(Sumber: Internet) |
Read Time:1 Minute, 59 Second
Oleh : Yayang Zulkarnaen*
Satu per satu anak menjadi korban kejahatan seksual orang dewasa. Tak hanya di Jakarta, kejahatan seksual terhadap anak terjadi di seluruh daerah Indonesia. Yang terbaru, kasus kejahatan seksual diiringi pembunuhan terjadi pada Putri NF seorang siswi kelas dua di Kalideres, Jakarta Barat.
Pada 2 Oktober 2015, siswa berusia 9 tahun diperkosa oleh residivis bernama Agus Darmawan. Putri dibunuh bukan karena Agus menyimpan dendam kepadanya atau keluarganya melainkan karena pelaku ingin menyembunyikan kejahatan seksual yang ia lakukan.
Setelah genap 18 hari, jasad Putri ditemukan tak bernyawa dalam sebuah kardus bekas minuman ringan. Karena intensnya ekpos berita tentang banyaknya tindak kejahatan seksual terhadap anak alhasil masyarakat menuntut revisi hukuman untuk pelaku kejahatan seksual.
Komnas Perlindungan Anak mengusulkan revisi Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ke Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu poin yang diajukan, yakni pemberian hukuman kastrasi atau kebiri kelamin bagi pelaku kejahatan seksual (paedofil). Melalui tuntutan itu, masyarakat berharap pemerintah tidak perlu lagi memberikan wacana perihal hukuman suntik kebiri kepada paedofil atau penjahat seksual terhadap anak-anak.
Penyakit paedofil bisa kambuh dan jika dibiarkan akan kembali memakan korban. Meskipun pelaku sudah dipenjara kelak,tetap saja ia akan mengulangi perbuatannya. Hukuman kebiri akan membuat pelaku kejahatan paedofil menjadi jera.
Tuntutan tersebut dengan gamblang dipaparkan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am Sholeh yang menyatakan, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) kebiri untuk paedofil merupakan salah satu alternatif selain menunggu Rancangan Undang-undang (RUU) atas Perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Rencana membuat peraturan hukuman kebiri tersebut, harus segera dikonkretkan lewat peraturan yang jelas dan tegas.
Sesuai ketentuan perundang-undangan, presiden dapat membuat perppu dengan alasan kegentingan dalam suatu permasalahan. Oleh karena itu, akan lebih baik jika revisi peraturan perlindungan anak ini dilakukan melalui perppu melihat pentingnya masalah ini. Jika dibandingkan dengan pilkada, perppu tentang perlindungan anak ini justru lebih penting pula karena menyangkut nyawa dan kehormatan anak yang terancam pelaku kejahatan seksual.
Selain itu, jika melihat kembali hukuman yang ada diterapkan Indonesia semuanya hampir sama. Apapun kejahatannya hukuman yang diberikan tetap penjara, meskipun berbeda kurun waktu pelaksanaan hukumannya. Jika melihat Amerika, hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan seksual berbeda-beda. Tak hanya dikebiri, terkadang pemerintah juga merehabilitasi sang pelaku dengan beberapa pertimbangan. Karena jika pelaku adalah anak kecil maka dipenjarapun tidak boleh apalagi dikebiri.
*Penulis adalah mahasiswa Tafsir Hadist, Fakultas Ushulludin UIN Jakarta
Average Rating