Tak Pernah Terselesaikan, Pelanggaran HAM Diabaikan

Tak Pernah Terselesaikan, Pelanggaran HAM Diabaikan

Read Time:2 Minute, 20 Second
Tak Pernah Terselesaikan, Pelanggaran HAM Diabaikan

Peristiwa Talangsari menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang hingga kini kasus tersebut berjalan tanpa kepastian hukum. Hal ini menunjukkan kurangnya penegasan terhadap penyelesaian pelanggaran HAM 


Oleh Shintya Rahayu Safitri*

Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)  terbilang masih belum ada tindak lanjut dari pemerintah. Dilansir dari cnnindonesia.com, Peristiwa Talangsari 1989 adalah kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 7 Februari 1989. Berawal dari penetapan semua partai politik harus berasaskan pancasila sesuai dengan usulan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Undang-Undang (UU)  Nomor 3 Tahun 1985.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) menilai pemerintah Joko Widodo selama ini tidak memihak kepada korban atas kasus pelanggaran HAM berat tersebut. “Proses penyelesaian kasus Talangsari sudah berlarut larut dan korban sudah terlalu lama menanti kepastian hukumnya,” ungkap Ketua PK2TL, Edi Arsadad, dalam keterangan resminya (9/2).

Padahal Presiden Joko Widodo telah berkomitmen dalam nawacitanya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu, akan menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Salah satunya Tragedi Talangsari 1989. Namun, kenyataannya hingga kini masih banyak pelanggaran HAM berat masa lalu yang  belum juga dituntaskan.

Menurut jajak pendapat Kompas pada Mei 2023 merekam sebanyak 57,2 persen responden menyebut pemerintah belum berupaya keras untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM di awal reformasi. Sebanyak 32,5 persen  negara sama sekali belum memberikan keadilan bagi korban maupun keluarga korban. Adapun 46,2 persen menyebut baru sebagian saja yang sudah mendapatkan keadilan.

Hal itu dibuktikan ketika Institut melakukan wawancara dengan Ketua Paguyuban Keluarga Korban Peristiwa Talangsari–Edi Arsadad, Rabu (22/2) yang mengungkapkan bahwa dalam kasus ini pemerintah terlalu bertele-tele menuntaskannya. Bahkan, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan korban. 

Pada Kasus Talangsari, pemerintah memberikan rehabilitas berupa pembangunan jembatan, serta kebutuhan yang lainnya terhadap korban. Namun, hal itu tidak sebanding dengan stigma yang dirasakan korban. Seharusnya pelanggaran HAM berat tidak hanya diselesaikan secara non-yudisial, tapi juga bisa diselesaikan secara yudisial. 

Dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dijelaskan penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dari kepedulian negara terhadap warga negaranya sendiri. Sehingga setiap korban pelanggaran HAM berat mendapatkan haknya melalui jalur hukum maupun pemenuhan hak-hak pribadinya.

Menurut penulis, lemahnya implementasi hukum yang ada di Indonesia menjadi salah satu penyebab penyelesaian pelanggaran HAM berat sulit untuk dituntaskan. Padahal, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 26 Tahun 2000 yang mengatur ketentuan pemberian kompensasi atau restitusi, serta jaminan perlindungan lainnya.

Namun, UU tersebut tidak dijalankan sesuai dengan peraturannya, sehingga menghambat proses hukum maupun jaminan terhadap korban pelanggaran HAM berat. Pemerintah seharusnya bisa menunjukan komitmennya terhadap kasus pelanggaran HAM dengan upaya-upaya yang lebih konkrit agar dapat memberikan pemulihan terhadap hak-hak para korban.

*Penulis adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Batasan Kekuasaan Militer dalam Revisi UU TNI Previous post Batasan Kekuasaan Militer dalam Revisi UU TNI
Perjuangan Perempuan dalam Tradisi Adat Next post Perjuangan Perempuan dalam Tradisi Adat