
UIN Jakarta gencar wujudkan kampus hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Namun, kebijakan dan pengawasan soal asap rokok masih minim dilakukan.
Dalam sebuah rapat kegiatan yang berlangsung di pelataran Gedung Perpustakaan Utama (PU) Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jihan hadir sebagai salah seorang volunter yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Seluruh peserta rapat duduk melingkar. Berjarak sekitar empat orang di sebelah Jihan, beberapa orang menyalakan rokoknya. Tak butuh waktu lama untuk asap rokok itu menyebar sehingga paparannya mengganggu Jihan untuk fokus menyimak rapat.
“Sebenarnya yang terganggu bukan cuma gue doang, tapi temen-temen gue juga, terutama yang cewek. Walaupun beberapa kali sempat ditegur, tetapi malah melakukannya kembali,” keluh Jihan, Kamis (27/3).
Berhadapan dengan perokok tidak hanya dialami Jihan sekali itu saja. Pada kali yang lain, ketika ia sedang berada di Kafe Cangkir UIN Jakarta. Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB, Jihan yang hendak beristirahat setelah menyelesaikan kuliahnya, menuju ke Kafe Cangkir untuk makan siang. Seusai memesan makanan, Jihan melihat beberapa mahasiswa sedang duduk merokok. Jihan mengabaikannya, lalu menuju ke sebuah meja untuk menyantap makanan tersebut. Meskipun Jihan duduk cukup jauh dari perokok itu, paparan asapnya tetap mengenai Jihan.
“Menurut gue situasi ini tuh udah menjadi budaya, khususnya di kampus satu, dan enggak tau apakah setelah kampus melihat ini semua, dengan wacana green campus-nya akan ada langkah efektif?” terangnya.
Mengutip dari journoliberta.com, Lily Surayya Eka Putri, selaku Wakil Rektor (Warek) Bidang Kerja Sama kala itu mengungkapkan, secara eksplisit tidak ada kebijakan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam program Green Campus UIN Jakarta. Sebab, tidak terteta dalam item penilaian Universitas Indonesia (UI) GreenMetric World University Rankings.
Melansir dari laman greenmetric.ui.ac.id, UI GreenMetric World University Rankings merupakan program pemeringkatan kampus hijau dan keberlanjutan lingkungan yang digagas UI sejak tahun 2010. Program tersebut bertujuan untuk melihat kondisi dan kebijakan tentang kampus yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Green campus memiliki enam kriteria, yaitu: tata letak dan infrastruktur, energi dan perubahan iklim, limbah, air, transportasi, serta pendidikan.
Dalam liputan LPM Institut bertajuk Kapitalisme, Elitisme, dan Rasisme dalam Wacana Green Campus dijelaskan, UIN Jakarta menjadikan UI GreenMetric sebagai tolok ukur dalam merumuskan kebijakan green campus sebagaimana termaktub dalam poin pertama SK Rektor Nomor 1415 Tahun 2024.
Terkait asap rokok, menurut Lily dapat dikaitkan dengan penanganan kualitas udara. Meskipun demikian, KTR sebenarnya telah lama diterapkan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) dan Fakultas Kedokteran (FK) UIN Jakarta. Penerapan KTR itu dimulai dengan pengeluaran SK oleh dekan dan menyosialisasikan kepada mahasiswa, dosen, serta tenaga pendidik.
Setelahnya, memasang plang-plang kawasan KTR sembari menumbuhkan kesadaran setiap akademisi untuk saling mengingatkan. Kemudian, membekali mahasiswa secara teoritis terhadap perilaku hidup sehat.
Berkaca pada Laporan Tahunan UIN Jakarta tahun 2023 dijelaskan, dalam empat tahun kedepan UIN Jakarta akan mengembangkan green campus bebas polusi udara yang berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor. Padahal, kadar emisi karbon dioksida (CO₂) yang dikeluarkan rokok hampir sama dengan kendaraan bermotor.
Melansir dari laman iesr.or.id dijelaskan, satu kilometer motor yang berkendara menghasilkan 14,8 gram CO₂. Sedangkan, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kemal Akbar Suryoadji dkk. pada 2024, rata-rata setiap batang rokok memiliki kadar emisi setara 14 gram CO₂.
Rokok tidak hanya menyumbang emisi gas rumah kaca melalui CO₂ saja, tapi juga limbah plastik. Filter pada puntung rokok merupakan komponen plastik yang terdiri dari selulosa asetat. Melansir dari econusa.id, selulosa asetat sejenis mikroplastik dan sulit untuk terurai. Dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun agar selulosa asetat bisa terurai dengan sempurna. Terlebih, selama rokok belum terurai, zat-zat berbahaya dalam rokok dapat merusak ekosistem, diantaranya mencemari tanah dan saluran air.
