Pamflet Beraroma Kampanye Hitam

Read Time:2 Minute, 42 Second
Pamflet biru berjudul “Tolak Capres Cabul” yang berisikan kabar burung tentang salah satu kandidat ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Akidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin.  Selebaran tersebut tersebar di hari pemilihan berlangsung.

Kampanye hitam mewarnai pemilihan umum raya (pemira), Senin (1/12) lalu. Pamflet berisi kabar asusila kandidat nomor urut 2 ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Akidah Filsafat (AF)—Agung Hidayat—tersebar di Fakultas Ushuluddin (FU).
Agung Hidayat mengatakan, saat pemira berlangsung, sejumlah pamflet beredar di kelas mahasiswa semester satu dan tiga. “Tim sukses saya pun segera menarik selebaran sebelum tersebar luas” kata kandidat ketua HMJ AF yang jadi tumbal kabar tak sedap itu.
Pamflet berwarna biru muda itu, menurut Agung telah menjatuhkan martabatnya lantaran ia dituduh bermalam dengan wanita yang bukan mahromdi indekosnya. Ia juga merasa menjadi korban kampanye hitam dari kubu lawan. “Selebaran ini menyangkut nama baik saya. Berita ini tidak benar,” ungkap Agung, Selasa (2/12).
Pamflet tersebut merupakan hasil tulisan beberapa saksi mata yang mengetahui peristiwa penggerebekan tindak asusila Agung. Dalam tulisannya, penulis menceritakan kronologi kejadian pada Kamis, 24 Oktober 2014 mulai dari pengaduan Mawar—nama samaran salah satu saksi—kepada Agus Yasir, ketua Rukun Tetangga (RT) setempat hingga proses penyelesaian peristiwa yang dilakukan secara kekeluargaan.
Namun, Agus Yasir menampik berita di pamflet tersebut. Agus yang menjadi salah satu narasumber menegaskan, berita yang tertulis dalam pamflet itu rekayasa. Selama empat tahun menjabat sebagai ketua RT 001/04, ia tidak menemukan kasus miring di wilayahnya.
“Dalam catatan saya, kejadian ini tidak pernah ada. Di lingkungan sini kondusif untuk mahasiswa UIN Jakarta,” kata Agus, ketika ditemui di rumahnya, Kamis (4/12). Ia bertanggung jawab atas warga yang bertempat tinggal di wilayahnya.
Lain Agus, lain lagi Nur Aini, warga yang rumahnya berhadapan dengan indekos Agung ini menuturkan, pernah melihat Agus menegur mahasiswa asal Bekasi ini lantaran ada seorang wanita dalam indekosnya. Namun, kata Nur, peristiwa ini terjadi di waktu yang berbeda dengan yang tertulis di pamflet.
Di sisi lain, kandidat nomor urut 1, Bahriyadi, mengaku kaget soal pamflet yang tersebar di FU. Saat hari pemilihan, ia didatangi Agung dan dituduh telah melakukan kampanye hitam. “Sebelum pamflet tersebar, saya memang sudah tahu kejadian ini. Tapi, saya tidak mau menjatuhkan pesaing saya dengan cara yang tidak sehat,” kata Bahriyadi, Sabtu (6/12).
Sebelum perhitungan, ia kembali didatangi Agung. Namun, kedatangan Agung kali ini bermaksud meminta maaf atas tuduhan yang pernah dilakukannya. Dengan legowo, Bahriyadi pun menerima permintaan maaf tersebut.
Meski begitu, Bahriyadi juga berbalik meminta maaf kepada Agung karena ia merasa kampanye hitam itu berasal dari kubunya. Hal itu kian didukung dengan hasil penelusuran INSTITUT yang menemukan beberapa nama dari kubu Bahriyadi yang diduga “bermain” dalam penyebaran pamflet tersebut. “Secara pribadi, saya tidak melakukan itu,” tegas pria yang akrab disapa Adi ini.
Hingga saat ini, kebenaran isi pamflet masih dipertanyakan. Jika berita itu hasil rekayasa, penulis akan terkena Pasal 8 Nomor 8 dan 13 tentang Kampanye Pemilu Mahasiswa dalam jenis-jenis pelanggaran yang dikelompokkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sedangkan, jika berita itu benar, Agung bisa terjerat hukuman dalam kode etik mahasiswa.
Ketua Bawaslu, Cena Aprilian, mengatakan tidak mendapat laporan soal kampanye hitam dari Panwaslu FU, sehingga perkara ini tidak bisa diproses. “Setiap pelanggaran pemira yang dilaporkan akan diproses oleh Bawaslu. Kemudian, disampaikan ke tim arbitrase,” kata Cena, Kamis (4/12).

Maulia Nurul

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kinerja KPU Tak Memuaskan
Next post Wewenang Pemberi Sanksi Dipertanyakan