Sebelumnya, berita ini sempat diturunkan lantaran LPM Institut perlu waktu untuk melengkapi isi berita. Penurunan berita, kami lakukan pada Selasa, 19 April 2022. Redaksi LPM Institut meminta maaf kepada pembaca karena kurangnya data dalam berita “Dosa Besar Senior Predator Seks” yang terbit pada Senin (18/4).
Kami mengubah judul berita sebelumnya menjadi ‘’Nestapa Nisa: Usai Dilecehkan, Kisahnya Diremehkan; Si Peleceh Diskors Setahun’’. Berita ini sudah diperbarui dengan wawancara yang lebih mendalam ke berbagai pihak.
Liputan berita Kekerasan Seksual (KS) sudah berdasarkan persetujuan dari penyintas. Tim Investigasi Institut terbuka dengan segala masukan dari mereka. Oleh karenanya kami memutuskan untuk tidak terburu-buru menerbitkan berita yang bertalian dengan KS.
Berita ini mungkin memicu tekanan emosional bagi sebagian pembaca. Kami sarankan tidak lanjutkan membacanya.
Kasus pelecehan seksual yang dialami oleh Nisa berdampak pada kondisi kesehatan mentalnya. Nisa depresi berat.
Nisa—bukan nama sebenarnya, menjadi mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ke sekian yang menjadi korban kekerasan seksual. Ia adalah bekas anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), sebut saja UKM X, salah satu kelompok mahasiswa pecinta alam (mapala) di UIN Jakarta. Nisa tidak pernah menyangka, tempatnya melakoni bakat itu justru membawa petaka dalam hidupnya.
Awal pandemi, kampus menutup sebagian fasilitas kemahasiswaan, salah satunya Gedung Student Center. Hal ini membuat beberapa agenda UKM menjadi terbatas pertemuannya sehingga memerlukan tempat berkumpul sementara. Singkat cerita, kantor sekretariat UKM X pindah ke dekat indekos Nisa. ‘’UKM aku nyewa kosan kosong yang kebetulan sampingan dengan kosanku,’’ ujar Nisa pada Rabu (16/2).
Pagi itu, Nisa seperti biasa tidur di dalam indekosnya, belum diketahui persis pukul berapa. Beberapa saat kemudian, terdengar derap langkah kaki. Nisa menyadari, seseorang mencoba masuk ke indekosnya. Tiba-tiba, tanpa permisi, seorang laki-laki mendekat dan nekat tidur di sebelah Nisa. ‘’Anak-anak UKM aku memang suka menginap di sekretariat, jadi udah biasa kalau anak-anak juga masuk ke kosan aku, tapi aku gak nyangka kalau…,’’ Nisa berhenti berkata. Air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya.
Sambil menyeka air mata dan mengatur napas, Nisa berusaha meneruskan ceritanya. Dia masih tak kuasa menceritakan kronologi pedih itu. Nisa pun menunjukkan seabrek pesan WhatsApp yang sudah dia siapkan kepada Institut. ‘’Aku udah gak bisa menjelaskan kronologi kejadiannya secara verbal, karena itu menyakitkan sekali dan membuat aku semakin trauma,’’ isak Nisa.
Dalam pesan itu tertulis, Nisa mengetahui siapa yang masuk ke indekosnya saat itu. Ia pun hafal siapa yang tidur di sampingnya—yang tak lain adalah: senior UKM-nya.
Kala itu, Nisa tidur menghadap tembok dan membelakangi laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut memeluknya erat, memaksanya membalik badan, berharap bisa saling berhadapan. Nisa berusaha menolak. Senior yang menjadi terduga pelaku itu, kian menjadi-jadi memeluk dan membalikkan tubuh Nisa.
Terduga pelaku berhasil membuat posisi Nisa berhadapan dengannya. Dengan sekonyong-konyongnya, terduga pelaku mencium bibir dan leher Nisa. Nisa merasa kesal dan marah. Dia berusaha mengelak dengan tangan dan kakinya. Namun, pelaku terus menahannya.
Tangan terduga pelaku mulai ke mana-mana. Dada dan bagian belakang paha Nisa dipegang. Terduga pelaku memaksa mengarahkan tangan Nisa ke arah kelaminnya. Setelah itu, Nisa benar-benar muak dan melawan keras. Tapi si terduga pelaku, dengan percaya diri mencoba mendekap Nisa, berlagak menenangkan dirinya. Nisa terus melawan hingga pelaku melepaskan pelukannya. Lekas setelah itu, Nisa langsung bergegas keluar dari indekosnya.
