Kode Etik Polisi, Kemana?

Read Time:2 Minute, 6 Second
Oleh : Nurlely Damayanti*
Dewasa ini, kebutuhan akan terlindungnya diri pribadi menjadi sangat signifikan untuk dilakukan. Pasalnya, setiap manusia sudah dikodratkan untuk mendapat jaminan atas keselamatan pribadinya dari sang pencipta. Maraknya perilaku kurang menyenangkan menjadi salah satu penyebab perlunya penegakan yang tak pandang bulu.

Salah satu penjaminan akan keselamatan dan keamanan pribadi ialah  polisi. Sebagai mana dengan visi utamanya untuk mewujudkan pelayanan kemanan dan ketertiban masyarakat yang prima, serta tegaknya hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap juga terjalinnya sinergi polisional yang proaktif. Dengan begitu, peran polisi tak dapat dianggap remeh untuk menegakan keamanan bagi setiap individu.

Namun, bagaimana jika peran-peran itu justru tercoreng akibat perilaku sewenang-wenang yang justru mengancam keselamatan bermasyarakat? Faktanya, hal itu marak terjadi dalam kehidupan berbangsa masa kini. Aparatur negara yang seharusnya menjadi contoh bagi pembentukan masyarakat yang damai dan tenteram, justru harus ternodai dengan catatan hitam buntut kesewenang-wenangan polisi.

Padahal negara sudah mengatur terciptanya rasa aman dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Pasal 30 yang bunyinya setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Namun, yang marak terjadi saat ini justru aparatur negara yang cenderung untuk mengingkari terlaksananya UU tersebut.

Kasus kekerasan yang melibatkan oknum kepolisian yang masih hangat diingatan ialah pemukulan terhadap wartawan. Kejadian ini bermula saat aparat Polisi Sektor (Polsek) Banyumas membubarkan paksa demonstran yang sudah melewati batas waktu berdemo. Penolakan terhadap pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Gunung Slemet ini akhirnya berujung baku hantam.

Kepolisian yang tergabung dalam Polsek Banyumas ini telah melakukan penganianyaan terhadap salah satu wartawan Metro TV, Darbe Tyas. Adapula wartawan kampus Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang juga mengalami seretan dan pukulan dalam pembubaran demonstran yang terjadi pada, Senin (9/10).

Sebelumnya, kejadian serupa sudah pernah terjadi. Tepatnya pada 10 Mei 2017, salah satu anggota Polisi Daerah Metro Jaya Jakarta merampas handphone salah seorang wartawan Palembang. Seluruh foto dan video yang berisi rekaman peliputan penggerebekan yang diikutinya dihapus oleh oknum polisi tersebut.

Kejadian seperti ini, sebenarnya dapat dikendalikan apabila ada peraturan yang tegas dalam institusi kepolisian. Selain itu, penerapan kode etik yang tak maksimal juga menjadi penyebab dari adanya penyelahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian. Apabila kode etik dijalankan secara benar dan konsisten maka kejadian diatas tidak akan pernah terjadi.


Selain melanggar hukum dan kode etik perilaku tersebut secara tidak langsung dapat memeberi contoh negatif kepada masyarakat. Padahal, aparatur negara sudah selayaknya menjadi contoh yang baik bagi kehidupan masyarakat. 

*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mahasiswa Terkapar, Dikeroyok Satpam
Next post PTS Perlu Benahi Sistem