Pro-Kontra Peniadaan Pemilihan Gubernur

Pro-Kontra Peniadaan Pemilihan Gubernur

Read Time:4 Minute, 35 Second
Pro-Kontra Peniadaan Pemilihan Gubernur

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Muhaimin Iskandar mengusulkan penghapusan pemilihan gubernur  pada pemilihan umum yang akan datang. Hal ini disampaikannya di sela acara Ijtima Ulama Nusantara yang diselenggarakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Kamis (2/2). Selanjutnya, Ia juga menilai bahwa wewenang gubernur bisa ditangani oleh para menteri sehingga jabatan gubernur kelak sudah tidak lagi relevan. Tak lama setelahnya, pernyataan orang yang akrab disapa Cak Imin tersebut menuai pro-kontra di kalangan para politikus. 

Melansir dari Tempo.co, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa keputusan penghapusan jabatan gubernur perlu dikaji lebih dalam. Menurutnya, hal itu dapat membuat rantai komando pemerintahan menjadi lebih jauh, namun ia tidak merespons negatif usulan Cak Imin tersebut.

Institut melakukan wawancara khusus dengan Pengamat Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Leo Agustino terkait usulan peniadaan pemilihan gubernur dan jabatan gubernur pada Kamis (16/2). Leo juga merupakan penulis buku “Dasar-Dasar Kebijakan Publik” dan beberapa buku lainnya di bidang politik.

Menurut Anda, apa yang melatarbelakangi munculnya usulan Cak Imin mengenai peniadaan pilgub dan jabatan gubernur di Indonesia?

Ditinjau dari perspektif politis, sederhana saja kita melihat bahwa saat ini Cak Imin memimpin sebuah partai yang cukup besar. Beliau mau partainya tetap menjadi perhatian publik. Kalau diperhatikan, bukan hanya kali ini Cak Imin melontarkan ide-ide kontroversi, termasuk juga saat menjadi penggagas tiga periodenya Pak Jokowi. Saya kira ini wajar-wajar saja karena tahun ini disebut “tahun politik” karena tahun 2024 nanti adalah “tahun pemilu”. Masyarakat yang memilih pasti memperhatikan kiprahnya dan kiprah partai politiknya.

Apakah akan menyalahi ideologi negara jika pemilihan gubernur tidak dilakukan dengan cara pemilihan langsung?

Konstitusi di Indonesia mengamanatkan adanya pemerintahan daerah, yaitu provinsi, kota, serta kabupaten. Kalau Cak Imin mengusulkan agar pemilihan gubernur tidak dilakukan secara langsung, kemudian fungsi gubernur ditiadakan, maka sisi konstitusinya perlu diperhatikan. Karena di legislatif konstitusi tertinggi ada di level undang-undang, tetapi sebagai sebuah ide, hal itu sah-sah saja.

Ditinjau dari sistem pemerintahan presidensial, pemilihan gubernur oleh presiden atau DPRD ini dianggap terlalu terburu-buru. Dalam sistem tersebut, eksekutif memang dipilih oleh rakyat, baik di level pusat maupun daerah. Bila kita merujuk pada ideologi liberalisme politik atau demokrasi, gagasan beliau melanggar hak masyarakat untuk memilih langsung kepala daerahnya. Kalau merujuk ke Pancasila juga menjadi perdebatan karena akan melanggar sila keempat Pancasila.

Bagaimana prosedur peniadaan jabatan gubernur jika benar-benar direalisasikan? Apakah akan ada perubahan besar-besaran dalam UU di Indonesia?

Untuk mengubah sistem yang sudah lama dibangun, hal yang perlu dilakukan adalah mengubah Undang-Undang Dasar (UUD) terkait keberadaan provinsi. Kalau hal itu terjadi, prosesnya tidak akan sebentar. Mulanya harus ada usulan amandemen undang-undang, lalu harus ada persetujuan dari mayoritas anggota DPR mengenai perubahan tersebut. Jika tidak disetujui, maka kita harus kembali ke sistem yang ada saat ini. Maka akan menjadi perjalanan panjang bagi Indonesia jika ingin merealisasikan usulan Cak Imin tersebut.

