(Ilustrasi : Eko Ramdani) |
Read Time:2 Minute, 9 Second
Indonesia adalah salah satu negeri yang mempunyai banyak kekayaan. Dari sumber daya alam, sampai ragam budaya. Menjaga harta yang telah dimiliki adalah hal yang wajib bagi setiap negara. Tetapi, upaya mencuri kekayaan negara tetap terjadi, terlebih pada sektor perpakjakan yang didapatkan dari uang rakyat. Pelakunya adalah mereka yang mendapatkan amanat untuk menjadi wakil rakyat.
Korupsi adalah salah satu ‘borok’ yang sedang ‘diobati’ Indonesia. Bukan hanya satu atau dua kasus, tetapi banyak dan terus terjadi kasus serupa. Praktik korupsi bukan hanya terjadi di perkotaan, namun juga sampai tingkat pedesaan. Mereka yang mempunyai posisi penting dalam sebuah organisasi terkadang berperan sebagai tokoh utama.
Banyak cara untuk mecegah terjadinya korupsi, namun tetap korupsi terus terulang. Salah satunya adalah membentuk lembaga anti korupsi. Di Indonesia sendiri, ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah banyak menangani kasus korupsi besar.
Walau berkerja untuk mencari kebenaran, bukan berarti KPK mempunyai kekuatan yang besar. Banyak masalah yang menimpa KPK, mulai dari konflik dengan Polri, sampai upaya pelemahan, salah satunya revisi undang-undung (UU) yang menjadi dasar kekuatan KPK. UU yang hendak direvisi adalah nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Revisi pertama adalah pelarangan penyadapan. Larangan penyadapan hanya akan menyulitnya pengungkapan praktik korupsi, karena banyak kasus terungkap dari penyadapan, seperti suap di Sumatra Selatan yang melibatkan Bupati Musi Banyuasin, Fahri Azhari. Maka dari itu, diperlukan kebebasan bekerja untuk KPK, karena dengan kebebasan akan banyak kasus terungkap. Namun, data dari penyadapan tersebut sepatutnya tidak untuk konsumsi masyarakat, karena itu adalah dokumen pribadi.
Kedua adalah penghapusan wewenang penuntutan juga dapat melemahkan KPK. wewenang penuntutan bertujuan untuk mempercepat penanganan praktik korupsi. Jika peradilan korupsi dilakukan berlarut-larut akan memungkinkan penghilangan bukti yang belum terungkap. Hal tersebut juga mengganggu pekerjaan, karena masih banyak kasus yang perlu diselidiki dan saling berkaitan. Dikhawatirkan pula pelaku lain melarikan diri dan akan menghilangkan bukti korupsi.
Terakhir, pembentukan badan pengawasan KPK. Badan ini akan berugas untuk kinerja KPK. Dengan dibentuknya badan pengawasan dirasa dapat mengurangi kebebasan penyelidikan. Badan ini dianggap tidak perlu karenasudah banyak pihak yang mengawasi KPK, mulai dari berbagai lapisan masyarakat sampai di internal KPK sendiri. Maka dari itu, perlu adanya kebebasan untuk kerja KPK. Hal tersebut karena kebebasan adalah ujung tombak sebuah fakta besar yang terkadang sengaja disembunyikan.
Dengan demikian, revisi UU KPK tidak perlu dilakukan. Cukup pengawasan ketat oleh semua lapisan masyarakat demi menekan laju korupsi. Koreksi dan kritikan atas kebijakan yang berkaitan dengan KPK perlulah dilakukan, karena kini banyak petinggi yang ingin melemahkan KPK. Selain itu, pendidikan antikorupsi perlu ditanamkan di setiap jenjang pendidikan. Hal tersebut dilakukan agar generasi penerus bangsa tidak menjadi “tikus berdasi”
ER
Average Rating