Harapan Maman Kala Rutinitas Melaut Terhenti Sejenak

Harapan Maman Kala Rutinitas Melaut Terhenti Sejenak

Read Time:2 Minute, 21 Second
Harapan Maman Kala Rutinitas Melaut Terhenti Sejenak
Sore hari, setiap pukul empat, Maman Rohman warga Desa Bulakan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten biasanya sudah pergi melaut. Dengan kapal dan teman nelayan lainnya, menjelang magrib datang, mereka sudah di laut mencari cumi-cumi sebagai umpan untuk menangkap ikan. Kemudian dilanjutkan dengan menangkap ikan hingga pukul 10 pagi keesokan harinya.
“Malam itu biasanya kita nyari cumi-cumi sambil menangkap ikan juga, cuma dominannya itu setelah subuh sampai pagi. Kita bermalam di laut, sekitar jam 10 pagi udah di rumah lagi, siangnya kita gunakan untuk istirahat. Hasil tangkapan biasanya langsung dibeli pengepul atau warga sekitar. Gitulah kehidupan nelayan di sini,” ujar Maman.
Namun, rutinitas tersebut harus terhenti sejenak. Tsunami yang melanda Selat Sunda pada akhir Desember 2018 lalu, menghancurkan perahu milik Maman dan nelayan lainnya. Ia hanya bisa pasrah, perahu yang menjadi sumber mata pencaharian untuk menghidupi istri dan 4 anaknya tak lagi bisa digunakan. Untuk mendapatkan perahu baru pun butuh biaya yang tidak sedikit.
 “Perasaan saya nggak enak ketika malam tsunami itu, makanya saya nggak melaut. Nggak nyangka bakal terjadi tsunami itu. Teman-teman yang melaut juga pada di tengah, jadi nggak kena tsunami. Yang kena itu di pinggir-pinggir pantai, termasuk perahu-perahu kami yang ada di pinggir pantai. Ada yang hilang, ada yang rusak. Perahu saya rusak,” lanjut Maman.
Bagi Maman, perahu dan alatnya itu adalah sumber penghasilan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kalau perahu tidak ada, nelayan tidak melaut, terpaksa serabutan mencari pekerjaan lain.
Beban hidup semakin bertambah, padahal menurut Maman, penghasilan seorang nelayan pun terbatas. Bagaimana tidak, kehidupan nelayan sendiri sudah serba kekurangan, hanya cukup untuk keluarga saja. Penghasilan yang diperoleh tidak dapat diprediksi, terkadang dapat ikan banyak, terkadang juga tidak mendapatkan apa-apa. 
Kondisi ini semakin diperparah dengan rusaknya perahu yang Maman miliki. Terpaksa ia kerja serabutan demi memenuhi kebutuhan anak dan istri.
“Sekarang palingan mancing di pinggir laut aja, ditambah dengan berkebun di tanah orang lain. Kalau berkebun ini sudah biasa saya lakukan kalau nggak ngelaut, biasanya karena cuaca nggak bagus. Kalau sekarang karena udah nggak ada perahu,” terang Maman.
Yang diinginkan oleh Maman dan nelayan lainnya hanya perahu dan alatnya untuk dapat kembali melaut seperti dulu. Keinginan Maman untuk kembali melaut akhirnya terwujud ketika ACT bersama mitra berikhtiar memberikan bantuan perahu kepada nelayan korban tsunami Selat Sunda. Sebanyak enam perahu fiber diserahkan langsung kepada Maman dan nelayan lainnya yang membutuhkan pada Rabu (5/3). 
Dalam acara serah terima tersebut juga diluncurkan program Perahu Wakaf dari Global Wakaf. “Alhamdulillah sangat bersyukur sekali dengan adanya bantuan ini. Sangat membantu karena perahu inilah yang kita butuhkan untuk melaut kembali. Mudah-mudahan dengan bantuan ini dapat membantu perekonomian nelayan di Desa Bulakan ini,” ucap Maman.
Maman hanya salah satu penerimaan manfaat dari bantuan perahu tersebut. InsyaAllah, ACT dan Global Wakaf akan terus berikhtiar membantu perekonomian nelayan Selat Sunda yang terdampak bencana. 
 Mhd. Alfahjri Sukri

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Sederet Pelanggaran Hukum Internasional oleh Israel di Palestina Previous post Sederet Pelanggaran Hukum Internasional oleh Israel di Palestina
Next post Tabloid Edisi 60