Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tergambarkan dalam sebuah film dokumenter The End Game.Film ini merupakan garapan Watchdoc Documentary yang tayang perdana serentak pada 5 Juni lalu. Agenda nonton bareng dan diskusi film The End Game pun telah tersebar di 1500 titik seluruh Indonesia.
Menurut keterangan Dandhy Dwi Laksono selaku sutradarafilm The End Game, film dokumenter ini diluncurkan sebagai bentuk keresahan dari adanya isu pelemahan KPK melalui TWK serta munculnya stigma radikal dan taliban dalam internal KPK. “Kami merasa ini sudah kelewatan, secara publik juga merasa sangat terganggu, terlecehkan dan terhinakan dengan stigma ini,” ujar Dandhy melalui siaran langsung Instagram, Kamis (10/6).
Pemutaran film The End Game masih berlangsung hingga saat ini. Melalui laman Instagram–nya, Watchdoc menginformasikan berbagai agenda nonton bareng (nobar) yang dilakukan masyarakat di berbagai daerah. Lingkar Studi Feminis (LSF) menjadi salah satu pihak penyelenggara yang turut mengadakan nobar.
Berdasarkan keterangan koordinator LSF Eva Nurcahyani, bersama komunitas lainnya LSF mengadakan nobar dan diskusi di hari penayangan perdana. Selain itu, untuk merealisasikan nobar ini, penyelenggara membutuhkan waktu sekitar 5-6 hari. ”Kita harus daftar maksimal H-2, sebelumnya LSF juga melakukan konsulidasi dahulu sebab penyelenggaranya bukan hanya LSF,” ujarnya saat diwawancarai via Google Meet, Rabu (9/6).
Eva juga melanjutkan, antusiasme masyarakat terlihat dari jumlah penonton yang mencapai 54 orang belum termasuk penonton yang tidak melakukan absensi. Masyarakat yang datang berasal dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, pelajar, dan masyarakat sipil lainnya.
Antusiasme ini turut dirasakan oleh salah satu penonton Alvian, dirinya tertarik untuk mengetahui TWK melalui perspektif pegawai KPK yang tidak lulus. Menurut Alvian pemberantasan korupsi tidak hanya tanggung jawab KPK saja tetapi kita pun harus terlibat. “Saya ingin mengetahui sekacau apa dan seperti apa TWK itu diterapkan ke mereka untuk melemahkan KPK,” ucap Alvian saat diwawancarai, Sabtu (5/6).
Alvian menambahkan, ia merupakan pegawai swasta yang selalu mengikuti karya-karya dari Dandhy Dwi Laksono. Menurutnya karya yang diciptakan Dandhy selalu menarik, dengan mengangkat tema keindonesiaan. Sebagai salah satu orang yang mencintai KPK, Alvian berharap dengan adanya film ini, KPK lebih bekerja secara efektif bukan hanya dalam penangkapan tetapi juga pencegahan.
Dalam diskusi dan nobar yang diselenggarakan, LSF dan kawan-kawan juga mengundang bebarapa narasumber, salah satunya ada Asfinawati selaku direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Dalam narasinya,Asfinawati menyampaikan harus ada kehati-hatian masyarakat tentang narasi yang diciptakan koruptor. “Ada narasi yang dikembangkan koruptor salah satunya dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut DPR, makin banyak orang yang ditangkap itu bukti kegagalan KPK,” ujar Asfinawati dalam acara tersebut, Sabtu (5/6).
Eva selaku perwakilan dari pihak penyelenggara berharap bahwa dengan adanya nobar dan diskusi yang dilakukan,bisa menjadi awal gerakan antikorupsi. Agar gerakan masyarakat tidak meredup, Eva bersama komunitas lainnya akan melakukan pertemuan kembali sebagai gerakan lanjutan. “Jadi, bukan berarti gerakan kita endgame,” pungkasnya, Rabu (9/6).
Elli Sasapira & Haya Nadhira
Average Rating