Hingga kini produk impor masih merajalela di pasar industri Indonesia. Fenomena yang terus berlanjut ini membuat produk lokal selalu dikesampingkan.
Menurut The World Factbook, Indonesia menduduki peringkat 28 dari 192 negara pengimpor terbesar. Beberapa produk yang sering diimpor, antara lain fasilitas kesehatan, obat-obatan, alat pendidikan, mesin, dan peralatan elektronik. Pada Desember 2021, nilai impor Indonesia mencapai US$21,35 miliar. Nilai ini naik 10,51% dibandingkan November 2021 yang sebesar US$19,32 miliar.
Dalam acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengomentari para kabinet serta para pejabat daerah. Menurut Jokowi, Indonesia terlalu sering mengimpor produk-produk sepele, yang sebenarnya sudah diproduksi oleh rakyat Indonesia sendiri.
Jokowi juga mengutarakan kekesalannya kepada para pejabat dan beberapa menteri yang sering melakukan impor. Menurutnya, sudah seharusnya mereka membeli produk lokal ketimbang produk impor, “bodoh sekali kita kalau sering membeli produk impor padahal produk lokal juga ada,” ungkapnya, Jumat (25/3).
Sebagai pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang pernah mengimpor barang, Misbahul Munir mengungkapkan bahwa impor memiliki beberapa kelebihan, yaitu prosesnya lebih mudah, serta harga yang murah. Namun kualitasnya tidak sebagus produk lokal. “Administrasi produk impor dinilai lebih rapi daripada produk lokal,” ujar Misbahul, Kamis (31/3).
Lain halnya dengan pelaku UMKM lokal Maulana Nadif. Ia menuturkan, jika impor merupakan tindakan tidak mencintai produk lokal. “Saya tidak melakukan impor, karena saya berusaha memasarkan produk lokal, supaya laku dipasaran internasional,” tutur Nadhif, Kamis (31/3).
Nadhif berpendapat bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menguasai pasar dunia. Untuk itu, kata Nadhif, Indonesia juga perlu menjadi pemasok pasar internasional, karena memiliki produk-produk yang sangat berkualitas.
Pakar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin turut memberikan tanggapan mengenai hal ini. Ia setuju bahwa proses pembelian produk impor memang lebih mudah ketimbang membeli produk dalam negeri dengan jumlah yang besar. Namun, menurutnya, para menteri tentunya memiliki alasan tersendiri ketika mengimpor barang.
Eddy mengungkapkan, beberapa evaluasi perlu dilakukan pemerintah untuk memperbaiki tingginya impor di Indonesia. Pertama, pemerintah sudah seharusnya mempermudah perizinan produk lokal semudah perizinan impor. Kedua, Pemerintah seharusnya memberikan edukasi terhadap pelaku UMKM, agar mereka memperbaiki administrasi dan dokumentasi yang dinilai masih kurang baik dan rumit. “Evaluasi ini perlu dilakukan, ini merupakan penyelesaian jangka panjang problem impor yang kian menghujani Indonesia,” ungkapnya, Rabu (30/3).
Reporter: M. Naufal Waliyyuddin
Editor: Sekar Rahmadiana Ihsan
Average Rating