Di daerah Kabupaten Bogor Tengah, masih terdapat sekolah yang kondisinya kurang layak. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pabuaran 2 Gunung Sindur menjadi salah satunya. Sekolah tersebut mengalami krisis pahlawan tanpa tanda jasa, sebab jumlah guru yang pensiun lebih banyak dibandingkan kedatangan guru baru.
Dengan papan tulis yang mulai hancur, anak-anak memperhatikan penjelasan guru dengan saksama. Ruang kelas yang tersedia pun tak dapat menampung seluruh siswa. Beberapa siswa bahkan harus rela berbagi mejanya dengan temannya. Dengan fasilitas yang seadanya, terlihat raut wajah yang sumringah dari guru yang mengajar.
Tri Eko Apriyanti merupakan seorang guru honorer yang telah mengajar selama enam tahun di SDN Pabuaran 2. Dalam kesehariannya, Tri harus mengajar dua kelas dalam satu waktu yang bersamaan. Meski mengalami kesulitan, hal tersebut tetap dijalani Tri demi pengabdiannya menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Tak sedikit pula tuntutan yang menghujani-nya. Dimulai dari harus menempuh pendidikan Strata 1 (S-1), hingga pengukuhan sertifikasi guru yang berlangsung alot. “Sulit untuk membagi waktu antara kelas yang satu dengan yang lain. Apalagi saat kelas olahraga, tidak semua guru bisa mengajar olahraga,” ungkap Tri, Rabu (23/11).
Aning Lusiana merupakan seorang guru senior yang telah mengajar selama sepuluh tahun di sekolah tersebut. Kendala yang dihadapinya tak hanya sebatas kurangnya guru dalam mengajar. Aning menuturkan, fasilitas sekolah yang Ia gunakan dalam mengajar pun bisa dikatakan tak layak. “Sekitar pertengahan tahun 2000 pernah terjadi hal serupa, pada akhirnya guru yang sudah pensiun masih harus mengajar,” tutur Aning, Rabu (23/11).
Syahid Kepala Sekolah SDN Pabuaran 2 mengungkapkan, sekolah tidak bisa merekrut tenaga pengajar, sebab guru yang bertugas sudah ditentukan oleh dinas pendidikan kabupaten untuk penempatan tugasnya. “Jumlah kelas ada 12, sedangkan guru yang mengajar hanya 7 orang,” ujar Syahid, Rabu (23/11).
Terkait kurangnya jumlah guru di SDN Pabuaran 2, Daniel selaku relawan kampus yang mengajar di sekolah tersebut menuturkan, guru yang bertugas bahkan harus merangkap menjadi dua wali kelas sekaligus. “Guru di sini juga harus merangkap untuk mengajar beberapa mata pelajaran,” ucap Daniel, Rabu (23/11).
Nurul Ochta Shifa menjadi relawan lainnya yang mengajar di SDN Pabuaran 2. Nurul sangat menyayangkan masih banyaknya siswa di sekolah tersebut yang belum bisa membaca. “Selain kurangnya guru, budaya literasi dan numerasi di sekolah ini juga masih sangat minim,” kata Shifa, Rabu (23/11).
Menurut keterangan Pakar Pendidikan UIN Jakarta Jejen Musfah, terkait kurangnya tenaga pengajar di sekolah, perlu adanya tata kelola guru secara menyeluruh. Untuk meningkatkan mutu guru, lanjutnya, perlu adanya pengembangan kompetensi berkelanjutan melalui seminar, pelatihan, serta menyediakan fasilitas yang memadai untuk calon tenaga pengajar.
Jejen berharap, dinas terkait dapat memiliki kepekaan untuk mengontrol kebutuhan tenaga pengajar. “Rekrutmen guru setiap tahunnya harus sesuai kebutuhan dan keahlian,” kata Jejen, Rabu (23/11).
Raporter: BAP
Editor: Alfiarum Cahyani