Agama dalam Perkembangan Filsafat dan Sains

Read Time:2 Minute, 6 Second

Dewasa ini, peran dan nilai agama memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Ilmu Filsafat dan Sains. Oleh karena itu, Alquran harus menjadi referensi dan pedoman utama bagi kehidupan manusia.

Sayangnya, kini masih banyak orang yang menganggap agama hanya sebatas simbol belaka. Manusia belum sepenuhnya menggunakan dimensi spiritualnya dalam menyelesaikan masalah. Padahal, mereka telah diberi kesempurnaan fisik dan akal pikiran.
Demikian yang disampaikan oleh dosen Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mulyadi Kartanegara dalam Seminar Internasional bertajuk Religion, Philosophy, and Science (Agama, Filsafat, dan Ilmu Pengetahuan) yang diadakan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) di Auditorium Harun Nasution, Kamis (20/11).
Hadir sebagai salah satu pembicara dalam seminar, Mulyadi mengangkat makalahnya yang berjudul ‘Comparative Epistemology in Islamic and Western Philosophy: Strong and Weakness’ (Perbandingan Epistemologi Islam dan Filsafat Barat : kelebihan dan kekurangan). Menurutnya, hubungan antara agama, filsafat dan ilmu pengetahuan sangat berpengaruh dalam beberapa aspek kehidupan seperti, sosial, seni, dan budaya.
Menurut Ibnu Khaldun, lanjut Mulyadi, salah satu tujuan agama adalah menjamin pelaksanaan hukum syariat oleh penganutnya. Meski begitu, agama pun memiliki fleksibilitas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan umum.
Selain Mulyadi, turut hadir sebagai pembicara, Mohamad Nasrin Nasir (Wakil Direktur Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam Universitas Sains Islam Malaysia) dan Seyed Mohammad Hossein Navvab (Dekan of Islamic School of Art of Iran).
Berbeda dengan Mulyadi, Nasrin, dalam makalahnya yang berjudul ‘Religion, Philosophy, and Sciences in Islamic Cosmologi Point of View’ (Agama, Filsafat, dan Ilmu Pengetahuan dalam Pandangan Islam Kosmologi) menjelaskan, dalam Islam, alam semesta memiliki arti ganda. Satu merujuk ke alam semesta secara fisik, kedua merujuk pada makhluk sebagai ciptaan Tuhan.
Menurutnya, pemahaman kosmologi dalam Islam sering didasarkan pada hubungan antara tidak suci dan suci, bersifat univesal dan transenden (berada di luar kesanggupan manusia). Namun, sejak ilmuwan Barat meneliti alam semesta, mereka menyimpulkan, bahwa kosmologi didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan, kata Nasrin, telah melahirkan kajian yang bervariasi yang juga menjadi sumber nilai etis. Menurutnya, nilai etislah yang berguna mengantisipasi dampak negatif dalam penerapan sains pada saat ini. “Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dalam penerapannya memang harus  diperhatikan,” ujarnya.
Lain Nasrin, lain pula dengan Sayed Mohammad Hossein Navvab. Dalam makalahnya yang berjudul ‘Philosophy of Art in Islamic’ (Filsafat Seni dalam Islam), Dekan Sekolah Seni Islam Iran itu merasa kecewa terhadap keberadaan bidang studi seni yang belum merata. Seni belum mendapat perhatian serius, apalagi terkait teks-teks seni keislaman.
Ia mengeluhkan buku-buku filsafat seni dalam islam yang hingga saat ini masih sulit ditemukan. Berbeda dengan buku seni mistis yang lebih mudah didapat. Namun, Ia berharap keindahan filsafat seni dalam Islam bisa lahir kembali.

TS

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Pekerjaan Rumah Rektor Terpilih
Next post Tak Konsistennya Jadwal Pemira