Suarakan HAM Melalui Dialog Publik

Suarakan HAM Melalui Dialog Publik

Read Time:1 Minute, 45 Second

Suarakan HAM Melalui Dialog Publik

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan Dialog Publik yang digelar di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Sabtu (12/11). Dialog terbuka itu mengusung tema Menanggapi Respons Negara atas UPR Cycle ke-4”. Sidang Universal Periodic Review (UPR) merupakan agenda pelaporan terkait kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) di negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). 


Pihak yang hadir dalam acara tersebut di antaranya Amnesty International Indonesia, ASEAN SOGIE Caucus, KontraS, SAFEnet, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Selain itu, koalisi pemerintah dihadiri oleh Perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Direktorat HAM dan Kemanusiaan. 


Mualimin Abdi selaku Direktur Jenderal (Dirjen) HAM turut hadir secara online dalam diskusi tersebut. Mualimin mengatakan, Indonesia mendapat 269 rekomendasi terkait isu HAM dalam sidang UPR putaran ke-4. “Kami telah mengundang berbagai perwakilan untuk menyeleksi berbagai rekomendasi yang disarankan,” tuturnya, Sabtu (12/11).


Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menjelaskan, pelanggaran HAM berat masa lalu dan penghilangan paksa menjadi atensi utama KontraS. Hingga kini, lanjutnya, peraturan anti penghilangan paksa tak kunjung disahkan oleh pemerintah. Menurutnya, ada beberapa kemungkinan lambatnya ratifikasi, salah satunya belum adanya upaya yang dilakukan terkait pencarian orang hilang. 


Fatia juga mengkritik perkataan Yasonna yang menyatakan bahwa Omnibus Law sudah selaras dengan standar HAM dan kelestarian lingkungan. Berdasarkan pantauannya, terdapat ribuan kasus tindakan represif pihak kepolisian terhadap demonstran penolakan Omnibus Law pada tahun 2020. “Saya bertanya-tanya di mana letak bahwa peraturan ini sudah selaras dengan HAM,” ungkapnya, Sabtu (12/11).


Fatia menerangkan, Papua selalu menjadi sorotan di mata nasional sebab stigmatisasi yang kuat, stereotyping, juga wacana negatif dari kelompok dominan. Menurut Fatia, menarik seluruh pasukan militer serta melakukan dialog damai dapat menjadi solusi masalah HAM di Papua. “Jika presiden tidak berani mengambil tindakan, masalah itu akan ada terus,” tutur Fatia, Sabtu (12/11).  


Perwakilan dari Amnesty International Indonesia, Marguerite Afra Sapiie menuturkan bahwa kebebasan pers, berekspresi, dan berkumpul telah dicederai oleh UU ITE. Menurut Afra, serangan serta intimidasi terhadap jurnalis, serta peretasan digital merupakan tindakan yang sangat menciderai kebebasan pers. “Kekerasan terhadap jurnalis dapat disampaikan kepada dewan pers, bukan ke ranah pidana,” ucap Afra, Sabtu (12/11).


Reporter: WMA

Editor: Haya Nadhira

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Menimba Ilmu Jurnalistik Lewat Webinar Econo Channel Previous post Menimba Ilmu Jurnalistik Lewat Webinar Econo Channel
Tak Terawatnya Kebersihan Lantai Tiga SC Next post Tak Terawatnya Kebersihan Lantai Tiga SC