Sanksi KPI Tak Memberikan Efek Jera

Read Time:2 Minute, 22 Second

Oleh : Muhammad Ubaidillah*

Dalam teori sosialisasi, media merupakan sarana paling ampuh untuk mempengaruhi massa bahkan membentuk perilaku masyarakat. Dari sekian banyak media, menurut Survei AC Nielsen tahun 2014 televisi (TV) merupakan media yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia yakni sebesar 95%, kemudian internet 33%, Radio 20%, Surat kabar 12%, Tabloid 6%, dan Majalah 5%.  
Menilik dari fakta tersebut, tentu membuat stasiun TV berlomba-lomba memberikan tayangan yang mampu menaikkan rating. Walhasil, lewat tayangan tersebut tentunya stasiun televisi akan menghasilkan banyak iklan yang masuk. Akan tetapi, menurut hasil survei Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2015 tentang Indeks Kualitas Program Siaran TV, membuktikan tayangan TV di Indonesia masih di bawah standar, dengan nilai keseluruhan berada di kisaran 3,25. Padahal, skor ideal yang harus dicapai stasiun televisi harus mencapai minimal skor 4,0. 
Seharusnya hasil survei ini menjadi acuan stasiun TV untuk membuat tayangan yang lebih baik lagi. Sayangnya, tercatat dari Februari – Desember tahun 2015 KPI telah menerima 853 aduan terkait tayangan di TV. Nahas, hanya 35% kasus yang ditindaklanjuti, 266 diantaranya berujung sanksi. Rinciannya terdiri atas 227 teguran tertulis, 34 teguran tertulis kedua dan 5 penghentian sementara. Kasus tersebut meningkat 44% dibanding tahun lalu. 
Iklan partai politik (parpol) menempati angkat paling tinggi yaitu 102 aduan. Kira saya, KPI seolah menganggap bentuk eksploitasi media oleh pemiliknya ini bukan sebagai pelanggaran yang mesti dicemaskan. Buktinya, selama 2015 tidak ada sanksi yang diberikan KPI ke stasiun media. Entah itu teguran atau pun peringatan yang ditujukan untuk parpol yang beriklan. 
Padahal, dalam Pedoman Perilaku Siaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 pasal 11 terkait Perlindungan Kepentingan Publik, ayat 1 menyebutkan bahwa, Program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya. Kemudian ayat 2 menyebutkan Program siaran harus menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran.
Menurut saya, penyebab meningkatnya pelanggaran dan adanya tayangan iklan partai politik yang terus menerus karena sanksi tidak diterapkan secara maksimal, bahkan tidak dijalankan sama sekali. Pun sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera, lantaran yang melakukan pelanggaran adalah stasiun TV yang sama. 
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survei Remotivi (lembaga pemantau media) yang menyatakan 94% publik tidak puas dengan kinerja KPI, 31% beralasan karena lemahnya penegakkan aturan. Maka dari itu, untuk meminimalisir pelanggaran serta agar stasiun TV menemui efek jera, seharusnya KPI segera melaksanakan amanat Rapat Pimpinan KPI 2013 dan mandat Undang-Undang Penyiaran Pasal 49 yakni merevisi P3SPS tahun 2012 yang sempat tertunda. 
Kemudian dalam membentuk P3SPS yang baru, KPI harus mengutamakan dan memberikan porsi lebih besar terhadap fungsi media sebagai penyampai pendidikan. Alasannya, meminjam perkataan Komisioner KPI Agung Suprio, TV adalah anggota keluarga yang tak disadari. Apabila tayangan televisi baik, maka akan membentuk karakter individu yang baik pula. Sebaliknya, apabila tayangan yang disiarkan buruk, maka buruk pula karakter seseorang yang menonton. 
*Mahasiswa Manajemen Dakwah, Fidikom, UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kiprah Sang Pemikir Rasional
Next post Mahasiswa Tidak Boleh Patah Hati