Wacana Revisi UU TNI mendapatkan respons dari berbagai peneliti. Pasalnya wacana perubahan ini justru menghadirkan masalah baru bagi peradilan militer.
Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Imparsial mengadakan diskusi publik di Gedung Fakultas Ilmu Politik dan Sosial (FISIP), Selasa (4/7). Diskusi publik itu mengusung tema “Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia.”
Peneliti Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Diandra Megaputri Mengko menyampaikan terdapat problematika antara militer dan sipil. Di antaranya membangun militer yang cukup kuat menghadapi ancaman eksternal, tetapi harus tunduk terhadap otoritas sipil. Dan bagaimana membangun militer yang tunduk terhadap otoritas sipil, tetapi bersifat akuntabel terhadap kepentingan rasional. “Terjadi karena ancaman eksternal dan internal, legitimasi pemerintahan sipil, dan latar belakang historisnya,” ungkapnya, Selasa (4/7).
Lebih lanjut, Diandra memberikan usulan perbaikan atas problematika yang terjadi, dengan menegaskan kewenangan otoritas sipil dalam pengerahan militer. Kemudian memberikan tindak secara rutin mengenai skema dan norma dalam menyusun keputusan politik negara, menegaskan seluruh operasi militer berdasarkan keputusan politik negara, dan menegaskan otoritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam meninjau pengerahan operasi militer. “Sehingga masih banyak usulan atas perbaikan revisi UU TNI tersebut” pungkasnya.
Wakil Koordinator KontraS, Andi Muhammad Rezaldy melihat kondisi militer saat ini mencoba mendobrak masuk ke ruang-ruang sipil. Contoh, Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) diangkat Penanggung Jawab Daerah, wacana pembangunan kodam, dan memberikan ruang terhadap orang-orang yang tersangkut kasus Hak Asasi Manusia (HAM). “Saya menduga adanya satu cengkraman militerisme yang cukup kuat di Indonesia saat ini,” jelasnya, Selasa (4/7).
Bahkan, lanjut Andi, dalam wacana revisi UU TNI Pasal 65 mendorong adanya perubahan pasal peradilan militer, yaitu Prajurit yang terbukti melakukan tindak tindak pidana umum diadili melalui mekanisme peradilan militer. “Saya berharap dari revisi ini diubah dengan melakukan tindak pidana melalui mekanisme peradilan umum,” ucapnya.
Reporter : Shintia Rahayu Safitri
Editor : Ken Devina