Sosialisasi Repository Belum Optimal

Read Time:3 Minute, 56 Second
Sosialisasi yang tak menyentuh seluruh mahasiswa, pengelolaan yang buruk, serta fasilitas yang kurang memadai membuat Institusional Repository UIN Jakarta kurang peminat.
Tuntutan menyelesaikan skripsi untuk meraih gelar sarjana, membuat mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Dendy Harmadi kian intens mengunjungi Perpustakaan Utama (PU) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Akan tetapi sering kali buku yang ia cari tak tersedia di PU maupun Perpustakaan Fakultas (PF).
Demi memperkaya referensi serta bahan materi skripsi, Dendy pun beberapa kali mengunjungi Perpustakaan Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta di Kuningan, Jakarta. Padahal sebenarnya UIN Jakarta telah memiliki Institutional Repository UIN Jakarta, fasilitas bagi mahasiswa dalam mencari referensi secara bebas dan terbuka berbasis online. Akan tetapi, Dendy baru tahu keberadaan repository UIN Jakarta setelah lima bulan terakhir  ini.
Repository merupakan kumpulan ragam karya ilmiah digital mulai dari skripsi, tesis, sampai disertasi. Adanya repository pun mempermudah masyarakat khususnya mahasiswa untuk mencari referensi karya ilmiah secara online
Namun, Dendy mengatakan, koleksi karya ilmiah di repository UIN Jakarta masih minim dibanding universitas negeri lainnya, seperti Universitas Diponegoro, Universitas Indonesia (UI), Universitas Pendidikan Indonesia (IPI). Selain itu, beberapa bahan skripsi di laman Institutional Repository UIN Jakarta pun kadang tak bisa dikunjungi. “Kecewa sih, pas liat Repository eh gak bisa,” ujarnya, Rabu, (21/10).
Serupa Dendy, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom), Mira Rachmalia mengaku, baru sebulan lalu ia mengetahui adanya repository UIN Jakarta. Lebih lagi, tiga kali ia mencoba mengunjungi repository UIN Jakarta, namun, layanan website tidak tersedia. Walhasil ia justru mencari referensi bahan skripsi di repository universitas lain seperti Universitas Bina Nusantara (Binus), Mercu Buana, dan Esa Unggul.
Mira pun berharap, pengelola PU lebih menyeluruh ke semua fakultas dalam mensosialisasikan repository di UIN Jakarta. Dengan begitu mahasiswa dapat dengan mudah mengakses sembari mencari referensi tanpa harus mendatangi langsung perpustakaan. “Baiknya repository juga gencar dikenalkan oleh pengelola PF semua fakultas” katanya, Kamis (22/10).
Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Institut tentang pengetahuan mahasiswa terhadap kebaradaan repository UIN Jakarta tercatat 62,4 % dari 100 responden mahasiswa mengaku, tidak mengetahui adanya repository UIN Jakarta. Sementara 83,4 % mahasiswa belum memahami fungsi repository, 87,1 % mahasiswa kurang dari tiga kali mengunjungi repository, dan 49,7 % mahasiswa masih mencari referensi di blog-blog khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah.
Bagi sebuah lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi, repository sangat diperlukan mahasiswa. Selain bisa membantu mempermudah mencari referensi dalam penyelesaian tugas akhir, repository juga menjadi salah satu poin penilaian akreditasi bagi sebuah perguruan tinggi. Selain itu, keberadaan repository juga dapat membantu mencegah terjadinya tindak plagiarisme.   
Menanggapi hal itu, Kepala PU UIN Jakarta, Amrullah Hasbana memaparkan, sebenarnya sosialisasi repository UIN Jakarta menurutnya sudah maksimal. Sejak awal Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK), Lanjut Amrullah,  pengelola PU juga sudah memperkenalkan repository pada mahasiswa baru. Informasi mengenai repository dapat diketahui melalui website UIN Jakarta, brosur PU sampai workshop di setiap fakultas. “Hanya saja banyak mahasiswa acuh dengan sosialisasi dan pemberitahuan dari PU,” paparnya, Jumat, (23/10).
Di sisi lain, Amrullah pun mengiyakan masih banyak kekurangan dalam pelayanan repository bagi mahasiswa. Lambannya proses memasukan karya ilmiah digital ke repository adalah salah satunya. Ia menyadari PU tak memiliki petugas yang cukup untuk mengelola repository.  Fasilitas dan sarana pun kurang memadai. ”Software repository harus diperbaharui dan komputernya juga mesti bagus,” katanya.  
Hal serupa diutarakan Staf Teknik Informasi (TI) dan Otomasi PU UIN Jakarta, Lutfie Irhason, dalam mendigitalisasi karya ilmiah memang butuh waktu lama. Apalagi petugas yang mengerjakan repository terbatas, oleh karenanya sejak 2014 hingga sekarang, PF bisa memasukan karya ilmiah mahasiswanya sendiri. Namun, sebelum ada dalam repository karya ilmiah tersebut harus diverifikasi ulang oleh petugas PU.
Akan tetapi, menurut Ade repository malah menjadi pekerjaan tambahan bagi pengelola PF di antara minimnya petugas. Maka dari itu, untuk mengoptimalkan pengelolaan perpustakaan, dirinya  berkerjasama dengan Jurusan Ilmu Perpustakaan (IP) FAH dalam mengelola repository UIN Jakarta. “Jadi, kini petugas repository dari mahasiswa IP,” jelasnya, Kamis (22/10). 
Senada dengan Ade, Staf Pelayanan dan Sirkulasi PF Fidikom, Nuryadi Fasah menerangkan, lambannya kinerja PF banyak disebabkan sedikitnya petugas dan juga kurangnya pelatihan pengelolaan repository untuk petugas PF. “Inisiatif aja, dateng langsung ke staf PU buat belajar pengelolaan repository,” terangnya. Jumat, (23/10).
Terkait hal itu, Lutfie menanggapi, sebelumnya PU telah mengadakan pelatihan pengelolaan repository kepada seluruh pengelola PF di UIN Jakarta. Di sisi lain, ia pun tak menampik ada beberapa PF yang kurang maksimal dalam mengelola repository, terutama lambat dalam memasukan karya ilmiah ke repository. “Kami hanya bisa mengingatkan tidak untuk menyalahkan,” jelasnya, Jumat, (23/10).
Ade juga mempertanyakan fungsi repository UIN Jakarta yang tak lebih dari websiteserupa yakni,  tulis.uinjkt.ac.id. “UIN harus tegas mau pakai sistem repository atau tulis,” tambahnya, Jumat, (23/10). Sebab bila keduanya tetap dijalankan maka tidak maksimal dan akan saling tumpang tindih sistem.
Yasir Arafat

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Melestarikan Budaya ala RDK
Next post Sosialisasi Lamban Picu Keributan