Serpihan Kekayaan Alam Indonesia

Read Time:2 Minute, 38 Second
Saat menginjakkan kaki di ruangan utama gedung C Galeri Nasional, warna kuning pudar terlihat mendominasi sebuah lukisan berukuran 250 x 350 cm. Neilaka begitu judulnya. Neilaka merupakan pulau yang terletak di bandanaira dan Run. Goresan hitam pudar mengisahkan nasib pulau Neilaka, di mana saat pasang tiba pulau tenggelam tak terlihat. Hanya hamparan kekuningan yang dapat terterka indra, namun jika surut pulau Neilaka kembali dapat dilihat dengan kasat mata. 

Memasuki ruang pameran ke dua, terdapat buah pala lengkap dengan bunganya. Tertata rapih dalam kotak-kotak, namun bau harumnya tetap semerbak menyebar ke seluruh ruangan. Memandang lebih jauh, nampak lukisan tanaman pala menghiasi sisi-sisi dinding, beberapa dari lukisan tersebut merupakan peninggalan Belanda. 

Di ujung pintu menuju ruang ke tiga, terdapat flagmen artefak tembikar berhiaskan tembaga di sampingnya. Artefak diperoleh dari penelitian dan ekskavansi arkeologi di situs Bandaneira 1, salah satu wilayah yang terdapat di Pulau Banda pada tahun 1998 dan 2009. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeolog Maluku, Universitas Gajah Mada dan Washington University diketahui bahwa artefak tersebut berasal dari abad ke 5 – 10 Masehi.  

Memasuki ruang pameran ke tiga, pengunjung disuguhi foto-foto kompeni—sebutan pribumi bagi Pemerintah Belanda pada zaman penjajahan— lengkap degan setelan jas hitam dan syal bunga di dada. Foto Admiral (1609) dan Jan Pieterszoon Coen merupakan dua tokoh kompeni yang di pamerkan bersebelahan. Dalam keterangan lukisan Verhoeff terbunuh saat negosiasi perdagangan sehingga membuat Belanda mengirim 2000 pasukan ke Banda dan dipimpin Coen.

Selain lukisan tokoh kompeni, nampak pula lukisan pulau Neira karya Johannes Vingboons yang dibuat pada tahun 1665. Sangat terpampang jelas memenuhi dinding ruangan yang berukuran 10×5 m². Sedangkan pada bagian pinggir ruangan terpasang rapih deretan foto aktifitas perkebunan pala, seperti foto perbudakan pribumi yang dipaksa untuk mengolah perkebunan. 

Derap kaki terasa berat saat memasuki ruang pameran ke empat, di ruang itulah tokoh-tokoh pejuang kita terpampang menderita dalam pengasingan dan kebisuan gambar. Selain kaya akan pala, kepulauan Banda juga terkenal sebagai pulau pengasingan, banyak tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan yang diasingkan di sana. 

Terdapat beberapa foto pejuang kemerdekaan, mulai dari foto Mohammad Hatta, Soekarno dan Sultan Syahrir. Sedangkan di ruang terakhir tepatnya di ruang pameran 5, terdapat karnya seni Hallucinogenic karya Titarubi. Karya seni tersebut terbuat dari buah pala yang telah dilapisi cairan emas. 

Pameran Banda Warisan Untuk Indonesia yang bertajuk “Pala dan Perjanjian Breda,” diadakan oleh Yayasan Warisan dan Budaya Banda Naira berkerjasama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bertempat di Gedung C Ruang Pameran Temporer Galeri Nasional. Acara tersebut berlangsung mulai tanggal 20 September hingga 04 Oktober 2017. 

Menurut panitia pelaksana Yulianto La Elo, tujuan diadakannya Pameran Banda untuk memperkenalkan kembali sejarah Banda, karena bangaimana pun Banda memiliki sejarah penting di Indonesia. Akan tetapi, lanjut Elo hanya sedikit generasi sekarang yang mengetahui sejarah Banda. “Banda itu sejarah yang dilupakan di Indonesia, kita ingin mengenalkan kembali,” tuturnya, Jumat (29/09).

Pameran Banda menarik perhatian seorang guru Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 29 Jakarta Agus. Bersama anak didiknya, Ia mengunjungi pameran.  Menurutnya, mengunjungi pameran bertujuan agar anak-anak mengetahui budaya, ragam makanan dan sejarah bangsa Indonesia. Agus berharap agar kedepannya generasi bangsa kita bengga dengan negeri kita sendiri.
MRIM

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Tidak Ada yang Salah dari Diskusi Tentang 65
Next post Pentas Seni Menuju Kisah Hijrah