Dalam disertasi Abdul Aziz memuat pemikiran Syahrur yang dijadikan dasar legalitas untuk seks pra-nikah. Dari judul ini, membuktikan bahwa karya ilmiah tak ada batasan dalam penentuan tema selama masih mempunyai kerangka ilmiah.
Dunia pendidikan digemparkan dengan disertasi yang ditulis oleh Mahasiswa Program Doktoral
Interdisciplinary Islamic Studies Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Abdul
Aziz. Dalam disertasinya yang berjudul Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual non-Marital menjadi polemik di kalangan akademisi. Pasalnya,
disertasi yang ditulis Aziz bersumber pada keabsahan hukum seks pra-nikah hasil pemikiran dari
seorang cedekiawan asal Suriah Muhammad Syahrur.
Pemikiran Muhammad Syahrur mengenai Konsep Milk al-Yamin diartikan sebagai hukum yang
memperbolehkan hubungan seksual pra-nikah. Akan tetapi, hukum Milk al-Yamin saat ini sudah
tak berlaku lagi. Guru Besar Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata mengatakan bahwa Milk al-Yamin sudah tidak bisa diberlakukan lagi saat ini karena akan menimbulkan dekadensi moral.
Sementara itu, Staf Ahli Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Widjajaati M. Santoso mengatakan dalam pembuatan disertasi ada berbagai sisi pendekatan yang akan dikembangkan, dikritisi hingga menemukan hasil penelitian. Selain itu, pada dasarnya semua tema karya ilmiah diperbolehkan sesuai dengan panel masing-masing.
Lebih lanjut, Santoso menambahkan mengenai disertasi Abdul Aziz yang menimbulkan perdebatan. Menurutnya, disertasi tersebut sebaiknya melihat dari berbagai perspektif. Misalnya, bila melihat dari sudut pandang gender disertasi seks halal non-marital banyak merugikan kaum hawa. “Kalau mau menolak atau mengkrititis berbasis dengan perlindungan perempuan serta norma-norma dalam masyarakat,” jelasnya saat ditemui di kantor LIPI, Kamis (19/9).
Selanjutnya, Abuddin Nata berpendapat bahwa disertasi Milk al-Yamin mempunyai dua sisi
tetapi memiliki dampak sosial yang bisa melegalisasi maraknya pergaulan bebas. Beragam
persepsi masyarakat yang berbeda-beda dan menganggap diserertasi tersebut bisa dibenarkan.
“Oleh karena itu, karya ilmiah dipergunkan untuk kepentingan akademik bukan konsumsi
publik,” ujarnya saat ditemui di ruangan Senat UIN Jakarta, Rabu (11/9).
Menanggapi perihal disertasi milik Abdul Aziz, salah satu mahasiswa Strata-3 UIN Jakarta
Zulkifli mengatakan bahwa Milk al-Yamin bukan hanya bertentangan dengan tradisi masyarakat
Indonesia tetapi juga norma Islami sendiri. Akan tetapi, jika melihat secara akademik tidak ada
salahnya selama disertasi tersebut terdapat kerangka teoritis walaupun menggunakan pemikiran
Muhammad Syahrur. Tetapi, disertasi tersebut tidak mengkomparasikan dengan studi keislaman lain, misalnya fiqih, atau sumber alquran dan hadis. “Karena kalau seks halal non-marital sudah keluar dari ruang lingkup kampus polemiknnya jadi lebih rumit,” ucapnya, Rabu (18/9).
Senada dengan Zulkifli, mahasiswa Strata-2 Ekonomi dan Syariah Riyanda Halim berpendapat dalam
membuat karya ilmiah tidak ada batasanya selama tak keluar dari pedoman penulisan karya ilmiah.
Sementara disertasi seks halal non-marital itu perlu dianulir karena bukan hanya civitas akademika yang mengkomsumsi itu tetapi masyarakat pun juga.
Hal serupa dirasakan seorang Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Keluarga semester satu Tri Maina Bella mengatakan apabila disertasi itu diabsahkan ketika khalayak membaca. Maka bisa menimbulkan pandangan sebelah mata dan tidak memandang jauh dari segi akademisnya. “Apabila orang awam yang melihatnya bisa salah mengartikan,” tutupnya, Jumat (20/9).
Nurul Dwiana
Average Rating