Read Time:2 Minute, 31 Second
Mahasiswa kembali mengadakan unjuk rasa untuk menolak berlakunya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan penerapan Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH), Rabu (10/5). Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menuntut pihak kampus untuk terbuka dalam penerapan UKT dan PTN-BH.
Bukan tanpa alasan, aksi unjuk rasa dilakukan setelah mengadakan pengkajian terhadap peraturan adanya UKT dan PTN-BH. Dalam musyawarah tersebut menyimpulkan adanya pertentangan antara Pasal 85 dengan Pasal 65 Undang-Undang (UU) Perguruan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012. Dalam pasal 85 disebutkan bahwa biaya pendidikan dibebankan kepada mahasiswa sedangkan dalam pasal 65 menyatakan bahwa pihak kampus mengelola dananya secara mandiri.
Setelah mengadakan kajian yang diadakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tersebut akhirnya semua forum sepakat untuk mengadakan unjuk rasa. Aksi dimulai pukul 12.30 WIB massa berkumpul di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dilanjutkan dengan menyisir seluruh fakultas guna mengajak seluruh mahasiswa UIN Jakarta turut ikut serta dalam aksi. Hingga akhirnya berhenti di depan Gedung Rektorat untuk melakukan audiensi dengan pihak rektorat. Namun, hingga pukul 15.00 WIB belum ada pihak rektorat yang turun untuk memberi kejelasan.
Selanjutnya, pukul 15.10 Wakil Rektor III Yusran Razak, mendatangi para peserta aksi guna melakukan audiensi. Dengan didampingi Sirojuddin Komandan Resimen Mahasiswa, Ia meminta perwakilan 15 orang dari demonstran untuk melakukan audiensi bersamanya di dalam Gedung Rektorat. “Rektor sedang tidak ada di kampus, silahkan teman-teman bubar,” kata Yusran saat audiensi dengan beberapa perwakilan demonstran, Rabu (10/5).
Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) aksi Mufti Arif mengatakan, adanya aksi untuk menuntut keterbukaan rektor dalam transparasi anggaran terkait pemberlakuan UKT dan penerapan PTN-BH. Menurutnya, dengan diterapkannya PTN-BH maka pihak kampus rentan untuk memunculkan praktik-praktik komersialisasi. “Mahasiswa hanya dijadikan objek kampus tepatnya komoditas tanpa mengindahkan esensi Pendidikan,” ujarnya dalam orasi di depan Gedung Rektorat, Rabu (10/5).
Salah seorang peserta aksi, Muhammad Earvin mengatakan, pertentangan mengenai UU Perguruan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 juga terjadi di sejumlah universitas, maka tidak menutup kemungkinan akan ada aksi lanjutan terkait UU tersebut di UIN Jakarta. Sebab, masalah UKT ini sudah menjadi masalah seluruh mahasiswa bukan hanya mahasiswa UIN Jakarta.
Muhammad Earvin kembali menanggapi tentang aksi demo, menurutnya penerapan UKT tidak sejalan dengan sistim subsidi silang. Sebab, beberapa mahasiswa yang dikategorikan mampu diharapkan bisa menolong yang kurang mampu. “Tetapi, yang terjadi tidak semua dapat terbantu biaya kuliahnya,” ungkapnya, Rabu (10/5).
Earvin juga menambahkan, aksi akan dilanjutkan di kemudian hari sampai pihak rektorat benar-benar menanggapi. Ia mengharapkan, rektor memberikan ruang kepada mahasiswa untuk sama-sama mengambil langkah yang tepat dalam setiap perumusan kebijakan kampus. “Sehingga, harapan kampus transparan bisa dicapai,” ujarnya.
Mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Lia Ambarwati mengatakan, dirinya menganggap baik adanya aksi penolakan UKT. Lia menyetujui mengenai adanya penolakan UKT, sebab sifatnya yang dinilai kurang transparan dan dikhawatirkan ada hal yang dipaksakan. “Sayangnya, peserta demo kurang banyak, mungkin tak pedulinya senior terhadap junior yang akan datang,” ujar Lia ketika dimintai tanggapan terkait demo penolakan UKT di depan Bank Mandiri, Rabu (10/5).
ND
Average Rating