Mengembalikan Arti Orientasi

Read Time:1 Minute, 45 Second
Suasana Orientasi Pengenalan Akademik (Opak) yang diselenggarakan universitas, Kamis (29/8) di Auditorium Harun Nasution. (Foto: Nida/INS) 
Hari ini, kamis 29 Agustus 2013 masa orientasi yang diadakan UIN Jakarta dilakukan serentak di setiap fakultas. Banyak perubahan pada masa orientasi tahun ini. Salah satu yang membedakan dengan tahun sebelumnya adalah dari penyebutan. Jika sebelumnya adalah Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK),  kali ini hanya Orientasi Pengenalan Akademik yang tetap disebut Opak.
Tak penting perubahan nama, karena apalah arti sebuah nama jika tak ada maksud dan tujuannya. Sesuai dengan namanya, Opak dilakukan untuk memperkenalkan kepada mahasiswa baru (maba) tentang apapun yang ada di kampus, apa yang membedakan kuliah dengan sekolah, dan apa saja yang harus mereka lakukan. Semua itu dilakukan agar maba tidak linglung saat mengenyam tahun pertama di kampus.
Pelaksaan Opak tahun ini juga dilaksanakan selama tiga hari seperti tahun sebelumnya. Akan tetapi tiga hari yang diberikan sepertinya tidak cukup untuk panitia fakultas. Akhirnya mereka menambah waktu menjadi lebih dari tiga hari agar acara yang diinginkan dapat terlaksana semuanya. Bahkan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan sudah melaksanakannya dua minggu sebelum Opak.
Apakah banyaknya waktu akan memberikan pengenalan kepada maba semuanya tentang fakultas? Di salah satu fakultas, maba dibagi menjadi beberapa kelompok kemudian menunjukkan yel-yel mereka ke kelompok lain. Kelompok yang unik akan menjadi pemenangnya. Bahkan ada yang menyelenggarakan laiknya Abang-None Jakarta. Jika itu menurut mereka sangat penting, kita patut mempertanyakan kreatifitas panitia Opak Fakultas.
Jika saja maba punya keberanian untuk melawan, mungkin mereka akan mengatakan pada panitia, “Ka, nggak penting banget sih acaranya,” atau “Saya butuh acara yang mencerdaskan.” Rasanya angan-angan itu tidak akan terjadi karena pada dasarnya junior takut pada senior sehingga manut apa yang dilakukan senior. Mungkin jika disuruh makan batu, junior itu akan patuh.
Maba yang masih labil, seharusnya diberikan pemahaman agar pilihan mereka untuk tidak langsung bekerja atau memilih program D3 tidak salah. Pikiran maba juga harus diubah. Hampir kebanyakan mereka mengambil kuliah hanya untuk mempermudah mencari pekerjaan. Mahasiswa yang telah lulus seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan agar tidak menjadi buruh. Buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi akhirnya jadi pesuruh. (Jaffry Prabu Prakoso)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mahasiswa Peringati Global Tiger Day 2013
Next post Pemisahan Maba KPI-Jurnalistik Membingungkan