Usai Institut membaca teks kronologi itu, air mata Nisa kembali tumpah. Dengan penuh isak tangis, Nisa mengaku selepas kejadian itu ia kerap mengurung diri seharian di indekos. Di malam hari pasca kejadian itu, tangisan dan jeritan Nisa memecah isi ruangan. Tak ada yang peduli dengan kondisi Nisa saat itu. “Padahal posisinya sekretariat sedang ramai dan mereka dengar tangisan aku,’’ ucap Nisa dengan terbata-bata.
Nisa menambahkan, kejadian itu membuatnya trauma berat. Di suatu malam hari, ia bahkan pantang keluar dari indekos. ‘’Dari malam hingga ketemu menjelang malam lagi aku belum bisa keluar kosan, tanpa makan dan tanpa membuka jendela. Saat itu posisinya aku masih ketakutan sekali, ketika itu pelaku masih ada di sekitaran sekretariat,’’ ujar Nisa.
Tak cukup sampai di situ, pasca kejadian, Nisa kerap kali menangis. ‘’Beberapa hari setelah kejadian aku masih terus menangis, tetapi sudah tidak jerit-jerit lagi. Tremorku kambuh ketika aku menghadiri acara UKM-ku dan melihat pelaku di sana. Pada saat itu juga aku nangis layaknya orang gila,’’ isak Nisa.
Kejadian itu membuatnya tak betah tinggal di indekos. Ia memutuskan untuk pergi ke indekos temannya, dengan harapan: bisa mendapatkan ketenangan. Nisa menceritakan peristiwa itu ke teman-temannya, kolega se-UKM. Nahas, ceritanya malah diremehkan.
“Alah, dia mah drama,”
“Jangan terus merasa diri kamu korban, dong!”
Nisa jadi makin hancur dan putus asa. ‘’Awalnya mereka mendukungku, tetapi di akhir, aku selalu mendapatkan ketidakjelasan arti dukungan mereka itu,’’ ujar Nisa.
Upaya Nisa Memperjuangkan Harga Dirinya
Hari demi hari berlalu. Trauma pasca dilecehkan itu membuat aktivitasnya menjadi tidak produktif. Kepada Institut, Nisa mengatakan, usai kejadian itu, ia berulang kali mencoba mengundurkan diri dari UKM X. Pihak UKM selalu berjanji akan menyelesaikan kasusnya sampai tuntas.
Nisa tak pernah bosan menanyakan tindak lanjut kasusnya kepada senior dan pengurus UKM-nya. Tapi mereka selalu berdalih. Bahkan, kata Nisa, dirinya tak pernah dilibatkan dalam penyelesaian kasus. ‘’Solusi yang ditawarkan selalu mempertemukan aku untuk duduk bersama dengan pelaku…,’’ kalimatnya kembali tertahan. Air matanya yang baru saja mengering, jatuh lagi.
Keadaan menjadi hening. Nisa masih terisak, sambil berusaha menuntaskan ceritanya. Dia benar-benar tak bisa bertemu terduga pelaku. ‘’Melihat (pelaku) membuat aku semakin hancur dan trauma akan kejadian itu,’’ imbuh Nisa.
Tidak berhenti sampai di situ, Nisa mengusulkan kepada petinggi UKM X untuk mengadakan Musyawarah Luar Biasa (Muslub) guna membahas kasus tersebut. ‘’Sebelum keluar aku meminta diadakan Muslub, tetapi ketua tidak berkenan. Dia (ketua lama UKM yang bersangkutan) mengatakan kalau mau keluar langsung saja serahkan surat pengunduran diri,’’ katanya
Minggu, 24 April 2022, Institut berupaya melakukan konfirmasi kepada ketua lama nonaktif UKM X, sebut saja Rama. Namun hingga berita ini terbit, Rama enggan memberikan komentar.
Dua bulan bergulir usai peristiwa itu, pengurus UKM akhirnya mengeluarkan keputusan. Isi putusannya: menskors pelaku selama satu tahun dari UKM. Dalam surat itu disebutkan, pelaku tidak boleh aktif dan berkegiatan dalam acara apapun yang diselenggarakan oleh UKM.
