<strong>Pergulatan Penjual Air Bersih di Ujung Jakarta</strong>

Pergulatan Penjual Air Bersih di Ujung Jakarta

Read Time:2 Minute, 6 Second
<strong>Pergulatan Penjual Air Bersih di Ujung Jakarta</strong>

Pemakaian air PDAM dan tanah yang kian marak menjadi tantangan bagi penjual air jeriken keliling. Hal itu membuat jumlah pembeli air jeriken kian menurun seiring berjalannya waktu.

Berkarier sebagai penjual air jeriken merupakan perjalanan hidup bagi para pencari nafkah di sekitar pesisir. Minat pembeli yang kian menurun serta tenaga yang semakin berkurang tidak membuat mereka menyerah. Sebab mereka menggantungkan hidupnya pada jeriken yang dijajakan di gerobak.

Salah seorang penjual air jeriken, Ono Sugono di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara berjualan sejak tahun 1990. Pekerjaan itu dimulai sejak dirinya merantau dari Karawang ke Jakarta. alih-alih mendapatkan pekerjaan tetap, justru Ia bekerja sebagai pekerja serabutan. Hal itu dilakukan sebelum memutuskan untuk berjualan air jeriken. “Dulu saat saya baru merantau ke sini, semua pekerjaan saya lakukan,” ujarnya, Sabtu (18/3). 

Lantas, Sugono menceritakan keluh kesahnya selama puluhan tahun berjualan air jeriken. Diantaranya, Ia harus membawa dua belas jeriken dalam satu gerobak. Hal itu terus Ia lakukan dengan menahan sakit kaki serta lunglai saat mendorong gerobak. “Capek dan sakit kaki ketika berjualan air menjadi hal yang kerap saya rasakan,” ucapnya, Sabtu (18/3). 

Seiring berjalannya waktu, para pembeli air jeriken kian menurun lantaran maraknya penggunaan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan air tanah. Para pembeli yang masih bertahan dengan membeli air jeriken hanyalah para pedagang pasar dan pekerja daerah pesisir lainnya. “Pembeli yang membeli air jeriken hanya terhitung jari,” ujarnya, Sabtu (18/3). 

Lalu, menurut Sugono, pandemi Covid-19 juga menjadi faktor penurunan penjualan air jeriken. Sebab mayoritas pembeli datang dari perusahaan konveksi pakaian untuk keperluan produksi. Namun, saat konveksi pakaian gulung tikar, penghasilan Ia pun turut menurun lantaran tidak adanya pemesanan air. 

Selain Sugono, Penjual air bersih Muara Angke di Jakarta utara, Karsito mengisi dari PDAM yang menjual kepada penjual air jeriken. Harga yang harus dibayarkan sekitar 50 ribu rupiah pergerobak. Kemudian, dijual kembali ke pembeli dengan harga lima ribu rupiah untuk dua buah jeriken. 

Larsito menuturkan, dalam proses jual beli air jeriken tidak pernah ada persaingan. Meskipun mereka menjual di kawasan yang sama, para penjual sudah memiliki langganan pembeli dan rezeki masing-masing. “Kita semua di sini sama-sama mencari nafkah, tidak ada istilahnya saling bersaing,” ungkap Karsito, Selasa (14/3). 

Sebagai penjual air jeriken, Karsito juga memiliki pengalaman buruk selama berjualan. Salah satunya, ketika para pembeli air jeriken tidak membayarnya langsung. Lantas, ketika Ia hendak menagih untuk membayar, pembelinya sulit ditemukan. “Ada saja pembeli yang berhutang dan kabur setelah mendapatkan air,” ucapnya, Selasa (14/3). 

Reporter: DS

Editor: Febria Adha Larasati

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Semrawut SSA di Ruas Viktor Previous post Semrawut SSA di Ruas Viktor
Jurnalisme Naratif vs Algoritma Internet Next post Jurnalisme Naratif vs Algoritma Internet