Demam batu mulia kini melanda berbagai kalangan di Indonesia, mulai dari masyarakat hingga mahasiswa. Biasanya, mereka membuat batu mulia jadi beragam perhiasan laiknya cincin, gelang, serta liontin dengan berbagai jenis batu seperti Bacan, Kalimaya, Yaman, dan Giok Aceh.
Read Time:2 Minute, 37 Second
Salah satu pengagum batu mulia, Anisa Khoerunisa, Mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, sejak kecil sudah akrab dengan batu mulia. Ia biasa memakai batu sebagai cicin dan liontin.
Keluarga Anisa pun mengoleksi batu mulia, seperti Yaman, Safir, Zamrud, Lumut Aceh, Kalsedon, Panca Warna, dan Kecubung Kalimantan. Ia pun sangat tertarik dengan Zamrud dan Yaman.
Setiap batu mulia yang ia miliki berasal dari teman-teman ayahnya yang juga kolektor batu mulia. “Kalau enggak beli batu ya tukeran aja sama kolektor lainnya,” ujar Mahasiswi Jurusan Kesehatan Masyarakat ini, Jumat (17/4).
Anisa bercerita, ia paling suka menyoroti batu mulia dengan sinar lampu yang akan memunculkan bintik cahaya menyerupai bintang. Momen itu membuatnya kagum. “Keindahan batu juga bisa dilihat dari usianya. Semakin tua batu mulia, akan lebih indah dilihat,” tambahnya.
Selain menjadi primadona karena keindahannya, batu mulia juga memiliki nilai jual tinggi. Tak sedikit mahasiswa melihat fenomena batu mulia sebagai peluang usaha.
Misalnya Gardika Kay Rizka. Sudah hampir setahun Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) berkecimpung dalam dunia jual beli batu mulia. Berawal dari sang ayah yang gemar mengoleksi batu mulia, ia pun ikut tertarik.
Selain itu, intensitas pertemuan Gardika yang rutin dengan penggemar batu mulia lainnya membuatnya lebih mengenal batu mulia. “Banyak ngobrol dengan penggemar batu lainnya juga penting, bisa menambah wawasan, dan jaringan pemasaran batu akik,” ungkap pria yang akrab disapa Togar, Rabu (16/4).
Dari segi keindahan, lanjut Togar, batu mulia mampu membuat orang berdecak kagum begitu melihatnya. “Indonesia itu kaya! Akik juga bagian dari kekayaan indonesia, dengan memakainya kita sudah melestarikan kebudayaan tanah air,” katanya.
Togar juga memfasilitasi bagi penyuka batu mulia. Ia bersedia mencari berbagai jenis batu untuk pelanggannya dengan harga yang disepakati. “Tidak ada harga pasti, harga itu biasa dinilai dari kualitas dan keindahan coraknya,” jelas pria asal Jawa Timur ini.
Lebih lagi, Togar mengatakan, batu mulia juga memiliki nilai jual tinggi sehingga banyak orang yang memburunya. Togar pun merasakan manfaat penjualan batu akik, dari setiap penjualan batu, ia bisa mendapatkan uang berkisar Rp100 ribu hingga Rp1 juta. “Lumayan uangnya bisa buat jajan dan biaya hidup sehari-hari,” ujarnya.
Sama halnya Togar, Risman Sulaeman Mahasiswa Fakultas Ushuludin (FU) juga menjual batu mulia. Batu mulia yang ia jual berjenis Giok Aceh. Untuk satu bongkah giok bisa terjual Rp800 ribu. Giok itu ia dapatkan dari temannya yang berada di Aceh dengan membelinya langsung. Risman biasa memasarkan gioknya melalui media sosial atau di toko keluarganya.
Salah satu penjual batu mulia di Jalan Pesanggrahan, Ciputat, Tangerang Selatan, Tirta Wijaya mengiyakan kalau saat ini mahasiswa juga ikut demam batu mulia. Ia pun beberapa kali mendapati mahasiswa datang ke tempatnya. “Ada yang mau cari batu, cuma ngasah, atau liat-liat saja,” jelasnya, Jumat (17/4).
Di sisi lain, Risman menyadari batu tak hanya mempunyai nilai jual. Tapi, juga memiliki nilai sejarah yang lekat dengan kebudayaan Indonesia. “Batu mulia kan warisan alam Indonesia,” tutup Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis ini.
Yasir Arafat
Average Rating