Read Time:2 Minute, 48 Second
Politik telah menjadi bagian hidupnya. Berbagai karya yang ia ciptakan selalu berkaitan dengan dunia politik. Namun, ia enggan menjadi seorang politisi. Keengganan inilah yang membuat ia mantap memilih riset sebagai jalan untuk berpolitik.
Pria ini adalah Burhanuddin Muhtadi, seorang pengamat politik kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Kecintaannya terhadap dunia politik sudah tertanam sejak kecil. Ayahnya seorang aktivis Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat aktif dalam berbagai kegiatan politik. Sejak di taman kanak-kanak ia sering diajak untuk mengikuti kampanye-kampanye PPP bersama sang ayah.
Selain dibesarkan dengan suasana politik yang kental, ia juga selalu diberi berbagai asupan wawasan dan ilmu pengetahuan melalui koran dan majalah langganan. Hal ini membuatnya hobi membaca dan mulai belajar menganalisis situasi sekitar.
Dari hobi membaca itu, ia kemudian mencoba untuk menulis. Burhanuddin mulai menulis sejak ia mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mualimin Mualimat Rembang. Pada mulanya, ia hanya menulis buku harian hingga kemudian mencoba untuk mengikuti berbagai lomba karya tulis ilmiah saat menginjak bangku sekolah menengah.
“Melalui buku harian saya mencoba menuliskan berbagai gagasan tentang politik Indonesia saat itu, misalnya sikap pemerintah orde baru yang represif pada Islam,” ujar ayah dari tiga orang anak ini, Minggu (12/4).
Pria yang lulus dari Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MANPK), Surakarta ini kemudian meneruskan studinya ke IAIN Jakarta. Menurutnya, IAIN Jakarta memiliki lingkungan yang kondusif untuk mengasah intelektual. Ia sudah mengidolakan banyak intelektual asal kampus ini seperti Din Syamsudin dan Quraisyhab sejak sekolah menengah.
“Sebenarnya orang tua ingin saya melanjutkan sekolah di IAIN Yogyakarta namun, saya merasa tidak akan berkembang jika ada di Yogyakarta maka saya berdiskusi agar bisa diizinkan kuliah di Jakarta,” tutur alumni Jurusan Tafsir Hadits IAIN Jakarta tersebut.
Setelah masuk dunia kampus ia tidak berhenti menulis. Tulisan dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) UIN Jakarta itu pertama kali diterbitkan oleh Harian Terbit pada tahun 1996. “Saat itu, saya menulis karena ingin mengurangi beban orang tua dengan menghasilkan uang sendiri,” kata Direktur Public Affair di Lembaga Survei Indonesia (LSI) itu.
Lulusan terbaik Fakultas Ushuluddin tahun 2002 ini termasuk mahasiswa yang aktif pada kegiatan organisasi kampus. Ia sempat menjabat sebagai Presiden Mahasiswa IAIN Jakarta pada 2000-2001 dan sangat aktif di Forum Diskusi Mahasiswa Ciputat (Formaci). Meski kegiatan non-akademisnya sangat padat, Burhanuddin selalu mendapatkan nilai yang baik di kelasnya.
Dalam riset dibutuhkan analisis yang tinggi dan teliti. Burhanuddin yang lulusan Magister Political Sciences Australian National University (ANU) tersebut mengaku, kecakapannya menganalisis berkembang karena ia sering berdiskusi dan membaca di Formaci. Ia juga mengatakan, Formaci telah membantunya untuk mengatasi kekecewaan atas kurikulum IAIN Jakarta yang saat itu menurutnya terlalu normatif.
Saat ini, Burhanuddin aktif sebagai pengamat politik yang sering dipanggil ke media. Berbagai media cetak sampai elektronik berbondong-bondong meminta analisis politiknya. Bahkan, saat pemilu legislatif 2014 kemarin, ia dikontrak secara eksklusif oleh salah satu stasiun televisi swasta untuk memandu acara perhitungan cepat hasil pemilu.
Burhanuddin juga sedang menyelesaikan pendidikan Doktornya di ANU. Ia mengambil topik disertasi mengenai perilaku pemilih dalam politik uang. Ia pun mengambil studi kasusnya pada pemilu Indonesia 2014 kali ini.
Meski sudah bertahun-tahun mengamati dunia politik, pria yang pernah menjadi konsultan politik di Charta Politika ini mengungkapkan, tidak tertarik untuk terjun langsung menjadi politisi. “Keinginan saya saat ini adalah menjadi seorang peneliti. Saya senang dengan riset. Impian saya, ingin menulis di jurnal-jurnal internasional,” jelas pengamat politik kelahiran 1977 itu.
(Erika Hidayanti)
Average Rating