Jejak Mimpi Sang Penguasa

Read Time:2 Minute, 38 Second


Selain menjadi sarana hiburan, seni peran juga sebagai media pembelajaran. Pagelaran “Orkes Madun II Atawa Umang-Umang” mengajarkan untuk mengenal Tuhan melalui diri sendiri.

Dua belas pemain tampak duduk berjajar di atas kursi menghiasi panggung berlatar hitam yang disoroti lampu warna warni. Sinar lampu pun mulai redup, hanya proyektor dan lampu kamera yang tampak menyala menyorot panggung sandiwara.

Lonceng berbunyi dua kali, rombongan Waska—pemimpin rombongan—mulai muncul dengan memakai kostum nuansa tempo dulu. Jumlah rombongan semakin banyak seiring lonceng yang terus menggema. Seolah-olah sedang mengintip sesuatu, mereka berjajar di atas kursi dalam kegelapan. Merasa bingung, Engkos—salah seorang anggota menanyakan tindakan yang tengah mereka lakukan. Sayang, tindakan tersebut berujung maut, Ia dilempari batu oleh seluruh anggota rombongan hingga tewas.

Sebagai pemimpin rombongan, Waska mempunyai rencana besar yang diceritakan pada Ranggong—salah satu anggota rombongan. Ia berkeinginan memimpin suatu operasi besar secara simultan. Seluruh penjuru kota akan diserang dan dirampok habis-habisan. Merampok 130 bank, 400 pabrik, dan 2000 perusahaan. Bagi Waska, anak-anak lapar dan dahaga akan mengancam keheningan langit yang dapat menggetarkan para nabi dan malaikat.

Selepas itu, Waska tampak membeku dengan ekspresi senyum kecil diwajahnya. Sakit Waska kian parah. Anggota rombongan pun turut sedih dan menangis melihat Waska yang tengah sekarat. Ketika Japar mencoba mengatupkan kelopak mata Waska secara perlahan, tiba-tiba Ia bangkit dan menyemburkan ludah ke wajah Japar sembari mengumpat.

Waska seakan hilang bak mitos anak yang dilarikan kuntilanak. Sesaat kemudian seniman lewat dengan gesekan biolanya. Semua orang mewartakan kesedihannya. Mendengar kabar itu, Bigayah—kekasih Waska—melamar Waska, namun Waska menolaknya lantaran merasa umurnya masih muda—meskipun sudah berumur 100 tahun.

Menurut anggota rombongan, Waska lebih dari sekadar pemimpin. Ia berkharisma. Wajahnya yang hitam tetap bersinar seperti matahari. Melihat Waska sekarat, Borok dan Ranggong pun mendatangi Embah Putri untuk meminta jamu penangkal mati. Embah Putri pun memberikan resep jamu dadar bayi. Jamu tersebut terbuat dari jantung bayi yang dikeringkan, lalu ditumbuk dan diminum dengan minuman yang panas.

Borok dan Ranggong pun mendapat ide untuk membedah jantung bayi yang sudah mati. Mereka menggali kubur, membuka kain kafan kemudian membedah jantung bayi tersebut. Obat itu diberikan kepada Waska, Ia pun segera sembuh dan menggelar pesta untuk merayakan kesembuhannya.

Karya Arifien C. Noer ini bercerita tentang menuduhkan magma—penggalian kekayaan sumber daya alam. Kisah ini menuturkan jika seseorang sudah mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhan-Nya. Pertunjukan ini diadakan oleh Teater El Ma’na di Aula Insan Cita Ciputat pada Selasa (6/2).

Menurut Sutradara Teater El Ma’na Echo Chotib, lakon berjudul Orkes Madun II Atawa Umang-Umang ini menyajikan karya monumental Arifien C. Noer—yang juga sebagai sutradara film G30S-PKI. Echo menyatakan, Arifien baru berhenti menceritakan karya ini pada komik dan kelas Bahasa Perancis. Namun belum sampai pada penulisan naskah drama. “Naskah drama ini karya El Ma’na yang mendapat ide dari Arifien C. Noer,” ucapnya, Selasa (6/2).

Konsep yang dipilih dalam panggung sandiwara ini ialah seni dramatic reading—para pemain duduk di kursi membaca naskah dengan tidak terlalu banyak menampilkan adegan. Echo memilih seni dramatic readinglantaran seni ini belum terlalu dikenal di Indonesia, meskipun sudah mulai dirintis. “Dramatic reading itu simpel, tapi mengena,” ucapnya, Selasa (6/2).

Siti Heni Rohamna

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Konspirasi Miras di Gujarat
Next post UIN Jakarta Ubah Kalender Akademik