Read Time:5 Minute, 18 Second
Kejadian munculnya masalah depresiasi (pelemahan) mata uang rupiah cukup banyak menarik perhatian masyarakat belakangan ini, Banyak dari beberapa media berita, massa maupun netijen media sosial sibuk mewartakan persoalan tersebut. Bahkan sempat menjadi trending topik perbincangan dikalangan para akademisi politisi dan pedagang klontongan di sekeliling jalan. Perdebatan sengit antara cebong vs kampret tidak mau kalah untuk muncul pula membahas tema tentang kondisi rupiah yang makin melemah.
Terdapat beberapa negara selain rupiah Indnoesia yang terkena dampak penguatan Dollar AS. Berdasarkan data Bloomberg yang didapat dari databoks.co.id, sepanjang periode 29 Des 2017-13 Agustus 2018 nilai mata uang Bolivar (Venezuela) telah menyusut hampir 100% terhadap dolar AS. Pelemahan ini merupakan yang terdalam dibanding mata uang lainnya. Di urutan kedua Lira (Turki) yang melemah 42,88% terhadap dolar AS diikuti Peso (Argentina) terdepresiasi 36,27% di urutan ketiga. Demikian pula nilai tukar rupiah (Indonesia) melemah 7,15% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.
Kebijakan proteksi barang impor, serta tingginya laju inflasi membuat suku bunga The Fed masih berpeluang untuk kembali naik. Ini yang membuat dolar AS menguat yang berdampak terhadap melemahnya mata uang dunia, termasuk rupiah. Beberapa negara diatas yang mengalami krisis ekonomi seperti Venezuela, Argentina, dan Turki cukup memberi pengaruh adanya pelemahan mata uang negara di Asia Tenggara
Pelemahan rupiah pada tahun 2018 dimulai pada level Rp.13.542 per dolar AS lalu hingga bulan September nilainya sudah mencapai angka Rp.14.927 bahkanhampir mencapai Rp.15.000. Secara garis besar kondisi makro ekonomi tahun 2018 masih terbilang cukup baik apabila dibandingkan dengan tahun 1998 ataupun 2008. Namun posisi rupiah sudah cukup mengkhawatirkan apabila nanti akan terus merosot dan mengalami depresiasi hebat yang akhirnya berimplikasi pada krisis moneter.
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS diindikasikan salah satunya akibat program kebijakan pemerintah yang kurang memberi porsi perhatian lebih terhadap produk lokal untuk dimaksimalkan potensi ekspornya sehingga dapat mengimbangi impor dari luar. Ancaman datangnya inflasi adalah lewat penurunan secara drastis nilai mata uang suatu negara. Kondisi nya di Indonesia walaupun dengan melemahnya rupiah yang hampir menyentuh angka 15.000 namun sampai detik ini belum berdampak secara signifikan bagi usaha kecil masyarakat umum.
Pertanyaan besarnya adalah ada apa dengan depresiasi tahun 2018? mengapa bisa terjadi depresiasi terhadap rupiah? Lalu kemudian siapa yang paling merugi dan mengalami krisis sebenarnya? Dan apa dampak yang dialami masyarakat secara umum dengan pelemahan rupiah hari ini?. Kondisi kemerosotan rupiah terhadap dolar AS pada era 1998, 2008 ataupun 2018 tidak bisa dibandingkan satu sama lain karena pengaruhnya jelas berbeda pada setiap periode. Selain kondisi ekonomi, politik pun menaruh peranannya dalam memberikan pengaruh hari ini. Fluktuasi hari ini juga dipengaruhi oleh sentimen perang ekonomi negara adidaya AS dan China, sehingga berimbas pada negara dunia ketiga (negara berkembang) seperti Indonesia.(Tirto.id)
Perang dagang ekonomi mengakibatkan beberapa negara berkembang mengalami depresiasi mata uang. Indonesia sudah menempati posisi sepuluh sebagai negara dengan mata uang terlemah terhadap dollar AS. Hal ini merupakan dampak perang dagang AS dan China diprediksi akan semakin menekan nilai rupiah. Pelemahan nilai tukar yang telah terjadi selama beberapa bulan terakhir, masih akan berlanjut karena diakibatkan tekanan pasar global yang mengkunkung Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa pertarungan pasar global memiliki andil besar dalam mengintervensi perekonomian di negara-negara berkembang.