Tidak lama setelah surat skors keluar, kata Nisa, beberapa anggota UKM yang mendukung terduga pelaku mengajukan banding. Mereka keberatan dengan hasil putusan. Padahal, tutur Nisa, realisasi putusan nyatanya tidak berjalan dengan semestinya. ‘’Dia (pelaku) masih berkeliaran di tempat tongkrongan anak-anak UKM-ku dan terkadang aktif hadir dalam agenda UKM. Aku pernah melihatnya hadir di pertemuan Zoom UKM, pada saat itu juga aku langsung keluar dari Zoom,’’ kata Nisa.
Pada 24–25 April 2022, Institut kembali meminta konfirmasi kepada Rama, untuk menanyakan tindak realisasi putusan skors terhadap terduga pelaku. Namun Rama kembali enggan berkomentar.
Beban Ganda yang Nisa Terima
Tiga minggu pasca kejadian nahas tersebut menimpanya, Nisa memutuskan untuk melakukan pemeriksaan psikologi. ‘’Kejadian itu membuat aku benar-benar trauma berat. Saat itu pikirannya mau mati aja. Merasa diri semakin hilang akhirnya aku datang ke psikolog,’’ ujarnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog, Nisa didiagnosis mengalami depresi taraf berat dengan skor BDI=46 dan kecemasan taraf sedang dengan skor BAI=34.
Meskipun kondisinya sedang depresi berat, Nisa kerap dibebani setumpuk pekerjaan. Bahkan, ia masih menerima sindiran.
”Salah sendiri gak kunci pintunya,”
”Wajar aja orang dianya saja seperti itu,”
”Kenapa baru marah sekarang?,”
Nisa butuh waktu untuk bisa kembali produktif di UKM tersebut. Ia mengaku belum siap datang ke sekretariat. “Tetapi mereka justru meminta aku untuk hadir dan tidak hilang-hilangan,’’ ucapnya.
Untuk membuktikan kondisi mentalnya yang belum membaik, Nisa memberikan laporan hasil pemeriksaaan psikologis kepada Dewan Pengurus Harian (DPH) UKM-nya. Nisa berharap diberi pengertian. Ia ingin beristirahat sejenak. Tapi mereka justru tidak percaya terhadap laporan tersebut.
Salah satu kolega UKM-nya, kata Nisa, nekat menanyakan keabsahan hasil tes psikologis itu, langsung kepada psikolognya, tanpa seizin Nisa. ‘’Penguji aku menginformasikan bahwa ada yang menanyakan perihal hasil tes tersebut. Dia (penguji) menanyakan kepadaku apakah berkenan jika hasil pemeriksaan psikologis aku dibagikan, mengingat sebenarnya itu rahasia,’’ ujarnya.
Atas izin dari Nisa, Institut mencoba menghubungi psikolog yang menanganinya. Psikolog yang sengaja tidak disebutkan namanya itu, memaparkan bahwa Nisa telah melakukan pemeriksaan psikologis dengan wawancara, observasi, dan pengisian skala mengukur tingkat depresi dan kecemasan. ‘’Berdasarkan skala beck depression inventory, Nisa mendapat skor 46 yang tergolong berat. Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara,’’ katanya, Jumat (22/4).
Psikolognya juga membenarkan, bahwa ia didatangi seseorang yang mengaku sebagai teman UKM-nya Nisa. Orang itu menanyakan hasil tes pemeriksaan psikologis Nisa. ‘’Iya benar, memang teman UKM lamanya ada yang bertanya mengenai hasil pemeriksaan psikologis Nisa’,” katanya Minggu (24/4).
Sekitar Agustus–September, Nisa meminta bantuan ke fakultasnya untuk dibuatkan surat rekomendasi keluar dari UKM tersebut. Surat ini akan diteruskan kepada Kemahasiswaan. Nantinya Kemahasiswaan akan mengurus proses pengunduran dirinya. ‘’Sudah dari Bulan Juni aku niat mengundurkan diri, tetapi mereka selalu menahan. Aku sudah tidak kuat lagi,’’ jelas Nisa.
Pada Rabu, 20 April 2022, Institut meminta konfirmasi ke Wakil Dekan Kemahasiswaan Fakultas Nisa untuk memberikan keterangan terkait bantuan yang diberikan kepada korban. ‘’Fakultas membantu korban untuk meneruskan surat pengunduran diri korban dari UKM yang bersangkutan ke kemahasiswaan,’’ ujar Wadek, Rabu (20/4).
