Ke Mana Euforia Asian Para Games?

Read Time:3 Minute, 1 Second

Tahun 2018 ini, Indonesia mendapat giliran untuk menjadi tuan rumah Asian Games (AG) dan Asian Para Games (APG). AG yang berlangsung selama dua minggu disambut sangat meriah oleh masyarakat dari mulai pembukaan hingga penutupan. Namun, apa kabar dengan APG? Tampaknya, antusiasme dan euforia masyarakat terhadap ajang pertandingan olahraga difabel se-Asia yang baru tiga kali diadakan ini tak sebesar AG.

Menurut penulis, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya adalah waktu pelaksanaan. AG dilaksanakan pada 18 Agustus—2 September 2018. Seluruh sekolah di Jakarta dan Palembang pun diliburkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung penuh AG.  Alhasil, generasi milenial bisa lebih leluasa berpartisipasi dalam berlangsungnya AG karena dalam masa liburan. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku dalam pelaksanaan APG.

Contoh riilnya adalah pada Opening Ceremony APG pada 6 Oktober lalu. Sebanyak 20 ribu tiket Opening Ceremony APG terjual habis. Namun, jumlah tersebut masih jauh lebih sedikit dengan jumlah tiket Opening Ceremony AG yang mencapai 35 ribu. Sehingga, Indonesia Asian Para Games 2018 Organizing Committee (INAPGOC) menambah 2 ribu tiket lagi dan akhirnya digratiskan karena tiket tersebut tidak habis. Bahkan, banyak pula orang yang tidak mengetahui adanya pelaksanaan APG. Hal itu tentunya berkaitan dengan kurang gencarnya publikasi APG oleh media massa.

Tiket APG yang jauh lebih murah dengan AG pun tak cukup untuk menarik perhatian. Dengan harga tiket yang hanya berkisar antara Rp0—25 ribu, masih banyak bangku penonton yang kosong di setiap lokasi pertandingan. Bahkan banyak kabar di media sosial yang bernarasi para atlet paralimpiade merasa sedih karena antusiasme dan dukungan yang kurang dari masyarakat Indonesia.

Tak hanya itu, terkait waktu pelaksanaan yang berdekatan, INAPGOC berkata bahwa mereka baru bisa bergerak pada 3 September—seusai AG. Dana APG yang terkucur pun jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan AG. Ketika AG mendapat dana sebesar Rp8 triliun, APG hanya mendapat dana sebesar Rp1 triliun—hanya seperdelapannya. Namun, perbedaan dana ini juga mempertimbangkan waktu, jumlah cabang olahraga, dan tempat pelaksanaan.

Pada nyatanya, INAPGOC sendiri mengaku jika APG tidak bisa dibandingkan dengan AG. Dilansir dari idntimes.com, Ketua INAPGOC Raja Sapta Oktohari berkata, APG 2010 di Guangzhou dan APG di Incheon-lah yang bisa dijadikan perbandingan.

Di sisi lain, pandangan masyarakat terhadap difabel juga sangat beragam. Menurut Mansour Fakih dalam bukunya yang berjudul Jalan Lain—‘cacat’ dan ‘normal’ adalah sebuah diskursus hasil konstruksi sosial. Bangunan atau konstruksi sosial tersebut direproduksi untuk kepentingan suatu golongan tertentu yang merasa “bukan cacat” atau “orang normal”. Istilah “penyandang cacat” pun tidak pernah bernilai netral, malah cenderung menindas mereka.

Padahal, para difabel bukannya tidak memiliki kemampuan yang sama seperti orang normal lainnya. Hanya saja, mereka mempunyai cara sendiri untuk “mampu” dengan cara mereka sendiri. Misal, tunadaksa yang berjalan menggunakan kursi rodanya atau tunanetra yang membaca dengan braille.

Masih banyak orang yang memandang difabel tidak mampu berprestasi seperti orang yang lengkap fisiknya. Begitu pun dengan para atlet paralimpiade, tak mudah mengubah pola pikir masyarakat terhadap mereka. Seperti perasaan yang Sabar Gorky—salah seorang atlet paralimpiade panjat tebing—ungkapkan. Dilansir dari tribunnews.com, Sabar berkata bahwa difabel sering kali dipandang sebelah mata dan diragukan untuk berprestasi layaknya masyarakat pada umumnya.

Padahal, acara berslogan The Inspiring Spirit and Energy of Asia ini seharusnya dijadikan inspirasi bagi kita yang memiliki fisik lengkap. Kita bisa melihat bagaimana mereka berjuang untuk prestasi dengan segala keterbatasan yang ada. Tidak setiap orang bisa menjadi orang hebat seperti para atlet paralimpiade yang berjuang di medan pertandingan.

Maka dari itu, mari kita sebagai masyarakat Indonesia turut mendukung maksimal berjalannya APG. Dengan begitu, atlet-atlet paralimpiade Indonesia dapat berjuang dengan semangat pula dan menghasilkan prestasi yang mengharumkan nama bangsa dan negara. Semoga, Indonesia dapat mencapai peringkat tinggi pada APG 2018.


MSSM

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post VIDEO: Bantu Donggala Palu
Next post VIDEO: Peduli Palu, UIN Jakarta Kirim Relawan