Kita ambil studi kasus di Indonesia yang dulu dimulai sejak Orde baru banyak Perusahaan dan produk menjamur di Indonesia kini mulai hilang di telan bumi seperti produsen mobil amerika Ford Motor Company sudah mulai bangkrut, toko 7-eleven yang mulai hilang dipasaran. Namun kini sudah mulai tersingkirkan oleh bisnis dan Perusahaan dari China, mulai dari investasi, pembangunan proyek,pakaian, handphone, serta mode fashion lainnya.
Fakta ini cukup membuat AS kebekaran jenggot karena lahan pasar potensial nya di Indonesia mulai digeregoti oleh rivalnya yaitu China dan salah satu manuver yang dilakukan adalah membuat konstelasi ekonomi di negara-negara bekas jajahan di Amerika latin, Afrika, Asia mengalami depresiasi mata uang lewat penaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral di AS) Amerika semakin menunjukkan dirinya adalah sebagai negara Adidaya yang memiliki Kendal perekonomian Internasional.
Lalu faktor lainnya yaitu konflik antar negara – negara kapitalis seperti AS dan sekutu di NATO melawan Rusia dan China yang pernah satu front dalam aliansi pakta warsawa mulai memanas kembali akibat hubungan geopolitik antar negara tersebut. Kali ini dipicu oleh konflik aneksasi oleh Rusia semenanjung crimea Ukraina. Secara tidak langsung ini akan juga memintervensi stabilitas perekonomian Internasional.
Sumber kompas edisi Agustus 2018 menjelaskan bahwa Rusia bersama China telah mengerahkan 303.000 pasukan untuk melakukan sesi latihan perang begitupun sebaliknya AS dan 18 Negara NATO siap menerjunkan 18.000 bahkan 30.000 personel tambahan apabila tiba-tiba muncul ancaman di wilayah perbatasan Rusia. Pertarungan dua Negara kapitalis besar Amerika dan Rusia atau China terbukti sudah memakan banyak korban yang diantaranya konflik besar itu terjadi di Irak, Suriah, Afghanistan karena negara-negara tersebut dijadikan sebagai arena pertarungan perebutan pasar sekaligus perang ekonomi yang terjadi.
Maka dari itu dalam menanggapi gejala pelemahan rupiah kali ini, seharusnya mahasiswa dapat berpikir lebih kritis, analitis dan lebih objektif lagi. Problem depresiasi rupiah bukanlah permasalahan pokok di tatanan akar rumput atau kalangan klas ekonomi menengah kebawah. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara dunia ke-3 (negara berkembang) Venezuela, Argentina maupun Indonesia adalah dampak dari serakahnya kaum kapitalis global lewat misi nya menjelang pasar bebas dunia yang sengaja membuat beberapa negara krisis agar IMF, dan World Bank bisa melancarkan politik bantuan hutang bagi Negara-negara yang stabilitas ekonominya terganggu atau sedang diambang krisis. Setelah terjerat dalam perangkap hutangnya, barulah mereka kaum kapital global menerapkan virus ketergantungan ekonomi supaya pasokan distribusi dari Negara-negara berkembang yang kaya Sumber daya Alam (SDA) ini bisa terus mereka hidup dan memperlancar produksi industri di negara mereka.
Dari beberapa ringkasan diatas, sekiranya dapat kita ambil point besarnya bahwa kita sesunguhnya tidak saja sedang terjangkit pelemahan rupiah akibat KRISIS KEUANGAN namun juga telah sejak lama mengalami KRISIS KESADARAN khususnya di kalangan kaum mudanya. Hal itu bisa kita lihat dari minimnya kawula muda dan mahasiswa yang mau menyoroti sekaligus mendiskusikan berbagai persoalan di negeri ini.
Penulis sangat rindu kapan mulai bangkit kembali budaya literasi dan diskusi kritis yang pernah berceceran di sekitar Bestment, taman kampus fakultas, dsb. Krisis kesadaran sudah menjangkit dan saya takut akan banyak Manusia-manusia yang lupa bagaimana cara memanusiakan manusia, begitulah apabila bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara masih ada sekarang ini.
*Penulis adalah Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta
Average Rating