Dua Mata Pisau Larangan Thrifting di Indonesia

Dua Mata Pisau Larangan Thrifting di Indonesia

Read Time:2 Minute, 43 Second
Dua Mata Pisau Larangan Thrifting di Indonesia

Maraknya praktik impor thrifting di Indonesia dianggap berdampak pada sektor ekonomi dan kesehatan. Namun, thrifting memiliki dampak baik bagi lingkungan yang jarang tersorot.


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa industri fesyen menempati urutan kedua sebagai penyumbang polusi dunia setelah perminyakan. Industri fesyen dikatakan menyumbang 10% emisi karbon global serta 20% produksi air limbah. Hal ini dipengaruhi oleh fast fashion—strategi bisnis yang menekankan perubahan fesyen dengan cepat—yang menuntut produksi pakaian secara masal dan terus-menerus. Jika fast fashion terus berlangsung, industri ini diperkirakan akan menyumbang 50% emisi karbon global pada 2030.

Hadirnya thrifting atau kegiatan jual-beli barang bekas layak pakai dipercaya sebagai solusi bagi masalah lingkungan tersebut. Thrifting sejalan dengan tujuan Sustainable Development Programs (SDGs) ke-12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab dengan menggunakan kembali barang bekas. Praktik thrifting di Indonesia saat ini banyak dilakukan dengan mengimpor pakaian bekas dari luar negeri. Namun, muncullah permasalahan lain dari segi perekonomian dan kesehatan sehingga pakaian-pakaian tersebut dimusnahkan.

Dilansir dari Tempo.co, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan pembakaran terhadap ratusan bal produk thrifting yang hendak diperjual-belikan di Indonesia. Alasannya, produk bekas impor ini dianggap mengganggu perekonomian produk dalam negeri serta dikhawatirkan membawa jamur dan penyakit tertentu. 

Dosen Prodi Biologi, Lily Surayya Eka Putri menyarankan pemerintah membuat standar impor limbah padat. Setiap barang impor yang masuk, ujarnya, akan diperiksa dahulu keberadaan senyawa kimia dan mikroorganisme berbahaya yang terkandung di dalamnya, “Jadi, selama standar itu sudah terpenuhi, harusnya limbah thrifting ini tidak masalah,” tutur Lily, Rabu (10/5).

Menurut Lily, langkah pemusnahan pakaian bekas yang dilakukan pemerintah saat ini sudah benar selama aturan baku tentang limbah padat belum dibuat. “Cara pemusnahan limbah yang paling aman adalah pembakaran karena kalau dibakar semua mikroorganisme akan musnah,” terangnya, Rabu (10/5).

Yundari Indriani, Mahasiswa Program Studi (Prodi) Bimbingan Penyuluhan Islam mengaku beberapa kali membeli barang thrifting dikarenakan kualitasnya bagus dan harganya yang terjangkau. Selain thrifting, Yundari pernah memberikan barang bekasnya untuk dipakai kembali sebagai usaha mengelola limbah pakaian. “Kadang baju-baju yang jarang terpakai dikasih ke orang lain biar tetap bermanfaat,” ucapnya, Senin (15/5).

Mahasiswa Prodi Psikologi, Ajeng Ayu Kinanti beberapa kali mendatangi Pasar Senen untuk melakukan thrifting. Ia mengetahui bahwa thrifting menggunakan konsep reuse—pemakaian kembali—dan berdampak positif pada lingkungan. Menanggapi larangan impor pakaian thrifting oleh pemerintah, Ajeng mengaku kurang setuju sebab pakaian termasuk sampah yang tidak mudah terurai. “Baju ini sebenarnya bisa dipakai kembali. Kalau distribusinya diberhentikan, apakah tidak memberi dampak negatif bagi lingkungan?” ungkapnya, Sabtu (27/5). 

Lathifiyah Wahyuningrum, Staff Media Sosial Tukarbaju Zero Waste Indonesia menilai thrifting produk lokal merupakan jalan tengah yang bisa diambil. Dengan begitu, masyarakat Indonesia akan mengurangi emisi karbon—khususnya dari proses impor—dan memperpanjang usia pakaian bekas terkait. “Secara tidak langsung mereka melibatkan produsen lokal mengarah ke bisnis yang sirkular dengan memperpanjang usia baju-baju bekas lewat cara menjualnya kembali,” ujarnya, Jumat (26/5). 

Lathifiyah mengungkapkan, thrifting bukanlah satu-satunya cara mengurangi limbah dan polusi hasil produksi pakaian, melainkan dengan memperhatikan konsep Buyerarchy of Needs. Konsep tersebut menjelaskan tingkat pemenuhan kebutuhan manusia mulai dari memaksimalkan pemakaian barang yang dimiliki hingga pembelian barang baru. “Urutan thrifting ada di posisi keempat dari bawah yang artinya thrifting bukanlah langkah utama mengurangi limbah dan produksi pakaian,” pungkasnya, Jumat (26/5). 

Reporter: SDC

Editor: Febria Adha Larasati

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
100 %
Buku Antik Jadi Daya Tarik Previous post Buku Antik Jadi Daya Tarik
Ragam Perjuangan Gapai Sarjana Next post Ragam Perjuangan Gapai Sarjana