Menjaga Speelwijk Tetap Ada

Menjaga Speelwijk Tetap Ada

Read Time:6 Minute, 2 Second

Benteng Speelwijk terancam punah gegara krisis iklim. Pemerintah dan masyarakat setempat sudah gencar berupaya melindungi cagar budaya tersebut.


Sebuah benteng berdiri dekat Laut Jawa yang mengarah ke utara, berada pada situasi yang buruk. Setiap sudut benteng terdapat bastion—pertahanan. Benteng berukuran 2 hektar dengan bentuk persegi panjang tidak simetris, bebatuannya mulai terkikis. Ada pula bebatuan yang mulai berjatuhan. Lumut nan hijau pun menggerogoti sekujur tubuh benteng tua tersebut.

Taman dan tempat bermain di sekitar benteng, penuh pengunjung untuk berswafoto. Di beberapa sudut benteng, ada rambu yang melarang pengunjung menginjak area tertentu. Meski demikian, pengunjung tak peduli. Salah satu benteng diinjak oleh mereka layaknya jembatan penghubung satu tempat ke tempat lain. 

Berdasarkan pantauan Institut, benteng ini sudah mengalami perubahan bentuk yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh usia berdirinya benteng, struktur batu yang rapuh, dan ulah manusia yang andil memberi dampak pada kekeroposan dan kerusakan bangunan ini.

Perubahan iklim pula ternyata menjadi salah satu alasan kerusakan benteng ini. Menurut Budayawan Abdi Mahesa,  cagar budaya yang terbuat dari bahan  batu akan mengalami proses pelapukan secara kimiawi yang terjadi akibat reaksi suatu material dengan oksigen—oksidasi. Selain itu, faktor suhu kelembaban udara dan hidrasi membuat bangunan lembab dan berlumut. 

Juru Kunci Benteng Speelwijk, Sumadi mengungkapkan saat ini benteng memang sudah mengalami pelapukan dan pengikisan bangunan. Akibatnya, benteng tak akan bertahan lama. Jika terus-menerus terjadi,  benteng akan rusak secara utuh.

“Saat ini, jika hujan lingkup benteng pasti terkena banjir,” ujarnya, Minggu (20/11).

Para tenaga kebersihan dan juru kunci, tutur Sumadi, senantiasa berupaya menghambat kerusakan Benteng Speelwijk. Benteng yang berdiri sejak 1682, selalu giat dibersihkan lingkungannya dari sampah dan lumut.

“Saya membersihkan sampah hampir setiap hari, selalu berkeliling untuk memantau kondisi benteng,” tutur Sumadi. 

Sedangkan pemerintah Provinsi Banten, menurut Sumadi, selalu memantau kondisi Benteng Speelwijk yang bertempat di Kampung Pamarican, Serang, Banten. Selain itu, pemerintah melakukan perbaikan menambal benteng yang sudah terkikis dengan semen dan batu.  

Dalam data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Benteng Speelwijk termasuk ke dalam benda cagar budaya yang harus dilindungi. Kerusakan benteng lantaran faktor alam seperti curah hujan, naiknya air laut dan panas matahari. Krisis iklim yang  drastis menjadi penyebab benteng  perlahan-lahan mengalami kerusakan.

Krisis Iklim dan Cagar Budaya

Peneliti dan Meteorologis Indonesia, Edvin Aldrian mengatakan krisis iklim saat ini berlangsung cepat.Salah satu penyebabnya: peningkatan efek rumah kaca. Proses efek rumah kaca terjadi ketika radiasi sinar matahari mengenai atmosfer bumi. Panas yang terperangkap di bumi disebabkan oleh radiasi panas yang dipantulkan oleh bumi terhalang. Proses terperangkapnya panas itu, kemudian menyebabkan suhu bumi semakin meningkat.

Edvin berpendapat terjadinya suhu bumi yang meningkat, berdampak banyak terhadap perubahan iklim di dunia, di antaranya meningkatnya panas, curah hujan yang tinggi, es di kutub mulai mencair, terjadinya beberapa bencana alam. Adanya perubahan iklim yang drastis memicu orang-orang untuk aktif menjaga dunia. 

“Manusia itu butuh hidup dan makan, jika alam rusak semua kebutuhan berdampak jadi alam memang perlu dijaga dan dirawat,” ujarnya, Selasa (29/11).

Edvin, lanjut mengatakan perubahan iklim akan memicu terjadinya bencana alam, itu sangat berdampak pada cagar budaya khususnya Benteng Speelwijk yang letaknya dekat laut. Meningkatnya panas juga akan berpengaruh terhadap bentuk-bentuk cagar budaya Benteng Speelwijk.

Direktorat Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Dewi Kurnianingsih mengatakan krisis iklim sangat mengancam keberadaan  Benteng Speelwijk yang termasuk cagar budaya berbentuk kebendaan. Selain faktor termakan usia, kondisi cagar budaya terlalu rentan jika berhadapan dengan krisis iklim seperti panas berlebihan, curah hujan tinggi serta bencana alam. 

Dewi melanjutkan, Benteng Speelwijk sebagai cagar budaya yang bersifat batuan pasti mengalami pelapukan, kelembaban, mengelupasnya dinding, bangunan mulai terkikis dan keropos disebabkan oleh iklim. 

“Bencana alam akan menjadi ancaman serius terhadap pelestarian cagar budaya baik secara langsung atau  tidak langsung,” ungkapnya, Senin (28/11).

