Selesaikan Masalah dengan Berpikir Matematik

Read Time:1 Minute, 56 Second

UIN Jakarta, INSTITUT– Di era kemajuan ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Setiap orang dituntut untuk mampu bersaing secara global. Salah satu cara meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), melalui sistem pendidikan yang bisa mengembangkan kerangka berpikir, salah satunya yaitu berpikir matematik.
Kusnandi, Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, kemampuan berpikir matematik bukan hanya untuk orang yang mendalami matematika, tapi untuk semua kalangan. Dalam materi yang berjudul “Tinjauan Teoritis Tentang Kemampuan Berpikir Matematik”, ia mengatakan, ada tiga aktivitas matematik, yaitu pemahaman, investigasi, dan kebenaran.
Lanjutnya, problematika kehidupan akan mudah diselesaikan jika seseorang berpikir secara matematik. Karena setiap permasalahan yang sedang dihadapi dipresentasikan dengan dua huruf, yaitu p dan q. p adalah sebab-sebab, sedangkan q adalah konklusi atau kesimpulan. Rumusnya adalah p→q, yaitu jika p benar dan q benar, maka p→q benar.
Kusnandi memberi contoh berpikir matematik, banyaknya pejabat pemerintah yang melakukan korupsi, karena mereka tidak melakukan salat dengan benar. Misalnya, salat dinotasikan dengan p dan tindakan dinotasikan dengan q, maka jika p benar, q pun benar.
“Jika seseorang masih asal-asalan dalam melakukan salat. Mereka pun masih akan terpengaruh untuk melakukan hal yang tidak baik,” ujarnya dalam seminar “Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Matematik” di Auditorium Prof. Harun Nasution, Rabu (23/10).
Dalam berpikir matematik, ia menuturkan, ada metode berpikir deduktif dan induktif. Deduktif, yaitu menarik permasalahan yang bersifat umum, lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Sedangkan, induktif  adalah kebalikan dari deduktif, menarik hal-hal khusus menjadi umum.
Sementara itu, Ahmad Mudrika, Guru di salah satu Pondok Pesantren di Bandung mengatakan, orang yang berpikir matematik bisa menerima perubahan. Misalnya kurikulum 2013, “Kita jangan dulu menolak, perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan. Tapi, kalau dalam pelaksanaannya tidak tepat, baru kita koreksi,” ujarnya.
Mudrika mengatakan, kurikulum 2013 akan menerapkan sistem scientific approach atau pendekatan sains yang menitikberatkan pada observing (mengamati), questioning (menanya), associating (menalar), experimenting (mencoba), dan networking (mengkomunikasikan atau membentuk jejaring).
Sistem pembelajaran bukan lagi teacher oriented tapi student oriented. Siswa tidak lagi menghafal materi pelajaran, tapi belajar membangun sendiri pengetahuannya dan menyelesaikan permasalahan. “Bukan saatnya lagi guru menyuruh siswa mengerjakan LKS, lalu pergi. Kalau seperti itu mending tidak usah jadi guru,” ujarnya.
Ia pun menyarankan, sebelum proses pembelajaran guru harus membuat skenario untuk mengarahkan siswa dalam membangun pengetahuan. Guru pun harus menggali kesalahan yang dilakukan siswa agar mereka bisa mengetahui mana yang benar dan salah. (Anas)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mahasiswa Tuntut Kaprodi HI Dipecat
Next post TABLOID EDISI 28