Islam dalam Pemikiran Soekarno

Read Time:2 Minute, 53 Second
Judul               : Islam Sontoloyo
Penulis             : Soekarno
Penerbit           : Sega Arsy
Tahun              : 2015, cetakan keempat
Tebal               : 208 Halaman 
Selain dikenal sebagai tokoh pergerakan dan proklamator Republik Indonesia, Soekarno juga merupakan seorang intelektual dan pembaru Islam. Keingintahuannya akan Islam membuat ia bertukar surat kepada Tuan Hasan, salah satu Guru Persatuan Islam di Bandung. Ia pun meminta kepada tuan Hasan tentang buku-buku yang berkaitan dengan Salat, Wahabi, Al-Muchtar, Debat Talqin, Al-Burhan dan Al-Jawahir. Tuan Hasan menyanggupi permintaan tersebut dan mengirimkan buku-buku yang diminta oleh Soekarno ke Endeh, Flores.
Berawal dari buku Tuan Hasan, Soekarno mulai meneliti tentang seluk-beluk Islam. Ia menelisik lebih jauh tentang agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia tersebut. Dari sinilah Soekarno mulai mengkritisi hal-hal yang dilakukan umat Islam di Indonesia.
Salah satunya ialah pemakaian tabir yang berfungsi untuk pembatas antara laki-laki dan perempuan. Tabir sendiri sering dipakai dalam berbagai kegiatan, semisal salat dan musyawarah. Pemakaian tabir ditentang Soekarno saat ia tengah musyawarah bersama orang-orang Muhammadiyah. Menurutnya, tabir adalah salah satu lambang perbudakan, khususnya terhadap kaum perempuan. Pemisahan antara laki-laki dan perempuan seakan menutup persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. 
Dalam tulisannya, Soekarno menganalogikan jika rumah tak ingin dicuri, maka tutuplah pintunya rapat-rapat. Contoh lain, untuk menghindar dari sikap berbohong, jahit saja mulutnya. Tapi, tindakan tersebut terlalu berlebihan. Alangkah baiknya menjaga saja mulut agar terhindar dari sikap berbohong. Sama halnya dengan tabir, Soekarno menyarankan agar jangan saling pandang antara laki-laki dan perempuan, tak perlu berlebihan menggunakan tabir.
Dalam tulisannya yang lain, Soekarno juga berpendapat bahwa taklid merupakan salah satu penyebab terbesar dari kemunduran Islam saat ini. Menurutnya, kiai dan ulama tak ada sedikitpun tertarik untuk menengok kepada sejarah, di mana pemikiran-pemikiran kolot sudah tidak berlaku lagi di zaman modern ini.
Soekarno menjabarkan bahwasanya yang dimiliki umat Islam pada Zaman Nabi ialah inti dari Islam itu sendiri, mulai dari syariat hingga praktiknya. Kenyataannya, hal-hal yang dijalankan masyarakat hanyalah bagian luar dari Islam tersebut, seperti sorban, tasbih, dan gamis. 
Seharusnya, ulama bisa mengetahui bahwa sejarah dan ilmu pengetahuan juga penting untuk mempelajari masyarakat yang menyebabkan kemajuan atau kemunduran dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sehingga umat Islam bisa lebih terbuka terhadap zaman, bukan menolak terhadap hal-hal yang berbau modern, seperti mobil, televisi, dan lain-lain.
Dalam suratnya yang tertulis tanggal 22 Februari 1936, Islam harus berani mengejar zaman. Soekarno mencontohkan salah satu Pemimpin Turki, Mustafa Kemal Attaturk yang berani memisahkan antara agama dan negara. Menurutnya, di negara yang memiliki banyak agama, semacam Indonesia, sudah sepantasnya agama diberikan haknya kepada masing-masing individu. Sedangkan negara haruslah memiliki hukum pemerintahan sendiri.
Kegelisahan Soekarno pada Islam kembali diutarakan dalam surat kepada Tuan Hasan bertanggal 22 April 1936. Ia menyarankan agar Tuan Hasan memiliki pesantren yang memiliki kurikulum Islam Science, tak hanya Alquran dan Hadis saja yang dipelajari. Ia berpendapat, bagaimana bisa mempelajari firman-firman Tuhan jika murid-murid pesantren tak memahami ilmu pengetahuan.
Islam Sontoloyo merupakan buku yang menuntun kita agar berpikir secara bebas dan merdeka, terutama saat membahas tentang agama. Sebab, agama bersifat fleksibel. Oleh karenanya, pemikiran yang kolot dan tak menerima modernisasi sudah tak relevan lagi.
NPR

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Menggali Potensi Kelautan Indonesia
Next post Deradikalisasi Islam