Organisasi Kemahasiswaan sebagai Sarana Pencerdasan Politik

Read Time:3 Minute, 29 Second

Oleh : Ahmad Nauval*

Setiap jenjang pendidikan pasti menyediakan wadah candradimuka bagi siswanya, pesantren menyediakan untuk santrinya, dan perguruan tinggi untuk mahasiswanya. Wadah berupa organisasi yang memberi kesempatan bagi anggotanya untuk berkolaborasi dengan sesamanya dalam menjalankan suatu visi dan misi.
Organisasi dapat diartikan sebagai kumpulan orang-orang yang memiliki minat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Salah satu fungsi organisasi adalah sebagai penggalangan basis massa. Corak basis massa ini ditentukan oleh status organisasi, apakah sebagai organisasi kemasyarakatan atau sebagainya. Organisasi yang berstatus sebagai organisasi kemahasiswaan tentu basis massanya adalah kalangan akademisi – selanjutnya disebut massa intelektual.
Sebagai basis massa intelektual, seyogyanya tata kelola organisasi sarat dengan nilai-nilai akademis. Organisasi kemahasiswaan perlu memaklumkan, bahwa yang mahasiswa butuhkan pertama kali sebagai anggota baru ialah kegiatan penunjang kegiatan akademik. Seperti pelatihan menulis, pelatihan berkomunikasi di depan umum (public speaking), dan motivasi dalam menyelesaikan jenjang studi perkuliahan. Pengenalan terhadap sarana dan prasarana baik di dalam atau di luar kampus juga diperlukan. Agar fasilitas yang sudah tersedia dapat dimanfaatkan secara efektif.
Sebab, alasan adanya organisasi kemahasiswaan tak lain adalah pengejewantahan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan implementasi fungsi mahasiswa sebagai agen kontrol sosial, agen perubahan, moral force, dan iron stock. Maka peran organisasi kemahasiswaan mesti selaras dengan kepentingan pendidikan tinggi, yang bertolak pada Tri Dharma Perguruan Tinggi.   
Manfaat eksistensi organisasi perlu melihat substansinya. Angggota organisasi akan diproyeksikan seperti apa dan bagaimana? Hemat penulis ada beberapa manfaat yang harus dirasakan oleh setiap aktivis organisasi. Pertama, peningkatan kompetensi dan prestasi. Kompetensi atau capaian kemampuan dan juga prestasi baik akademik atau nonakademik dapat ditingkatkan melalui organisasi. Maka kegiatan yang digalakkan adalah kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kompetensi dan prestasi. Kedua, mengabdikan diri pada masyarakat. Pengabdian masyarakat di sini tak perlu jauh ke pelosok negeri. Cukup bermanfaat bagi civitas akademika kampus saja sudah termasuk dalam pengabdian masyarakat. Ketiga, advokasi atau pembelaan. Melalui organisasi, keluhan dan aspirasi dapat disalurkan dan dijawab. Sekurangnya ada pendampingan bagi orang yang bersangkutan dalam menyelesaikan masalahnya meski tak selesai. Keempat, kontrol kebijakan publik. Organisasi kemahasiswaan hadir sebagai check and balance bagi instansi kampus. 
Kebijakan kampus yang dirasa kurang relevan atau memberatkan perlu ditinjau kembali. Terakhir, menggalang basis massa intelektual. Yang terlibat dalam organisasi mahasiswa tentu terpelajar alias educated. Akademisi yang setiap tindak-tanduknya, senantiasa berdasar pada sumber informasi yang valid dan bukan sekedar prasangka. Ciri khas basis massa intelektual ini adalah “kaya informasi dan kaya pengetahuan”.
Dinamika Organisasi dan Manajemen Konflik 
Pada perihal pergantian kepemimpinan organisasi, hari ini, sudah tidak lagi keren jika belum lepas dari konflik fisik.
Peralihan kepemimpinan yang elegan adalah yang berlangsung dengan tanpa kekuatan fisik. Cukup dengan persaingan pada kekuatan massa dan keterampilan mengelola konflik (conflict management) dan terakhir kekuatan pendanaan.
Hukum alam atau seleksi alam menjadi kambing hitam atas dinamika yang terjadi di organisasi. Senior, tetua, pendahulu, apa pun namanya mereka yang lebih tua seringkali tanpa pikir panjang menyatakan bahwa apa yang terjadi pada mereka juga akan terjadi pada kita; penerusnya. Seolah tak ada penyebab yang bisa masuk di akal sehingga bisa dicari solusi preventif atas konflik organisasi.
Konflik dalam organisasi tak ubahnya konflik dalam masyarakat umum – yang kurang terorganisir secara formal. Kehidupan sosial memang tak lepas dari keragaman, persaingan, sentimental, dilema, dogma dan doktrin yang semua itu menjadi asal-muasal konflik. Apabila konflik dikelola dengan sehat, maka kedewasaan dan kecerdasan diri adalah keniscayaan.
Manajemen konflik setidaknya menghendaki dua hasil. Pertama, lestarinya semangat bersaing antar individu maupun kelompok secara sehat – fairplay menurut sistem yang digunakan. Kedua, tergalanggnya persatuan komunitas dan kesatuan kerja.  Hasil yang terakhir inilah yang mampu melahirkan basis kekuatan yang solid dalam organisasi.
Adapun pendekatan yang familiar dipakai adalah win-win solution. Semua menang. Pihak A atau B sama-sama mendapat bagian yang pantas.
Pendekatan preventif juga baik digunakan dalam mengelola konflik. Segala kemungkinan kausalitas sudah diatur bagaimana sebab-akibatnya. Seperti rekayasa konflik yang disusun sedemikian rupa agar tercipta miliu persaingan yang dinamis.
Sebagai manusia waras tentu kita menghendaki agar organisasi berjalan sesuai aturan yang ada, bermanfaat bagi tiap anggotanya, lebih dari itu mencerdaskan dan membawa pada kemajuan. Pencapaian kehendak baik ini hanya sampai jika dan hanya jika kita mau terjun ke dalam dinamika dan mengendalikannya. Bukankah politik itu benda mati yang bisa kita kendalikan?
*Pegiat Forum Komunikasi dan Kajian PAI (FK2i) UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
100 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Ini Kronologi Copot-Pasang Banner Pameran Kalacitra
Next post Menanggapi Kritikan Akun Pemirauin