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Yosua Adrian Pasaribu turut mengatakan kasus paling ekstrim karena krisis iklim berupa  kenaikan permukaan air laut, kenaikan suhu bumi dan perubahan iklim mikro akibat perubahan lingkungan, perubahan hutan, lingkungan sawah atau kebun menjadi daerah pinggiran kota. Hal tersebut menyebabkan seni cadas—lukisan batu di area batu gamping mengelupas dan hilang, batu atau bata candi dan bangunan tua mengalami keretakan seperti  Benteng Speelwijk. 

Budayawan  Abdi Mahesa, sepakat bila lingkungan berpengaruh besar terhadap keberadaan serta pelestarian cagar budaya. Akibatnya meningkatkan kerusakan bangunan,  kondisi tanah berubah, banjir dan longsor, berkurangnya air bersih akibat peningkatan peristiwa baik turunnya zat cair melalui pori-pori kecil—kapilaritas air, serta melambungnya kerusakan fisik seperti peretakan, pelapukan, pelembapan, melengkung dan degradasi warna. Dampak lainnya: mikroorganisme bertumbuh di daerah basah dan  kering. 

Upaya Menghambat Kerusakan 

Mahesa menuturkan sudah seharusnya pemerintah melakukan pemantauan secara rutin, mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pelestarian cagar budaya, dan membersihkan air rembesan yang berada di sekitar cagar budaya.

Selain itu, ucap Mahesa, pemugaran harus dilakukan agar cagar budaya terhindar dari air rembesan dan pelapukan kimiawi pada benteng. Perlu untuk menambah material pada cagar budaya  dari sinar matahari langsung dan membuat tanggul di sekitarnya. 

“Membuat atap membantu pelestarian, karena panas dan hujan tidak langsung mengenai cagar budaya itu,” ujarnya. 

Dewi  menjelaskan pemerintah wajib melindungi  dan menyelamatkan cagar budaya. Hal tersebut tercantum pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Bab VII Pelestarian. 

Ada beberapa metode, tutur Dewi, untuk menghambat cagar budaya agar tidak rusak serta memperpanjang usia cagar budaya. Salah satunya ialah rajin  membersihkan dan merenovasi kerusakan. Selain itu ada ketentuan dalam pemeliharaan, cagar budaya boleh direnovasi bahkan dipindah untuk tujuan penyelamatan. Syaratnya: sudah didokumentasikan secara lengkap. 

Pemindahan cagar budaya untuk penyelamatan, ujar Dewi, contohnya pemindahan makam-makam kuno karena daerah sekitar akan dibuat danau, dan pemindahan candi di lahar merapi. 

“Ada cara lain juga untuk penyelamatan yaitu memberikan perlindungan seperti atap pada cagar budaya,” ucap Dewi.

Yosua ikut memberi pandangan tambahan ihwal pelestarian cagar budaya. Menurutnya, perlu ada data yang terekam. Fungsinya, agar bisa awet dalam jangka panjang dan menyesuaikan dengan teknologi terkini.  

“Kita dapat membuat replika cagar budaya yang rusak, atau melakukan rekonstruksi terhadap cagar budaya yang rusak itu,” ujarnya.

Pentingnya Melestarikan Cagar Budaya

Dengan melihat kondisi Benteng Speelwijk sebagai cagar budaya yang kini rusak akibat perubahan iklim, Dewi kurnianingsih mengatakan  sangat penting menjaga cagar budaya karena terdapat nilai-nilai warisan serta ciri khas bangsa Indonesia. Pelestarian tak hanya semata-mata ditujukan pada fisik cagar  budaya. 

“Maka akan mengurangi nilai yang ada dalam masyarakat atau tradisi,” ujarnya. 

Selain pemerintah, ujar Dewi,  semua lapisan masyarakat juga perlu terlibat menjaga dan melestarikan cagar budaya. Pemerintah juga mengupayakan sosialisasi kepada generasi muda tentang pentingnya cagar budaya. Ia menjelaskan pengetahuan mengenai cagar budaya sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan. 

“Sosialisasi ke generasi muda perlu karena mereka agar tahu betapa pentingnya cagar budaya, tak hanya membuat konten dan berfoto-foto saja,” pungkasnya.

Abdi Mahesa turut mengatakan Benteng Speelwijk perlu dilestarikan, karena termasuk dalam cagar budaya yang memiliki beberapa fungsi. Salah satunya adalah sebagai budaya monumental yang dibuat orang untuk melakukan ritual kebudayaan. 

Abdi menyampaikan setiap pengunjung harus menaati peraturan pemerintah dalam mengunjungi cagar budaya seperti menaati tata tertib, menjaga kebersihan, tidak menggunakan api, membatasi jumlah pengunjung. Selain itu, tidak melakukan hal-hal yang berpotensi kerusakan, membantu pemerintah agar cagar budaya terawat dan terjaga keasliannya. 

Reporter: M. Naufal Waliyyuddin

Editor: Syifa Nur Layla

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
<img alt="Menanti Harapan Baru di Awal Tahun" title="Menanti Harapan Baru di Awal Tahun" src="https://lpminstitut.com/wp-content/uploads/2023/02/20230218_211025_0000-2-1024x1024.png" class="attachment-medium size-medium wp-post-image" alt="Menanti Harapan Baru di Awal Tahun" title="Menanti Harapan Baru di Awal Tahun" decoding="async" /> Previous post <strong>Menanti Harapan Baru di Awal Tahun</strong>
Ramai diminati, Pasar Loak Tunjukkan Eksistensinya Next post Ramai diminati, Pasar Loak Tunjukkan Eksistensinya