalui UKM-UKM yang ada di Student Center pula penunjangan suplemen mereka bisa terpenuhi.
Bapak Rektor yang dinanti syafa’atnya oleh para civitas kampus, terakhir saya coba menampakkan cuplikan idealisme kami yang bisa jadi belum patut di sebut dengan prestasi. Belakangan 5 tahun terakhir, Teater Syahid memang diakui tidak bisa menelorkan kebanggaan melalui medali. Namun, saya ajak Bapak rektor mengintip pementasan kami 3 tahun terakhir. Pada tahun 2010 dalam lakon Sobrat kami berhasil meraup tatapan penonton sebanyak 3000 pasang mata. Tahun berikutnya dalam lakon Perahu Putih kami ada 2545 bangku terisi. Tahun berikutnya dalam lakon MADA terhitung 2750 penonton mengisi tribbun Hall Student Center. Dalam pertunjukan teranyar kami sebanyak 2455 penonton memenuhi Hall Student Center. Hal semacam ini kiranya yang saya sebut prestasi non simbolik. Ukuran teater kampus saya kira bukan nilai yang tipis untuk sebuah prestasi. Kami mampu konstan menjaga kepercayaan masyarakat kampus dalam hal berkesenia. Dan hal semacam ini pula yang kami nilai sebagai hal yang miris nun memprihatinkan.
Terimakasih.
Salam ta’dzim
Budak Pelaku Seni Kampus

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post MENWA: HARAPAN UNTUK REKTOR BARU
Next post Diet Sehat Cerminan Tubuh Ideal