Oleh: Syifa Nur Layla
Judul: Mengapa kita Harus Kembali ke UUD 1945?
Penulis: Taufiequrachman Ruky, dkk.
Penerbit: Republika
Isi: xxvi + 362 halaman
Terbit: Februari 2019
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 ialah amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk membatasi masa jabatan presiden. Namun hal ini justru dimanfaatkan oleh segelintir elite guna melancarkan agenda neokolonialisme serta melibatkan pihak asing dalam pengoperasiannya.
Dalam mengamendemen UUD 1945, seharusnya melalui adendum bukan mengubahnya. Beberapa perubahannya ialah mulai berlaku system check and balance, pemisahan kekuasaan, pemilihan langsung presiden dan wakil presiden, pembentukan legislatif bikameral serta peninjauan hukum melalui Mahkamah Konstitusi.
Buku yang ditulis oleh Taufiequrachman Ruky dan teman-temannya ini menggambarkan kekacauan Indonesia sekarang ini yang diduga akibat dari amandemen tersebut. Seperti Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang membuat rakyat Indonesia terpecah. Ahli negara menyinyalir, sedari Pilpres 2004 sudah dinilai tidak sehat. Biaya politik dan demokrasi menjadi lebih tinggi sehingga korupsi merajalela.
Terlintas dalam pikiran kita, mengapa hasil amandemen tetap disebut UUD 1945 bukan UUD 2002? Pasalnya jika diubah, akan terjadi pertentangan dan konflik Tentara Nasional Indonesia serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (TNI-Polri) kepada pemerintah. Para TNI-Polri sama-sama bersumpah setia pada Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, UUD 1945 tidak disebut UUD 2002 agar pengesahan UUD amendemen berjalan mulus tanpa adanya hambatan.
Pada 2018, para aktivis mendeklarasikan Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI) untuk mengajak rakyat Indonesia bergerak agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak punah. Begitu pun dengan Persatuan Purniawan TNI-AD (PPAD). Visi dan misi kedua organisasi tersebut sama, yaitu mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
Selain GKI dan PPAD, beberapa organisasi serupa juga muncul, seperti Pembela Proklamasi ’45 (FPP ’45), Dewan Harian Nasional 45 (DHN 45), Centre Studies for Indonesian Leardership (CSIL), Gerakan Selamatkan NKRI (GSNKRI), dan Forum Aktivis Lintas Generasi. Di beberapa kampus, Universitas Indonesia membentuk Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli (GKU45) dan Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada mengemukakan Sarasehan Kebangsaan “ Mewujudkan UUD Berdasar Pancasila”.
Berbagai usaha seperti forum diskusi, kajian, seminar, simposium, pengambilan sikap, petisi hingga menyemarakkan jejak online dilakukan guna menyerukan kembali ke UUD 1945 asli melalui adendum. Menurut pasal 37 UUD 1945, UUD bisa diubah karena konstitusi bersifat dinamis. Tetapi perubahan harus berdasarkan pada UU No.5/1985 tentang Referendum dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Buku bertajuk Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? sangat menarik untuk dibaca karena menyajikan pelbagai penyimpangan UUD amendemen dan akibatnya, serta perjuangan para organisasi untuk kembali ke UUD 1945 asli. Adapun kekurangan buku ini ialah terdapat beberapa istilah tanpa disertai penjelas sehingga pembaca sendiri yang mencari artian istilah tersebut.
Average Rating