Penyelesaian Kasus
Sebagai penyintas kekerasan seksual, tidak mudah bagi Nisa untuk melanjutkan kehidupannya seperti sediakala. Nisa butuh waktu lama untuk berani buka suara. Dia berkata, pelecehan ini sudah satu tahun berlalu. ‘’Semakin dibuat yakin untuk berani memperjuangkan hak-hak aku. Tidak ada motif terselubung selain mendapatkan keadilan,’’ ucap Nisa kepada Institut.
Januari 2022 lalu, Nisa juga melaporkan kasusnya kepada Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Setelah berkonsultasi, dengan pertimbangan yang amat berat, Nisa memilih jalur mediasi.
Dari hasil mediasi itu: si terduga pelaku diminta membuat pengumuman kalau dia adalah pelaku kekerasan seksual di media sosialnya. Nisa mengabarkan pembaruan kasusnya ini ke Institut pada Minggu (10/4) lalu.
Upaya Konfirmasi
Institut berupaya melakukan konfirmasi kepada Ketua UKM korban, Fuad–bukan nama sebenarnya–pada Selasa malam (19/4), namun Fuad enggan berkomentar banyak.
Sehari setelahnya, Rabu (20/4), Institut kembali meminta penjelasan dari UKM X dengan mengirimkan sejumlah pertanyaan via WhatsApp. Namun, Fuad masih enggan berkomentar. Ia berujar, belum ada pernyataan resmi terbaru dari lembaga perihal kasus kekerasan seksual tersebut.
Pada Kamis, 21 April 2022, Institut menerima respons berupa surat pernyataan sikap dari UKM X. Pernyataannya terdiri dari beberapa poin, di antaranya poin 1A, yaitu pernyataan sikap tidak membenarkan segala bentuk tindakan kekerasan seksual di kampus maupun luar kampus. Sementara di poin 1D, mereka menyatakan sikap untuk memenuhi hak-hak dan memulihkan kondisi korban kekerasan seksual.
Selain itu, dalam pernyataan sikap poin 4, disebutkan bahwa tindakan pelaku dan korban dalam pemberitaan “Dosa Besar Senior Predator Seks” tidak ada kaitannya dengan organisasi dan bertentangan dengan visi, misi, dan tujuan UKM X.
Institut mencoba menghubungi salah satu senior atau alumni dari pihak UKM itu, sebut saja Abu, pada Jumat (22/4). Namun Abu belum menyanggupi permintaan wawancara Institut. Esok harinya, Sabtu (23/4), Institut masih menerima alasan yang serupa.
Upaya konfirmasi terus dilakukan Institut. Di hari yang sama, Institut menghubungi seorang senior atau alumni lainnya dari UKM X. Namun yang bersangkutan tidak berkenan memberikan konfirmasi.
Keterangan Saksi
Jumat, 22 April 2022. Institut mencoba menghubungi Ayu—tentu bukan nama sebenarnya. Ayu tinggal satu indekos bersama Nisa. Menurut keterangan Ayu, Nisa mengalami kecemasan dan depresi yang cukup berat pasca musibah itu. ‘’Ketika kejadian aku lagi balik ke rumah, aku tidak tahu jika Nisa mengalami pelecehan. Aku baru tahu beberapa hari pasca Nisa berkabar kalau ia sedang di kosan temannya yang di luar kota,’’ ucap Ayu, Jumat (22/4).
Ayu mengatakan, waktu itu ia diberitahu alasan mengapa Nisa pergi ke luar kota. Kata Nisa: untuk menjauhkan diri dari tempat perkara dan menenangkan diri. ‘’Setelah kurang lebih seminggu di luar kota, Nisa berkabar denganku ingin bertemu. Pada saat itu posisinya Nisa belum siap untuk balik ke kosan,” tutur Ayu. Akhirnya Ayu dan Nisa bertemu di salah satu indekos teman. Di sana, Nisa menjelaskan lagi kronologi musibah itu.
Kondisi Terkini Nisa
Di mata Ayu, Nisa adalah sosok yang ceria. Namun, usai ditimpa musibah itu, Nisa menjadi lebih pendiam, sering menangis, dan menjadi lebih emosional.
