Ibu Sang Mentari

Read Time:3 Minute, 42 Second


(Sumber : Internet)

Oleh : Lia Syam Arif*

Dentingan jam dinding berbunyi delapan kali, tak lama kemudian bunyi sandal berjalan mendekat ke kamar Mentari, mendengar hal tersebut Mentari bergegas menutup buku harian miliknya. “Mentari ayah sudah menunggu kamu untuk makan malam” sapa wanita cantik yang sekarang dipanggil tante Ria. “Iya” jawab Mentari samar-samar dari kamarnya, wanita berkerudung panjang itu tak lantas pergi meninggalkan kamar Mentari, Mentari menarik nafas berkali-kali mencoba mengendalikan emosi.”Kenapa ibu tiri itu selalu mengangguku” gerutu Mentari seraya meninggalkan kamar.
Dengan muka ditekuk Mentari duduk ke meja makan yang sudah penuh oleh beragam menu masakan yang mengugah selera. “Mentari ini nasi untuk kamu” sahut tante Ria dengan ramah. “Aku tidak mau aku bisa ambil sendiri,” ujar Mentari ketus. “Mentari apa kamu tidak bisa sopan dengan mama kamu?” sahut ayah Mentari jengkel.“Diabukan mama Mentari dia hanya ibu tiri teriak mentari seraya meninggalkan meja makan. “Mentari kembali duduk ke kursi’ teriak ayahnya akan tetapi Mentari lebih memilih pergi dan menahan rasa lapar.
Meja makan mulai terasa tegang ayah Mentari gagal lagi untuk bisa menahan emosinya untuk menanggapi sikap Mentari yang semakin hari semakin tak karuan. Di sudut meja makan Zalfa tertunduk takut meilhat kakak kandungnya yang selalu berdebat kejadian tersebut juga menjadikan Filzah terlihat pucat, ini bukan kejadian pertama kali sering kali kejadian serupa selalu terulang.” Zalfa Filza hayo dihabiskan makanannya“ suara tante Ria memecah keheningan meja makan tersebut. “Biar saya saja mas yang mengantar makanan ke kamar Mentari pasti dia kelaparan” tutur ibu tiri Mentari tersebut.
Di dalam kamar Mentari menangis sejadi-jadinya dia langsung mengambil buku hariannya dan pulpen “ kenapa kehidupan tak adil kenapa aku harus hidup bersama ibu tiri padahal aku masih memilki ibu kandung” isak tangis Mentari belum berhenti suara ketukan pintu dan suara yang tidak asing lagi itu membuat Mentari diam. Dia tak mau kalau wanita itu tau kalau bukan hanya hatinya saja yang lemah akan tetapi jiwa yang  gagah telah mulai melemah karena hampir enam tahun ibu kandungnya pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. 
6 tahun yang lalu
“Mentari selamat kamu mendapatkan peringkat pertama” sahut bu Yani wali kelas Mentari pada saat duduk di kelas tiga SD. Mendengar hal tersebut Mentari terlonjak bahagia secepat kilat Mentari berlari ke rumah yang hanya berjarak 100 meter dari sekolahnya. Sesampainya di rumah Mentari terbelongo karena melihat pintu rumah terbuka tanpa ada seseorang di dalamnya mana lagi sosok yang dinanti Mentari tak ada di dalam rumah.
Mentari cepat berlari ke dalam kamar berharap ibunya berada disana, tetapi nihil ibunya tak ada di sana. Memang beberapa hari yang lalu oma datang ke rumah sambil menyeret ibu Mentari keluar rumah di iringi oleh teriakan ayahnnya. Tidak cukup itu saja ketika waktu telah larut malam suara pertengkaran dengan suara melengking juga didengar oleh Mentari. “ah kenapa semua berubah semenjak ayah di berhenti bekerja dan kami pindah kerumah lebih sederhana ini sahut Mentari dalam hati.
Minggu sebelumnya ibu membuatkan nasi goreng kesukaan keluarga mereka dengan lahap Mentari menghabiskan jatah sarapannya. Yang menjadi permasalahan adalah ayah Mentari hanya mengaduk-ngaduk nasi tanpa memakannya “Mentari cepat habiskan sarapanmu” sahut ibu dengan lembut.  Ayah segera menyeletuk “Mentari itu Islam bukan seperti kamu yang hanya main-main dengan agama,” sahut Ayah dengan ketus.
Aku hanya terdiam ini bukan pertama kalinya aku diajak oleh ibuku untuk bertandang ke gereja pada hari Minggu. Natal, paskah, kenaikan yesus krestus dan hari kebesaran Agama Kristen lainnya Mentari ikut merayakan karena semua keluarga ibu beragama Kristen , dan yang perlu diinggat adalah bahwa Mentari seorang Muslim.
Naik pitam ayahnya tidak bisa dihindakan kembali saat Natal tahun 2009, saat itu Mentari sedang dilanda kebahagian sempurna karena ibunya telah melahirkan seorang adek kecil mungil yang pada tanggal 27 Desember 2009 dibawa ke gereja untuk pembaptisan.
Mengetahui hal tersebut langsung ayah Mentari marah “Tinggalkan keluarga kita“ apa janjimu dulu kepadaku ?“ kamu akan meninggalkan agamamu dan kepercayaankan ? “ tidak aku tidak bisa itu aku sudah mengambil keputusan aku akan meninggalkan kalian demi kepercayaanku” celetuk ibu Mentari seraya akan menyerahkan putrid mungil tersebut. Tidak ada rasa bersalah tidak ada rasa kasihan.
Setelah kejadian tersebut tidak ada kontak dengan seorang bernama ibu semenjak itu ayah penyayang bagi Mentari tidak pernah ada lagi yang hanya adalah seorang ayah dingin dengan permaisuri berjilab panjang yang sangat dibenci Mentari.
Mentari Agama kamu tetap Islam, Nabi kamu tetap Muhammad Kitab kamu tetap Al-quran walaupun Ibumu adalah seorang non muslim sahut ibu mentari seraya menghelus rambut Mentari.
*Penulis adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Pembuatan SOP Plagiarisme Tak Kunjung Rampung
Next post Berang Dituding Plagiat