Read Time:2 Minute, 51 Second
Buku merupakan sumber ilmu dan budaya. Menghormati buku adalah bagian dari menghormati ilmu. Cara untuk menghormatinya, dengan menjaga buku sebaik mungkin. Memperlakukan buku dengan baik dari cara membuka, membawa, dan tidak menjadikan buku sebagai payung ketika hujan. Apalagi yang digunakan adalah buku pinjaman dari perpustakaan, ujar Amrullah Hasbana, Kepala UPT Perpustakaan Umum (PU) UIN Jakarta, Kamis (17/4).
Lanjutnya, kebanyakan mahasiswa yang datang ke PU malas untuk mencatat kutipan yang ada di isi buku, cara yang paling mudah adalah dengan menyobek halaman buku. “Ketika ada orang lain ingin menggunakan buku itu, bukunya malah sudah rusak. Perusak buku pasti mendapat sumpah serapah dari pembaca selanjutnya, karena buku PU adalah milik umat.” ujarnya.
Salah satu mahasiswa UIN Jakarta, Ramadhani (bukan nama sebenarnya) menyebutkan dirinya pernah menyobek bagian belakang buku yang kosong untuk mencatat. Hal itu dilakukan karena ia tidak mempunyai kertas untuk mencatat kode buku saat sedang mencari buku di komputer PU. Ramdhani juga sering mencoret buku PU yang dipinjamnya untuk menggarisbawahi bahkan menstabilokutipan yang dirasa penting dalam buku tersebut.
Ia berkelit, buku yang ia coret sudah banyak coretan sebelumnya oleh peminjam lain. “Yailah buku udah dicoret-coret ini, terusin aja coretannya,” ujarnya (17/4). Namun, ia segan jika mencoret buku yang masih baru atau belum ada coretan sebelumnya.
Abas Khaidir, Staf Pemeliharaan PU mejelaskan, per harinya ada lima sampai sepuluh buku yang kondisinya sudah rusak ketika dikembalikan mahasiswa. Sedangkan PU hanya mampu memperbaiki tiga sampai empat buku yang rusak. Hal tersebut karena proses yang cukup panjang untuk memperbaiki satu buku yang rusak, mulai dari pengecekan halaman, pembuatan sampul buku sampai memberikan nomer seri.
Hasbana memperlihatkan buku berjudul Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabikepada reporter INSTITUT, kondisi bukunya sudah tidak bisa dibaca lagi. “Pelaku menyobek-nyobek seluruh halaman yang ada di buku itu. Mungkin ada mahasiswa yang tidak suka dengan isi buku tersebut” tambahnya.
Selain perusakan, Hasbanah juga mengatakan, banyak terjadi kasus pencurian buku di PU. Berbagai macam cara mahasiswa lakukan untuk mencuri buku, contohnya mengambil isi buku dengan hanya meninggalkan sampulnya, melempar buku keluar PU dari toilet, dan menghilangkan barcode sensor yang ada di sampul buku.
Izumi (bukan nama sebenarnya), mahasiswa UIN Jakarta mengungkapkan, ia pernah mencuri buku di perpustakaan, baik di PU, fakultas maupun jurusan. Ia mencuri buku PU dengan cara menghilangkan barcode sensor yang ada di sampul buku dan melempar buku keluar melewati jendela toilet PU.
Ia menjelaskan, lebih mudah untuk mencuri buku di perpustakaan fakultas dari pada PU, karena penjagaannya tidak ketat. “Kalau di perpustakaan fakultas modal percaya diri aja. Nah, lu bawa deh bukunya terus diselipin di softcase laptop.” ungkapnya (17/4).
Dalam mencuri buku, Izumi memilih buku yang sesuai dengan jurusannya. “Buku yang gua ambil sih buku yang buat bacaan aja, bukan untuk sumber referensi” paparnya (17/4). Namun, ia pun melihat kuantitas buku yang ada di perpustakaan, jika kuantitasnya sedikit dan terbatas, ia tidak akan mencuri. “Kalau ada banyak ya, nggak apa-apa kali gua ambil,” ujarnya.
Faktor utama ia mencuri buku dari perpustakaan bukan karena ia tidak mampu membeli buku, tapi sensasi adrenalinnya ketika mencuri. “Ya kalau beli, tinggal beli, tapi kalau ngambil kan adrenalinnya beda. Habis gua ambil ada buku yang gua balikin, dari tujuh buku yang gua ambil empat buku yang gua balikin lah,” ungkapnya. Ia mengakui, selama ini ia belum pernah tertangkap saat mencuri buku.
Menanggapi hal tersebut Hasbana, menjelaskan, orang yang melakukan perusakan atau vandalisme tentu akan dikenakan sanksi. Bagi yang tertangkap mencuri buku akan dikenakan skorsing secara akademik.
(Adi Nugroho)
Average Rating