Hendrawati, Ketua Tim Gugus Tugas Green Campus UIN Jakarta mengungkapkan, kebijakan tentang KTR sudah ada sejak lama. Pada Agustus 2019, rektor kala itu, Amany Lubis mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor B/990/R/HK.00.7/08/2019 tentang larangan merokok di Kampus UIN Jakarta.
Walaupun begitu, penerapannya di lapangan masih lemah dan tidak efektif. Melansir dari postingan instagram @aksikebaikan_ tertanggal Mei 2022, aksi pungut puntung rokok yang mereka lakukan di kampus satu UIN Jakarta berhasil menemukan 8.561 puntung rokok pada 2019, sedangkan aksi yang sama pada 2022 berhasil menemukan 4.319 puntung rokok. Melansir dari protc.id, Komunitas Aksi Kebaikan kembali melanjutkan aksi pungut puntung rokok pada 2023. Kala itu mereka berhasil mengumpulkan 4.715 puntung rokok.
Meskipun demikian, Tim Gugus Tugas Green Campus sudah memberikan laporan penilaian tentang KTR di UIN Jakarta kepada UI GreenMetric World University Rankings. Laporan yang disampaikan untuk penilaian itu tentang adanya simbol-simbol larangan merokok di area kampus, surat edaran tentang larangan merokok, dan sanksi bagi para perokok. “Namun, terus terang kami belum bisa menerapkan KTR seratus persen,” ujarnya.
Selanjutnya, Hendrawati mengungkapkan, meskipun green campus tidak gamblang menyoal KTR dalam program dan kebijakannya. Akan tetapi, dalam sosialisasi green campus yang dilakukan pada 2024 kepada civitas academica, perihal KTR telah dibahas pada materi Budaya Green Campus. Salah satu poinnya menyebut untuk tidak merokok dalam area kampus. Larangan merokok sebelumnya juga sudah tertulis dalam pedoman kode etik mahasiswa, dosen dan pegawai, serta aturan masing-masing fakultas.
Ketua Tim Kemahasiswaan dan Alumni, Muhammad Furqon mengungkapkan, UIN Jakarta akan membuatkan tempat khusus untuk merokok. Hal tersebut telah diusulkan oleh Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama (AAKK), Sri Ilham Lubis bersama beberapa Wakil Dekan (Wadek) Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama untuk dimasukkan ke dalam kode etik terbaru yang akan segera terbit. “Sehingga jika merokok di luar tempat yang ditentukan, maka akan kena sanksi, baik mahasiswa, pegawai, maupun dosen,” ucapnya saat diwawancarai via WhatsApp, Senin (24/3).
Ida Rosyidah, Wadek Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Fikes periode 2019-2023 menjelaskan, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pihak kampus menuju KTR. Pertama, perlu adanya sanksi yang keras dan tegas agar civitas academica, termasuk pejabat kampus jera merokok. Menurutnya memasukan aturan dalam kode etik mahasiswa saja tidak cukup, sebab perokok di kampus tidak hanya mahasiswa, tetapi juga pimpinan, pendidik dan tenaga kependidikan.
Kedua, membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus anti rokok dengan melibatkan pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Senat Mahasiswa (SEMA) atau Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS). Ketiga, menambah rambu-rambu kawasan bebas rokok, termasuk sanksi yang berlaku, dan menempatkannya di tempat strategis sehingga tamu juga dapat mengetahui larangan tersebut. Ketiga, melakukan sosialisasi dan edukasi yang tidak terbatas hanya pada saat Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), tetapi memasukkannya dalam kontrak belajar. Selain itu, seluruh pimpinan juga harus diwajibkan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi KTR.
Kemudian, melakukan razia pada lokasi yang biasa digunakan sebagai tempat merokok, serta mendorong setiap mahasiswa untuk berani melaporkan siapapun yang merokok. Selanjutnya, menurut Ida perlu adanya komitmen dari jajaran pimpinan untuk berhenti merokok. Setelah itu, harus ada konsistensi dalam penerapan kebijakan tersebut tanpa pandang bulu.
Menanggapi Furqon tentang pembuatan tempat khusus merokok, Ida menyatakan ketidaksetujuannya. Akan tetapi, untuk memberikan hak bagi perokok, Ida mensyaratkan lokasinya harus dibuat sedemikian rupa guna memberi kenyamanan dan melindungi kesehatan yang bukan perokok. “Seperti tempatnya harus jauh dari ruang publik dan lain-lain,” pungkas Ida saat diwawancarai via WhatsApp, Senin (7/4).
Reporter: AA
Editor: Muhammad Arifin Ilham