Ayu bahkan bercerita, tubuh Nisa langsung gemetar ketika melihat orang yang mirip terduga pelaku. Nisa bahkan cemas dan mendadak menangis ketika mendengar suara langkah kaki. Ia sangat takut dengan si terduga pelaku. “Dia (Nisa) selalu curiga setiap kali mendengar langkah kaki mendekat ke pintu kosan kami,’’ jelasnya.
Sekitar satu atau dua bulan lalu, Ayu, Nisa, dan seorang teman mereka pindah di indekos yang baru. Mereka berhijrah lantaran kondisi mental Nisa kembali memburuk. Nisa sering mendengar gosip dari luar perihal alasan mengapa dirinya keluar dari UKM itu. Padahal, kata Ayu, rumor itu tidak benar.
Pernah pada suatu hari, Ayu dan temannya merasa curiga dengan perilaku Nisa. Ia mengatakan, Nisa sempat tidak keluar dari kamar mandi dalam waktu yang lama. Ayu memberanikan diri menghampiri jendela kamar mandi. Di sana, ia mencium aroma aneh.
Ayu akhirnya mengintip ke jendela. Ia melihat kondisi Nisa yang terkulai lemas.
Ayu bersama temannya bergegas mendobrak pintu kamar mandi. Cairan pembersih lantai terlihat berceceran di mana-mana. “Tidak tahu Nisa sudah minum atau belum,” ucap Ayu. Nisa langsung dibopong ke tempat tidur.
Ayu berusaha membangunkan Nisa. Nisa yang sudah tersadar, langsung Ayu tenangkan dan diberi air minum.
Di akhir wawancara, Ayu mengatakan bahwa kecemasan dan depresi Nisa belum sembuh total. Ayu juga berharap, banyak orang yang peduli terhadap kondisi Nisa. ‘’Kita semua harus sama-sama dukung Nisa,’’ pungkasnya.
Respons Kepala Bagian Kemahasiswaan
Selasa, 26 April 2022, Institut mewawancarai Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan selaku lembaga yang membawahi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dalam wawancara tersebut, Ikhwan, Kabag Kemahasiswaan mengakui adanya laporan terkait pengunduran Nisa dari dari salah satu UKM.
‘’Kejadian ini kan tahun lalu, ya, saya tidak secara spesifik mengetahui kronologi KS yang menimpa Nisa. Saat itu yang justru jadi persoalan adalah terkait terhambatnya pengunduran diri Nisa dari UKM yang bersangkutan,’’ tutur Ikhwan.
Kata Ikhwan, yang seharusnya menjadi fokus utama adalah kasus kekerasan seksual dan penanganan korban. ‘’Terus terang, setelah baca berita Institut (sebelum ditarik) saya merasa menyesal. Kenapa tidak dari dulu laporan utuhnya saya terima. Bagi saya ini persoalan besar,’’ tegasnya.
Ikhwan juga menyampaikan bahwa kemahasiswaan sangat terbuka menerima segala bentuk laporan, salah satunya terkait kekerasan seksual. ‘’Jika ada mahasiswa yang mengalami KS cepat lapor ke kita, agar kita bisa cepat mengusut kasusnya untuk mencari jalan keluarnya,’’ katanya.
Ikhwan juga menambahkan, mahasiswa bisa menceritakan persoalan yang mengganggu akademiknya ke Dosen Pembimbing Akademik (DPA). ‘’DPA bisa dijadikan tempat mahasiswa untuk meminta solusi terhadap masalah yang sedang dialami,’’ ungkapnya.
Mengetahui Nisa yang sempat kehilangan kepercayaan diri, kemudian mengalami depresi berat dan trauma berkepanjangan, Ikhwan berpesan agar Nisa percaya dengan dirinya sendiri. ‘’Untuk Nisa yakinkan diri kamu kalau kamu berada di pihak yang benar,’’ pungkasnya.
Reporter: Biru
Editor: Rossa, Patrick
Hasil reportase KS ini menjadi karya dari kolaborasi #ButuhKampusAman. Sebuah kolaborasi Project Multatuli bersama 22 pers mahasiswa di penjuru Indonesia. Reportase ini menjadi bukti bila kasus KS perlu menjadi perhatian bersama, khususnya civitas academica UIN Jakarta.
Bagi kamu yang ingin melaporkan kasus kekerasan seksual dapat menghubungi LBH APIK Jakarta (+62 813-8882-2669).
Average Rating