Apakah dengan hanya diawasi oleh menteri dapat memastikan semua wilayah di Indonesia terpantau pemerintah pusat?

Indonesia memiliki daerah yang luas dari Sabang sampai Merauke. Jika kabupaten dan kota hanya diawasi, diamati, dan dikontrol oleh menteri, saya pikir kemampuan menteri sangat terbatas. Selain itu, menteri tidak hanya mengurus perkara kelembagaan di level kabupaten dan kota, tetapi ada juga urusan-urusan yang bersifat nasional. Jika peniadaan jabatan gubernur dilakukan, maka pemerintah pusat akan kesulitan dalam melakukan span of control—rentang kendali—pada pemerintah daerah.

Tugas gubernur secara garis besar adalah membuat formulasi peraturan daerah dan melakukan pengawasan terhadap kepala daerah. Namun, konstitusi di Indonesia juga mengatur peran dan fungsi gubernur sebagai kepanjangan tangan—perwakilan—dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat bekerja lebih sistematis karena gubernur akan terlebih dahulu menyortir hal yang akan dilaporkan ke pemerintah pusat atau dapat diselesaikan sendiri di daerah. Jika  semua langsung ke menteri, maka filternya tidak ada dan menteri akan kelimpungan dengan masalah kabupaten dan kota.

Apakah penghapusan pemilihan gubernur akan mengurangi anggaran pemerintah untuk pemilu secara signifikan?

Kalau pertanyaannya seperti itu jawabannya iya karena penyelenggaraan pemilihan gubernur itu tidak murah. Setiap daerah berbeda-beda, yang pasti di atas puluhan miliar, namun saya tidak tahu pasti angkanya. Misal di angka 100 miliar dan ada 34 provinsi, dana yang akan habis sekitar 3,4 triliun. Jika angka itu dikonversi menjadi sekolah, sudah jadi berapa sekolah? Jika dikonversi menjadi perpustakaan, sudah berapa ratus perpustakaan yang berdiri?

Tapi kenyataannya kita tidak hanya melihat sistem negara ini secara sederhana, dari segi anggarannya saja. Kalau dilihat dalam konteks bernegara berbangsa, maka ada banyak pembelajaran yang dapat dipetik dari adanya gubernur di level provinsi. Salah satunya sebagai jembatan resolusi konflik yang tidak dapat ditangani oleh bupati/walikota maupun pemerintah pusat. Selain itu, kembali lagi span of control-nya akan semakin menganga jika hanya ada pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten dan kota saja.

Perlu diketahui bahwa harga dari sebuah demokrasi itu memang tidak murah. Jika ingin membangun negara yang murah, maka dirikanlah negara otoriter. Listrik seadanya, sekolah seadanya, wifi seadanya, semua seadanya, sehingga anggarannya juga kecil karena tanpa pemilihan pun kita sudah tahu siapa yang menang. Namun, apakah itu yang kita inginkan? Saya rasa tidak juga.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai peniadaan pemilihan gubernur dan jabatan gubernur ini?

Saya sebagai warga negara berharap agar sistem pemerintahan berjalan dengan baik. Artinya, beban pemerintah pusat dan pemerintah daerah terbagi secara rata. Kalau beban itu tidak berimbang, maka sistem pemerintahan juga akan berjalan sangat lambat. Padahal ke depan kita membutuhkan pemerintahan yang bisa memberikan pelayanan maupun anggaran dengan cepat dan tepat. Karena Indonesia adalah negara kepulauan, negara yang besar, maka saya tidak terlalu setuju dengan penghapusan provinsi.

Reporter: SDC

Editor: Febria Adha Larasati

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Ramai diminati, Pasar Loak Tunjukkan Eksistensinya Previous post Ramai diminati, Pasar Loak Tunjukkan Eksistensinya
Lawan Rasisme Demi Tegakan Keadilan Next post Lawan Rasisme Demi Tegakan Keadilan