BEM FU dan PIUSH Gelar Bedah Buku

Read Time:2 Minute, 18 Second

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ushuluddin (FU) menggelar acara Bedah Buku Satu Tuhan Banyak Agama, karya Media Zainul Bahri, Rabu (29/4) di Aula Student Center (SC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Turut hadir sebagai pembicara, Aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL),Guntur Romli, dan perwakilan dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu, I Nengah Dana.


Acara tersebut didukung Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ushuluddin (Komfuf), Pojok Inspirasi Ushuluddin (PIUSH), Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara (STAH Dharma Nusantara), Himpunan Mahasiswa Banten (HMB), FOROS Banten, serta Mizan Publishing yang diwakili oleh Noura Books.

Media menjelaskan pemahaman Pluralisme Agama mengenai dimensi esoteris dan eksoteris agama-agama dengan mengutip pemikiran tiga tokoh Sufi terbesar; Ibnu ‘Arabi, Jalaluddin Rumi, dan Al-Jili. Konsep Tajalli Ibnu Arabi, menurut Media, menjelaskan manifestasi Tuhan secara teologis dengan adanya nama-nama dan sifat-sifat Tuhan yang berbeda di setiap agama.

Sedangkan berdasarkan syariat, lanjut Media, Tuhan tidak hanya memperkenalkan ‘Diri-Nya’ dengan satu cara, tetapi dalam berbagai macam bentuk ajaran agama yang berbeda-beda. Tuhan tidak membutuhkan untuk disembah, (tetapi) hanya ‘ingin dikenal’.

Sehingga makna Firman Allah SWT., “Inna alladzina Amanu wa alladzina Hadu wa Annashara wa Asshabiina man Amana bi Lllahi wal Yaumil Akhiri wa ‘Amila Shalihan….. (Al-Ayah)“, dengan wawu‘athaf bermakna “dan”, bukan “setelah”. Selain itu,orang-orang beriman, nasrani, yahudi, dan orang-orang Shabiin yang Beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan mengerjakan Amal Shalih akan mendapatkan ganjaran (pahala) yang sama dan berada di surga.

Sementara Guntur Romli menekankan pentingnya pemahaman pluralisme secara utuh, terkait dengan kasus-kasus kekerasan atas nama agama yang semakin merebak di masyarakat. Contohnya kasus ‘penistaan agama Ahmadiyah’ yang belum lama terjadi di Cikeusik, kemudian kemunculan ‘Nabi Baru’ di Bandung. Kasus-kasus tersebut selain dilandasi faktor-faktor internal agama, jugalebih mengarah kepada kurangnya sikap dan pemahaman toleransi agama di masyarakat.

Sehingga, tambah Guntur, sensitifitas simbol-simbol agama di masyarakat terus meningkat. Banyak nilai-nilai yang dianggap bertentangan dalam suatu agama atau aliran kepercayaan baru, kemudian meningkat menjadi keinginan untuk menghegemoni nilai-nilai sosial keagamaan dalam lingkungan masyarakat. Masalah-masalah tersebut harusnya diselesaikan dengan pemahaman yang utuh tentang toleransi agama.

Pemahaman dari sudut pandang agama lain diwakili oleh I Nengah Dana yang banyak menyajikan pengertian-pengertian dalam agama Hindu mengenai pluralisme. “Dari seluruh ciptaan-Nya, yang diihat oleh Tuhan adalah esensi-Nya, transendensi-Nya, bukan kitab suci-Nya, tetapi bagaimana mengamalkan apa yang ada dalam kitab suci-Nya. Pluralisme tidak asing dalam agama Hindu, karena pluralisme akan menghasilkan multikulturalisme, sehingga kita bisa belajar untuk saling menghargai, paparnya.

Akhirnya, tambah Nengah Dana, sesame umat manusia haruslah menghargai ajaran agama masing-masing dengan terus menumbuh-kembangkan sikap toleransi terhadap umat beragama lainnya. “Dengan mewujudkan konsep agama cinta, dengan cinta kita bisa saling memahami satu sama lain, dan menganggap semuanya sebagai saudara, tutupnya.

Dzulfikri Shofiansyah TH/VI

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Sujiwo Tejo: Percaya Diri dengan Budaya Lokal
Next post Cari Teman Sulit Iklan KKN Melejit