Kenaikan BBM Buat Ekonomi Nasional Tak Stabil

Read Time:2 Minute, 6 Second
(Sumber: Internet)

Oleh: Arini Nurfadilah*

Baru-baru ini, tepatnya 28 Maret 2015, Tanah Air kembali dikejutkan oleh kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium. Presiden menaikkan harga BBM sebesar Rp500 dari Rp6.800 per liter menjadi Rp7.300 per liter. Ini bukan kali pertama Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM karena sebelumnya sempat berubah pada 2014 silam. 

Kenaikan harga BBM sangat disayangkan, mengingat perubahan peran Indonesia sebagai salah satu penghasil minyak dunia telah berubah menjadi pengimpor minyak. Hal ini terjadi karena tiap tahun produksi minyak Indonesia semakin berkurang, sedangkan pemakaian semakin bertambah. Seperti dilansir dari tempo.co bahwa konsumsi minyak Indonesia defisit 150 juta barel per tahun.

Sejauh ini, pemerintah harus mengeluarkan dana subsidi BBM yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) agar masyarakat dapat membeli  BBM dengan murah. Tetapi, naiknya harga minyak dunia membuat pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada masyarakat dengan harga normal  karena dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi BBM semakin tinggi.
Kenaikan harga BBM berdampak bagi masyarakat, khususnya golongan ekonomi menengah ke bawah. Fenomena ini pun merugikan masyarakat yang sering menggunakan angkutan umum karena tarif angkutan yang melonjak seiring perubahan harga BBM.

Pasalnya, tarif angkutan umum akan naik jika harga BBM naik, begitu pun sebaliknya. Akan tetapi, para supir angkutan umum tidak menerapkan prinsip tersebut. Kebanyakan dari mereka menaikkan tarif tanpa mempertimbangkan fluktuasi harga BBM.

Memang, kenaikan harga BBM bukan menjadi hal mustahil di tengah inflasi tinggi dan nilai tukar rupiah yang lemah. Hanya saja, kebijakan mengenai kenaikan harga BBM diambil dalam waktu singkat dan frekuensi yang sering, sehingga menimbulkan ketidakstabilan ekonomi nasional.
Adanya kebijakan terkait harga BBM juga memicu penolakan masyarakat, terutama para mahasiswa. Mereka menyambut kebijakan ini dengan demonstrasi yang menimbulkan ricuh dimana-mana.
Harusnya, pemerintah mempertimbangkan keadaan bangsa dengan memperhitungkan kebijakan yang diambil dan memerhatikan perencaaan yang telah dibuat sebelumnya, tidak plin-plan dengan kebijakan harga BBM. Selain itu, pemerintah perlu membuat peraturan tentang keseragaman tarif angkutan yang sesuai dengan perubahan harga BBM.
Untuk menghindari kenaikan harga BBM, pemerintah pun perlu menggantikan peran BBM menjadi Bahan Bakar Gas (BBG). Meskipun BBG sudah ramai di pasaran Indonesia, namun masih jarang penduduk Indonesia yang memakainya. Dari itu, pemerintah harus menggiatkan lagi penggunaan BBG dengan memperbanyak Stasiun Pengisi Bahan Bakar Gas (SPBG).
Di satu sisi, BBG memang belum bisa menggantikan peran BBM sepenuhnya, namun di sisi lain, setidaknya bisa menjadi alternatif bahan bakar kendaraan di Indonesia. Sehingga BBM bukan jadi satu-satunya bahan bakar kendaraan bermotor.

*Penulis adalah mahasiswa semester 6, jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, FAH, UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kurangnya Toleransi Antar Umat Beragama
Next post Bersama Marjinal, Mahasiswa Deklarasikan Tolak Pabrik Semen