Konflik kepentingan seolah menjadi tradisi dalam pagelaran PBAK. Segelintir mahasiswa senior kerap menebar kegelisahan kepada para mahasiswa baru.
Siti—bukan nama sebenarnya—salah seorang mahasiswi baru (maba) Studi Agama-agama (SAA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, diminta salah seorang mahasiswa senior untuk masuk ke sebuah grup bernama Penggerak SAA 2021. Ia mendapati informasi tersebut di grup WhatsApp yang berisi sekumpulan maba Fakultas Ushuluddin (FU). Siti dan beberapa rekan sejawatnya tak punya pilihan lain selain manut kepada titah itu.
Suatu ketika, salah seorang rekannya mempertanyakan status dan keberadaan grup Penggerak SAA 2021 itu. Pasalnya, panitia Pengenalan Budaya Akademik dan Kebudayaan (PBAK) program studi SAA sudah menyiapkan grup WhatsApp khusus untuk menampung mahasiswa baru.
Salah seorang admin grup itu lantas berjanji bakal menjelaskannya via Zoom. Namun ternyata janji itu hanya isapan jempol belaka. Hal itu pun terbukti usai pengurus Himpunan Mahasiswa Prodi Studi (HMPS) SAA, melalui laman Instagram-nya, menyatakan bahwa Penggerak SAA 2021 adalah grup ilegal.
Beberapa saat setelah kabar itu mencuat, admin grup yang disebut ilegal itu pun sontak mengubah nama grupnya menjadi 77 Cabang Iman, menghapus deskripsi, bahkan sebagian dari mereka keluar dari grup. “Ditambah bahasa mereka (senior) tidak mengajarkan yang baik ke maba, bisa dibilang kasar,” ucapnya, Selasa (24/8).
Amir—nama samaran—juga menilai banyaknya grup-grup yang tetiba muncul semasa menjalani PBAK kerap membuatnya resah. Keresahannya pun semakin menjadi-jadi. Dirinya kerap diburu dengan pertanyaan soal data pribadi oleh segelintir mahasiswa senior yang tidak bertanggung jawab.
Akibat status grup yang simpang siur, beberapa maba pun mencoba untuk mengeluarkan diri dari grup tersebut. Namun mereka malah dihadang-hadang oleh senior yang bersangkutan. “Tidak ada yang menyuruh kalian keluar dari grup ini, ya,” begitulah kira-kira isi pesannya. Bahkan sejumlah maba SAA juga mengaku mendapat ancaman bila ingin membuat grup yang hanya memuat kelompok maba saja. “Maka diancam PBAK kita akan dipersulit,” tuturnya, Selasa (24/8).
Grup Penggerak SAA 2021 dikabarkan muncul tanpa sepengetahuan pengurus HMPS SAA. Sebelumnya Ketua HMPS SAA Nur Ahmad Dzulfikar menuturkan, pada Sabtu, 31 Juli lalu, pihaknya mendapat aduan dari maba SAA terkait dualisme grup WhatsApp. Setelah mengecek grup tersebut, dirinya menyatakan jika grup Penggerak SAA 2021 tersebut adalah ilegal. “Di grup (itu) tidak ada delegasi dari anggota HMPS yang memegang legalitas,” ucapnya pada Selasa (24/8).
Dzulfikar bersama sejawatnya berupaya melaporkan kasus tersebut ke Senat Mahasiswa (Sema) FU guna ditindaklanjuti. Lewat pesan pribadinya kepada Sema FU, balasan yang dinantikan tak kunjung datang. Alhasil pada Minggu, 22 Agustus lalu, HMPS SAA mengeluarkan surat pernyataan sikap soal tuntutan kepada Sema FU untuk menindaklanjuti grup ilegal Penggerak SAA 2021. Sehari setelah munculnya pernyataan sikap, ujar Dzulfikar, barulah mendapat respons dari anggota Komisi Pengawasan Sema FU.
Sebelumnya Institut mencoba menghubungi Ketua Sema FU Ilyas Taufiquzein pada Rabu (25/8). Namun dia menolak untuk diwawancarai lantaran belum bisa membicarakan hal tersebut. Ilyas juga berdalih, bahwa Panitia Pengawas PBAK (Panwaspak) FU tengah memproses kasus itu. Pada hari yang sama, Institut juga menghubungi Ketua Panwaspak FU Akhmad Naufal, tetapi tak kunjung mendapat respons. Sedangkan Dzulfikar mengaku, pihaknya belum mengetahui jika kasus grup ilegal telah tergulir ke Panwaspak FU.
Syifa Nur Layla
Average Rating