Read Time:4 Minute, 29 Second
Mayoritas masyarakat Indonesia berasumsi, bahwa pendidikan semata-mata untuk mendapatkan ijazah dan memperoleh pekerjaan yang nantinya memperbaiki perekonomian keluarga. Asumsi yang menjalar pun tidak hanya dari masyarakat menengah, untuk tingkaatan mahasiswa pun masih kuat mengakar pandangan seperti itu. Meski mungkin sudah mulai lahir pengusaha-pengusaha muda dari beberapa lulusan sarjana, tapi masih terbilang sangat kecil dibanding jumlah lulusan yang ada di Indonesia tiap tahunnya.
Universitas diseluruh Indonesia meluluskan ribuan mahasiswa tiap tahunnya, namun pertumbuhan lapangan kerja masih dibawah 5% setiap tahun. Realitasnya perusahaan-perusahaan besar masih dipegang para konglemerat dari luar negari dan masyarakat Indonesia masih berstatus sebagai pekerja atau buruh diperusahaan mereka. Produk-produk luar semakin menguasai konsumen negeri ini, dan keuntungan besar semkin menghujani perekonomian negeri orang. Pemilik perusahaan dalam negeri masih dalam jumlah yang kecil. Maka tidak salah jika ada istilah bahwa Indonesia merupakan negeri konsumen bukan produsen.
Nyatanya jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mirisnya lagi, pengangguran ini menyerang mereka yang telah empat tahun atau bahkan lebih, menempuh dan berjuang dibangku kuliah, alias “Sarjana Pengangguran”. Peningkatan pengangguran terbukti dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan, bahwa pengangguran di Indonesia meningkat di Tahun 2015. Pada bulan agustus 2015 peningkatan pengangguran berjumlah hingga 320 ribu jiwa yang disebabkan oleh maraknya pemutuhan hubungan kerja (PHK) akibat perlambatan ekonomi.
Deputi Neraca dan Analisis Statistik BPS yakni Suhariyanto mengungkapkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta jiwa. Angka tersebut naik dari jumlah TPT pada tahun 2014 yang telah mencapai angka sebesar 7,24 juta jiwa (Bataranews.com).
Dari beberapa pemberitaan, jumlah pengangguran lulusan sarjana lebih dominan dibandingkan dengan pengangguran lulusan sekolah tingkat SD, SMP maupun SMA. Mengapa demikian? Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya. diantaranya adalah lulusan sarjana lebih banyak pertimbangan dalam memilih peluang kerja. Karena merasa bahwa ia suda memiliki title dan memperoleh ilmu yang cukup selama kuliah, mereka akan mencari posisi kerja yang lebih tinggi dan jumlah kompensasi yang lebih besar.
Namun untuk mendapatkan posisi kerja yang tinggi tidaklah mudah, karena tentunya perusahaan juga sangat selektif dalam merekrut sumber daya manusia (SDM) di perusahaannya. Sangat disayangkan juga para sarjana tersebut pun sangat minim berkemampuan bahasa asing, atau minimal memiliki penguasaan berbahasa Inggris. Jika saja mereka memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik, kemungkinan besar perusahaan akan mulai mempertimbangkan untuk menerimanya menjadi bagian dari perusahaan.
Karena bahasa asing itu sangat penting, terlebih Baahsa Inggris yang sudah jelas menjadi bahasa internasional. Kemudian, biasanya perusahaan lebih banyak mencari pekerja dan menyediakan lowongan kerja untuk ditempatkan dibagian produksi atau pabrik yang tidak banyak mempertimbangkan tingkat pendidikan seseorang, tapi minimal lulusan SMP atau SMA saja.
Dengan demikian, sudah menjadi sebuah keharusan untuk merubah mindset (Mind Setting) masyarakat terkhusus bagi para pelajar dan mahasiswa. Pendidikan bukan lagi sekadar melahirkan seorang pekerja, melainkan melahirkan para pengusaha sukses dengan menanamkan nilai-nilai keberanian dan kemandirian melalui ilmu kewirausahaan. Ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi pendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan di dalam diri seseorang.
Pertama, Membangun jiwa wirausaha dalam diri dalam jiwa anak muda yang ditanamkan dari kecil. Ini dapat menjadi cara menanamkan nilai-nilai kemandirian dan keinginan besar guna melahirkan seorang pembisnis. Di tingkat sekolah menengah, Ilmu dan nilai kewirausahaan bisa terselipkan di dalam setiap mata pelajaran ketika proses pembelajran berlangsung. Peran guru dalam hal ini dituntut untuk lebih kreatif dan cerdas dalam membangun proses pembelajaran sehingga mampu menumbuhkan keberanian, keterampilan, dan minat dalam berwirausahaan di dalam diri siswa. Menentukan satu mata pelajaran kewirausahaan mendasar di sekolah menengah pertama juga dapat diberlakukan, untuk memberikan pengetahuan awal. Selain daripada itu, penekanan nilai-nilai kewirausahaan juga bisa lebih ditanamkan kepada siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) yang telah memilih jurusan kewirausahaan.
Kedua, menindaklanjuti penemuan-penemuan baru yang diciptakan oleh anak bangsa. Sangat disayangkan, pernah beberapa dari anak-anak bangsa yang telah berhasil menciptakan temuan barunya. Namun hal tersebut hanya sampai pada tahap pengenalan kepada masyarakat melalui media masa, seperti melalui berita, reality show, koran dan lain sebagainya. Tidak ada tindak lanjut yang dilakukan dalam mengembangkan temuan tersebut, baik dari pihak sekolah terlebih lagi dari pihak pemerintah. Jika saja perhatian pemerintah lebih besar terhadap temuan-temuan baru yang diciptakan oleh anak-anak bangsa dengan dukungan berupa pengembangan, mungkin akan mejadi salah satu produk yang akan membawa perekonomian di Indonesia lebih meningkat.
Ketiga, Pembinaan khusus dan berkesinambungan bagi para pembisnis muda yang benar-benar memiliki keingina besar untuk membuka sebuah usaha/bisnis. Pembinaan ini bisa dilakukan oleh orang yang berkompeten di bidang wirausaha di beberapa lembaga. Sebagai contoh, salah satu dosen di UIN jakarta telah membuka sebuah usaha simpan pinjam, dan beliau membuka program pembinaan untuk mahasiswa yang mempunyai mimpi besar untuk mendirikan sebuah usaha. Diawali dengan mengikuti workshop kewirausahaan, dan kemudian menyerahkan proposal bisnis jika usaha yang sedang dilakukan ingin mendapat bantuan dana. Kemudian, pembinaan akan terus berlanjut sesuai dengan perkembangannya. Hal ini tentunya sangat membantu bagi para mahasiswa yang benar-benar menginginkan usahanya berkembang. Oleh karena itu, hal serupa juga bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga lainnya, untuk membantu lahirnya para pembisnis.
Pendidikan bukan lagi sebagai penyalur para pekerja ke perusahan-perusahaan konglemerat asing, melainkan tempat memupuk nilai-nilai keberanian dan kemandirian bagi para penerus bangsa untuk melahirkan pembisnis-pembisnis muda. Ada banyak potensi yang bisa dikembangkan, salah satu diantaranya adalah wirausahawan. Melalui ketiga solusi diatas, diharapkan akan bermunculan calon-calon pembisnis sukses yang akan banyak memberikan peluang kerja untuk masyarakat.
*Mahasiswi Manajemen Pendidikan, FITK, UIN Jakarta
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating