Read Time:4 Minute, 36 Second
Oleh: Prof. Dr. Yusron Razak, MA
UKT adalah singakatan dari Uang Kuliah Tunggal. UKT adalah biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa per semester, yang sudah disubsidi oleh pemerintah. UKT dibayarkan setiap semester. Dengan kebijakan ini, maka tidak ada lagi pungutan lain selain yang terdapat dalam UKT tersebut. Contoh pungutan di luar tersebut adalah uang pangkal, biaya wisuda, dan sebagainya
Dasar hukum pelaksanaan atau pemberlakuan UKT untuk semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) adalah UU tentang Perguruan Tinggi Nomor 12 tahun 2012 dan beberapa aturan Iainnya. Khusus untuk Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, dasar pemberlakuannya adalah Keputusan Kementerian Agama Nomor 157. Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lahir SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 287 tahun 2017 tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk program sarjana dan profesi.
Sebenarnya UKT yang diterapkan di UIN Jakarta merupakan bagian dari kebijakan nasional secara umum. Sebab itu, kebijakan ini memang harus dilaksakan. Dibandingkan dengan PTN lainnya, UIN Jakarta tergolong yang terlambat menerapkan aturan ini.
Pro dan Kontra
Setiap kebijakan acapkali melahirkan kontroversi. Ketika UIN Jakarta baru akan mulai menerapkan sistem UKT ini tahun 2017 untuk mahasiswa baru, seperti halnya di beberapa PTN lainnya, selalu diawali dengan “perdebatan” panas, baik di kalangan pimpinan maupun di kalangan aktivis mahasiswa. Tak jarang mucul juga demontrasi dari kalangan mahasiswa. Di era demokrasi seperti saat ini, hal tersebut wajar. Pada Rabu, 10 Mei 2017 Pukul 13.00, para aktivis dari lembaga kemahasiswaan, mulai dari DEMA/SEMA Universitas dan Fakultas melakukan aksi demontrasi dan unjuk rasa untuk menolak pemberlakuan sistem UKT di UIN Jakarta.
Menyadari pentingnya mendengar dan memahami aspirasi mahasiswa tersebut, saya dan beberapa teman lainnya, datang menemui mahasiswa pengunjuk rasa yang telah berkumpul di pintu gerbang rektorat. Dihadapan para pengunjuk rasa, saya diminta berbicara, merespon tuntutan penolakan sistem UKT. Dalam suasanacrowded seperti itu, tentu tidak efektif menyampaikan penjelasan. Akhirnya, dihadapan mahasiswa pengunjuk rasa itu, saya memilih untuk menyampaikan satu hal saja. Saya katakan, “Sejauh ini sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini adalah sistem terbaik yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah pembiayaan perkuliahan mahasiswa di Indonesia untuk Perguruan Tinggi Negeri.”
Karena jawaban saya tidak mampu memuaskan mahasiswa pengunjuk rasa, akhirnya pembicaraan dilajutkan dengan sistem perwakilan di ruang sidang utama. Dialog di ruang sidang, tidak kalah panasnya dengan yang di lapangan. Didampingi kepala biro, wadek bidang kemahasiswaan dan tim UKT, saya pimpin dialog secara langsung. Saya persilahkan masing-masing perwakilan mahasiswa manyampaikan pandangan dan tuntutannya. Pembicaraan dimulai oleh ketua Senat Mahasiswa Universitas dan dilanjutkan oleh perwakilan mahasiswa lainnya. Inti pembicaraan menyangkut, aspek kebijakan dan kelemahan sistem penyelenggaraan UKT.
Kemudian pimpinan memberikan tanggapan dan penjelasan, mengenai aspek yang dipersoalkan dari berbagai perspektif. Dialog ini pun menemui jalan buntu, tidak dapat meyakinkan perwakilan mahasiswa pengunjuk rasa. Akhirnya disepakati penjadwalan ulang pertemuan dengan Rektor. Sebab, pada saat itu bersama para rektor perguruan tinggi lainnya, Rektor tengah berada di Spanyol untuk menjalin berbagai bentuk kerja sama untuk kebaikan UIN Jakarta.
