Pertengahan Maret lalu, mahasiswa semester enam disibukan dengan pembuatan kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN). Media sosial menjadi sarana yang paling banyak digunakan mereka saat mencari anggota KKN, namun banyak juga yang menempelkan iklan KKN di mading-mading fakultas dan tempat-tempat strategis di kampus, bahkan ada juga yang berkeliling dari satu fakultas ke fakultas lain.
Hal itu terjadi karena sulitnya mencari mahasiswa semester enam yang siap KKN, ditambah mereka juga harus dari fakultas-fakultas yang telah ditentukan. Tapi, kesulitan mencari anggota KKN tersebut menjadi lumrah dilihat setiap awal semester genap.
Kesulitan mencari anggota KKN dirasakan oleh Qori Aini Sasmita, mahasiswa semester enam Fakultas Sains dan Teknologi. Ia bersama temannya mencari anggota KKN melalui kenalan-kenalannya di fakultas lain. Selain itu, Qori juga aktif mengakses grup Blackberry Messenger dan Whatsapp.
Setelah tekumpul 15 orang, kata Qori, ia dan teman-temannya bertemu untuk pertama kalinya di halaman Auditorium Harun Nasution. Qori bercerita, dalam pertemuan pertama itu, ia merasa ada ketidakcocokan antara anggota yang aktif dan tidak aktif bicara.
Usai pertemuan pertama, lanjut Qori, ketidakcocokan tersebut dibahas dalam grup media sosial dan sehari kemudian mereka memutuskan untuk bubar. “Pembubaran ini bikin saya repot mencari kelompok KKN lagi” katanya, Kamis (17/4). Kejadian itu juga membuat Qori memasang iklan kelompok KKN di Twitter untuk mencari kelompok baru.
Lain Qori, lain lagi Rifki Ramdani. Mahasiswa semester delapan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini awalnya telah memiliki kelompok KKN, namun perbedaan umur dengan teman-teman di kelompok KKN-nya membuat Rifki dipandang berbeda. Ia mengaku, teman kelompok yang lebih muda darinya terihat tidak percaya diri karena keberadaannya. “Mereka tidak bisa menjadi diri mereka sendiri ketika sadar bahwa di antara mereka ada yang lebih tua,” kata Rifki.
Ia mengungkapkan, alasan usia membuatnya dikeluarkan dari kelompok KKN tersebut. Namun, dengan bantuan adik kelasnya, kata Rifki, ia pun mendapat kelompok KKN baru yang beberapa anggotanya memiliki umur sama.
Hal yang sama juga dialami Gerry Noviandika, mahasiswa semester enam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Mulanya, Gerry telah mendapatkan kelompok KKN melalui Twitter. Namun dalam perjalanan, beberapa anggota kelompok KKN-nya memutuskan untuk keluar.
Untuk melengkapi kelompok, ia pun menempel iklan KKN di mading dan tempat strategis fakultas yang ia cari. Selain menempel iklan KKN, ia juga menggunakan Twitter untuk mencari anggota KKN. “Untuk mencari anggota KKN, saya ngetweet dengan mention @uinity atau @uincommunity. Kira-kira dalam sehari, saya ngetweet dua kali,” katanya (14/4).
Sejak tahun lalu, kata Gerry, @uincommunity menjadi salah satu akun twitter yang efektif bagi mahasiswa UIN Jakarta untuk memasang iklan KKN. Gerry menjelaskan, tweet KKN yang ia lakukan telah berhasil mendapat respon dari beberapa mahasiswa fakultas yang ia cari. Awalnya, Gerry memiliki lima anggota dari FISIP, sejak ia ngetweet, sekitar 13 orang menghubunginya.
Di sisi lain, admin @uincommunity, Syamsul H.R menuturkan, jumlah tweet pencari kelompok KKN lebih dari 20 tweet dalam sehari. Untuk memasang iklan kelompok KKN, jelas Syamsul, tweet harus disertakan mention @uinity dan hashtag#bursakkn. ”Namun, pada 16 April lalu kami telah memberhentikan iklan kelompok KKN di Twitter,” ujarnya, Kamis (10/4).
Menanggapi hal itu, tim relawan monitoring lapangan LPM KKN, Nanang Syaikhu mengatakan, fenomena seperti ini sudah lazim dilakukan bagi mahasiswa yang akan melaksanakan kegiatan KKN. Selain itu, kata Nanang, pihak LPM pun memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk menentukan kelompok.
Nanang menjelaskan, kuota kelompok KKN telah ditentukan LPM antara 10-17 mahasiswa dari enam fakultas yang berbeda. “Idealnya semua jurusan ada, karena untuk mengabdi pada masyarakat berbagai keterampilan sangat dibutuhkan,” kata Nanang ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (14/4).
(Maulia)
Average Rating