Read Time:1 Minute, 43 Second
Pers mahasiswa (Persma) semakin lama kian terintimidasi, terutama oleh pihak kampus. Dalam menanggapi berita persma, pihak kampus sendiri bisa sewenang-wenang yang berujung pembredelan hingga drop out pada anggota persma. Hal ini disebabkan persma sendiri belum memiliki legalitas yang kuat di mata hukum. Terlebih, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih rancu saat membahas kebebasan berpendapat.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwarjono dalam Diskusi Ruang Tengah bertajuk Pers Mahasiswa Dikepung Teror Breidel. Diskusi ini diselenggarakan oleh Tempo dan Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) di Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta Selatan, Selasa (8/11).
Di mata hukum, lanjut Suwarjono, persma sendiri tak termasuk dalam naungan Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Meskipun demikian, ia setuju jika porsi kerja persma sama dengan pers umum. “Keduanya sama-sama bekerja sesuai standar dan etika jurnalistik,” ujarnya, Selasa (8/11).
Menanggapi Suwarjono, Anggota Badan Advokasi Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) Franditya Utomo mengatakan, walaupun posisi persma di UU Pers masih diperdebatkan, persma tetap harus kritis dalam melakukan pemberitaan. Ia mengaku, UU Pers sendiri berasal dari UUD 1945 Pasal 28F.
Pasal 28F UUD 1945 berisi jaminan hak bagi setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi demi mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Warga negara juga berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis media yang tersedia.
Franditya menambahkan, semua pihak dapat menghormati kebebasan dan independensi persma dalam melakukan aktivitas jurnalistik. “Selama yakin isi beritanya benar dan bisa dipertanggungjawabkan, persma tak perlu takut untuk menyuarakan kebenaran,” ujarnya, Selasa (8/11).
Sementara itu, Redaktur Pelaksana Desk Investigasi Tempo, Philipus Parera menghimbau anggota persma untuk menjaga independensi mereka, termasuk dari kampus. Selain itu, ia mengingatkan pihak kampus agar sadar bahwa persma bukanlah lembaga yang bisa dikendalikan, terutama dalam pemberitaan terkait kebijakan kampus.
Demi menghasilkan informasi yang berkualitas, Phillipus menyarankan persma perlu membekali diri dengan kemampuan jurnalistik yang mumpuni. Ini bertujuan agar persma mampu menajamkan prinsip jurnalisme yang akan dijalani. “Teknik peliputan adalah contoh materi yang harus dimatangkan oleh persma,” katanya, Selasa (8/11).
NPR
Average Rating