Pertemuan antara perwakilan mahasiswa dari Dema/Sema tingkat Universitas dan Fakultas dengan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, terlaksana, Senin, tanggal 15 Mei 2015, pukul 14.00 di ruang rektor. Inti penjelasannya, rektor hanya melaksanakan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Negeri sesuai dengan aturan, sistem dan mekanisme yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan kelemahan sistem pengisian UKT akan diperbaiki dengan melibatkan mahasiswa. Oleh sebab itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan diminta menindaklanjutinya.
Tindak lanjut dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan adalah pimpinan lembaga kemahasiswaan untuk membuka klinik bantu bagi mahasiswa baru/orang tua mahasiswa baru yang membutuhkan. Tujuannya, agar mahasiswa baru dapat mengisi format UKT secara benar, yaitu sesuai dengan kemampuan ekonominya, berdasarkan berbagai indikator, antara lain: penghasilan orang tua; jumlah tanggungan; kepemilikan rumah; luas tanah; pemakaian listrik dan telepon serta kepemilikan kendaraan. Keterlibatan mahasiswa mencakup, bantuan mengisian format UKT; penyediaaan bahan-bahan (bukti surat surat) diperlukan dan verifikasi. Ini untuk memastikan bahwa setiap mahasiswa masuk ke UIN Jakarta, membayar UKT sesuai kemampuannya.
Keadilan dan Kejujuran
Dalam pandangan saya, UKT memberikan keuntungan karena memberikan subsidi kepada orang tua atau wali mahasiswa didasarkan pada keadaan ekonomi dan sosialnya. Di dalam kebijakan tersebut, terdapat spirit keadilan sosial. Sebab, ada pembagian proporsi beban biaya, antara yang ditanggung mahasiswa dengan kewajiban pemerintah.
Pemerintah belum mampu menggratiskan (menanggung), biaya pendidikan sampai tingkat Perguruan Tinggi sebagaimana yang sudah diterapkan pada tingkat di bawah perguruan tinggi. Namun, pemerintah juga berusaha dengan memberikan subsidi yang jumlah atau besarannya ditentukan oleh kemampuan wali mahasiswa. Semakin rendah penghasilan orang tua atau keluarga mahasiswa, proporsi bantuan pemerintah semakin besar sesuai dengan klasifikasi yang telah dibuat.
Dengan demikian, ada spirit keadilan di situ. Mahasiswa yang berasal dari keluarga sangat sejahtera dan kaya tentu tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah. Untuk menegakkan keadilan ini, kejujuran amat dibutuhkan dalam pengisian formulir. Mahasiswa atau orang tua diminta untuk mengisi formulir, mejawab secara jujur mengenai kemampuan ekonomi, pendapatan keluarga, kekayaan yang dimiliki dan sebagainya. Tentu saja, pengisian formulir itu disertai dengan bukti-bukti yang menjelaskan keadaan yang sebenarnya, untuk menghindari manipulasi. Tim verifikasi juga dibentuk untuk mencegah pemalsuan pengisian data.
Sebaliknya, jika terdapat mahasiswa yang seharusnya mendapatkan subsidi, namun tidak mendapatkannya bisa mengajukan pembuktian ulang.
Nah, berdasarkan isian formar yang telah diverifikasi tersebut, mahasiswa akan dikelompokkan sesuat keadaan ekonomi dan sosialnya mulai dari kelompok 1,2,3,4 dan 5. Berdasarkan kelompok itulah, akan dapat dilihat berapa UKT yang harus dtbayarkan atau berapa subsidi pemerintah yang diperoleh. Prinsipnya yang mampu membayar mahal dan yang tidak mampu membayar murah. Bahkan, untuk mahasiswa dari keluarga dhuafa yang masuk golongan 1 malah akan mendapatan beasiswa. Semoga penjelasan ini bermanfaat dan membantu mendudukkan persoalan UKT secara terang.
*Penulis merupakan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Jakarta
Average Rating