Bioteknologi, Solusi Kritisnya Sektor Pertanian Negara Agraris

Read Time:2 Minute, 15 Second
Joko Prayitno (kiri), Djoko Said Damardjati (tengah), dan Kabelan Kunia (kanan) di Seminar Nasional “Bioteknologi Pertanian” di Auditorium Harun Nasution, Sabtu (9/11). 
Sebagai negara agraris, Indonesia harus memperkuat sektor industri bioteknologi pertanian. Karena dengan bioteknologi, sejumlah masalah yang menghambat produksi pertanian di Indonesia dapat diatasi.

            “Indonesia sebenarnya mampu memproduksi berton-ton padi, jagung, serta kedelai setiap tahun kalau Indonesia mengoptimalkan industri bioteknologi pertanian yang mampu mengatasi kurangnya sumber daya lahan, perubahan iklim dan perdagangan bebas,” kata Djoko Said Damardjati dari PUSLITBANG Tanaman Pangan Departemen Pertanian, dalam Seminar Nasional “Bioteknologi Pertanian” di Auditorium Harun Nasution, Sabtu (9/11).

            Djoko menambahkan, bioteknologi pertanian atau industri bidang pertanian yang memanfaatkan teknologi juga dapat memajukan  perekonomian Indonesia. Dengan prinsip bioindustri yang berorientasi ekonomi untuk pemberantasan kemiskinan, industri bioteknologi dapat membuat produk pertanian Indonesia siap bersaing di pasar bebas.

            “Generasi muda harus terjun ke sawah. Bukan dengan mencangkul, tapi dengan pemanfaatan teknologi. Rancang bioteknologi berbasis ekonomi dengan alat-alat canggih ramah lingkungan serta menanam apa yang bisa dijual,” kata Djoko.  

            Hal senada juga disampaikan Joko Prayitno dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Puspitek Serpong yang turut hadir sebagai pembicara dalam seminar ini. Menurutnya, dengan rekayasa seperti seleksi buatan, persilangan buatan, mutasi, atau genetika molekul, bioteknologi pertanian dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama, ketahanan tanaman terhadap iklim, serta meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk.

              Joko juga memaparkan, dengan pengembangan bioteknologi pertanian, setidaknya sektor pertanian dapat menghasilkan tiga hal. Menurutnya tiga hal tersebut adalah pengembangan kultura baru, pupuk hayati, dan biopestisida untuk ketahanan tanaman terhadap hama.

            Dalam pengembangan kultura baru, masalah kuantitas, bentuk, ukuran, atau jenis buah suatu tanaman juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penanam. “Sebagai contoh, jika dulu, buah stroberi lebih kecil dan berbentuk bulat. Kini dengan inovasi di bidang bioteknologi pertanian, buah stroberi yang beredar di pasaran lebih berbentuk dan berukuran lebih besar,” papar Joko.

            Selain dapat mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia, bioteknologi pertanian juga dapat mengikis angka pengangguran di Indonesia. Seperti apa yang dipaparkan salah satu pembicara, Kabelan Kunia, Peneliti Puslit Bioteknologi ITB.

            Kabelan yang juga sebagai wiraswasta produk bioteknologi pertanian atau yang biasa dikenal dengan istilah biopreneurini menuturkan, kini bioteknologi telah membuka lahan pekerjaan baru. Menurutnya, produk hasil inovasi di bidang bioteknologi dapat menjadi salah satu lahan subur baru yang dapat dijajaki para wiraswasta. (Adea Fitriana)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Ketika Kebebasan Bersuara Dibungkam
Next post Heroes Day, Pengobatan Gratis untuk Veteran